JAKARTA, SUMUTPOS.CO- Nasib beruntung terpidana mati Mary Jane sepertinya tidak akan terulang. Setelah selamat dari pelit jaksa eksekutor pada eksekusi gelombang dua, ternyata Kejaksaan Agung menemukan fakta baru yang bertolak belakang dengan penyelidikan pemerintah Filipina. Yakni, Maria Sergio mengaku tidak mengetahui dan terlibat dalam pengedaran narkotika.
Sumber internal Kejagung menyebut bahwa, dipastikan Maria hanya mengakui dia merupakan orang yang mengirim Mary Jane. “Namun, bukan soal peredaran narkotika,” ujarnya.”
Padahal, pidana yang dilakukan Mary Jane di Indonesia adalah menyelundupkan narkotika seberat 2,6 kg. Faktor tersebut tentunya akan membuat Mary Jane tidak lolos dari eksekusi. “Ini hanya soal waktu,” tuturnya.
Apalagi, saat ini keseriusan pemerintah Filipina juga pantas dipertanyakan. Sebab, hingga saat ini belum ada surat resmi permohonan menggelar video conference.
“Ya, kalau serius dengan waktu lebih dari dua minggu ini harusnya surat sudah dikirim ,” paparnya.
Sementara Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Tony Spontana menuturkan, terkait hubungan Mary Jane dengan Maria, Kejagung belum mendapatkan informasi secara detil. Dalam surat permohonan penangguhan eksekusi, Hanya disebutkan bahwa Maria merupakan bos yang memperdagangkan Mary Jane.
“Tidak banyak informasi Yang didapatkan dari surat itu,” jelasnya.
Yang pasti saat ini, Kejagung masih membuka tangan lebar-lebar untuk permohonan Filipina menggelar video conference. “Tapi, karena surat permohonan belum diterima, maka rencana awal digelar pada 8 Mei dipastikan gagal,” jelasnya.
Kemungkinan besar, nantinya video conference hanya akan digelar satu kali. Jadwal yang paling memungkinkan pada 14 Mei. “ Namun, semua itu masih bisa bwrubah,” tegasnya kemarin.
Soal kapan eksekusi mati dilakukan pada Mary Jane dan Serge, Tony menjelaskan bahwa semua itu belum dipastikan. Sebab, Indonesia menghormati proses hukum. Serge sedang mengajukan gugatan perlawanan hukum atas hasil PTUN. “Mary Jane juga dibutuhkan untuk proses hukum di Filipina,” terangnya.
Tony menjelaskan, eksekusi mati ini jangan dipandang sebagai hal negatif. Sebab, targetnya membuat efek jera pada pengedar narkotika. “ pengedar narkotika itu melakukan kejahatan yang ekstraordinary,” tegasnya.
Sebelumnya delapan terpidana mati telah dieksekusi di Nusakambangan. Gelombang protes pada indonesia terjadi. Tapi, pemerintah bergeming. (idr/jpnn/azw)