JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Wisata kesehatan atau medical tourism menjadi salah satu program Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) yang akan terus dikembangkan. Sebab, Indonesia merupakan surganya produk herbal dan memiliki pangsa pasar yang sangat besar. Kota Medan, Jakarta, dan Bali, rencananya dipromosikan dalam tujuan wisata tersebut.
Tahap awal, program ini akan menyasar wisatawan nusantara (domestik) yang biasanya melakukan pengobatan ke laur negeri. Jika dikalkulasi, setiap tahunnya orang Indonesia menghabiskan lebih dari 11 miliar dolar untuk wisata kesehatan tersebut.
“Wisata kesehatan sendiri beberapa minggu lalu saya sudah mencoba melakukan health check up, adalah suatu program yang akan kami unggulkan terutama fokusnya kepada wisatawan nusantara yang selama ini hampir setiap tahun menghabiskan USD 11 miliar lebih untuk wisata kesehatan di luar negeri,” kata Menparekraf, Sandiaga Uno.
“Wisata kesehatan kebugaran dan herbal ini akan kita kembangkan karena kita punya pangsa pasar yang sangat besar,” tambahnya.
Dalam pengembangan wisata kesehatan ini, Kemenparekraf menggandeng beberapa instansi, baik dari lintas kementerian lain maupun pihak swasta, seperti Perkumpulan Dokter Wisata Indonesia. Hal ini dilakukan untuk mendukung wisata kesehatan di Indonesia. “Kita fokus kepada good quality agar fasilitas kesehatan kita bisa bersaing dengan fasilitas kesehatan luar negeri terutama dari aspek pelayanan,” kata Sandiaga.
Sementara itu untuk lokasinya, Jakarta, Medan dan Bali rencananya akan dipromosikan sebagai tempat tujuan wisata kesehatan. “Untuk wisata kesehatan dikaitkan dengan medical tourism yang akan didorong itu di Medan, Jakarta dan Bali. Ini tentunya karena ketersediaan rumah sakit di tiga tempat tersebut,” kata Deputi 6 Kemenparekraf, Rizki Handayani.
Di Medan misalnya, potensi warga setempat untuk keluar sangatlah besar. Harapannya dengan menyiapkan rumah sakit yang ada di Medan, maka masyarakat yang tinggal di Sumatera Barat atau Sumatera Utara sendiri tidak melakukan perjalanan ke laur negeri.
“Dalam artian beberapa penyakit seperti cancer di Indonesia sudah ada. Untuk marketnya sebenarnya lokasi untuk market sekarang Surabaya, Jakarta, Bandung, Palembang, itu market-market yang memang kita harapkan nanti memang yang melakukan pengobatan tetap di Indonesia,” kata Rizki.
Sementara, mengenai wisata herbal, antusiasme masyarakat terhadap program ini sangatlah tinggi, khususnya di Bali. Terutama di bidang kebugaran dan kecantikan, wisatawan mancanegara banyak yang menyasar wisata ini di Bali. “Mengenai pengobatan herbal, ada berapa tempat juga yang akan didorong pemerintah yaitu di Solo, Bali juga yang akan menjadi pusat wellness tourism,” tambah Rizki.
Berapa tahun belakangan ini, wisata kesehatan memang menjadi tren. Secara definisi, wisata kesehatan adalah wisata atau perjalanan yang dilakukan seseorang ke luar negeri untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Di kawasan Asia sendiri, beberapa rumah sakit sudah memiliki reputasi yang baik dalam pelayanan wisata kesehatan.
Di beberapa negara seperti Singapura dan Thailand, bahkan pemerintah setempat telah memiliki agensi yang secara khusus melayani wisata kesehatan. Untuk kawasan Asia Tenggara, negara-negara yang paling diminati sebagai tujuan wisata kesehatan antara lain Singapura, Malaysia, dan Thailand.
Kurangnya pelayanan kesehatan di negara sendiri dianggap menjadi salah satu alasan pelancong wisata kesehatan berbondong-bondong pergi ke negara lain. Selain itu, biaya pengobatan yang lebih murah dibandingkan negara sendiri hingga teknologi yang lebih canggih juga adalah alasan lainnya. Meski begitu, ada pula pelancong yang memilih untuk melakukan pemeriksaan atau mendapatkan pengobatan di luar negeri karena gengsi semata.
Menurut data pada tahun 2017, terdapat peningkatan populasi masyarakat yang bepergian untuk wisata kesehatan ke Thailand dan Malaysia, yaitu dari 8 persen menjadi 12 persen. Di Thailand sendiri, penduduk China menduduki peringkat pertama yang paling banyak melakukan wisata kesehatan. Sedangkan di Malaysia, Indonesia menjadi “kontributor” utama penyumbang devisa wisata kesehatan.
Selain masyarakat Indonesia, warga Singapura pun turut menjadi konsumen wisata di Malaysia. Pada umumnya warga Singapura memilih melakukan terapi jangka panjang yang membutuhkan biaya tinggi di Malaysia, seperti kemoterapi pada pasien kanker ataupun cuci darah (dialisis).
Berdasarkan sebuah survei yang dilakukan pada tahun 2017, disebutkan bahwa tindakan medis yang paling diminati di Asia berdasarkan peringkatnya adalah prosedur bayi tabung (IVF), penanganan kanker, ortopedi, mata (operasi katarak, lasik, dan sebagainya), jantung (prosedur kateterisasi, by pass jantung, saraf, anak, perawatan gigi, dan transplantasi organ.
Dari survei yang sama disebutkan bahwa alasan para konsumen melakukan wisata kesehatan adalah biaya yang lebih terjangkau, sistem kesehatan yang lebih berkualitas, staf medis (dokter, perawat, dsb) yang lebih berpengalaman dan memiliki reputasi baik, serta sekaligus pergi berlibur.
Negara Singapura menjadi tujuan utama wisata medis di Asia dan paling diminati oleh pasien internasional. Berdasarkan data dari Singapore Tourism Board (STB), pasien internasional yang datang ke Singapura setiap tahunnya bertujuan untuk melakukan skrining kesehatan hingga melakukan prosedur bedah canggih seperti prosedur jantung, saraf, onkologi, mata, transplantasi organ, hingga anak. Bahkan pada tahun 2013, total devisa dari wisata kesehatan di Singapura mencapai angka $618,4 juta.
Berbeda dari Singapura, prosedur yang lebih diminati sebagai tujuan wisata kesehatan di Thailand adalah tindakan kosmetik, kulit, dan bedah plastik. Beberapa rumah sakit swasta di Thailand pun menjadi tujuan utama para konsumen.
Selain Singapura dan Thailand, Malaysia juga mendapatkan banyak keuntungan dari wisata kesehatan. Berdasarkan data pada tahun 2016, total pendapatan yang berasal dari wisata kesehatan menginjak angka $238,8 juta dari 900.000 turis wisata kesehatan.
Di Indonesia, peminat dan pelaku wisata kesehatan tak sedikit dan ini pada dasarnya adalah hak setiap orang untuk mendapatkan pelayanan terbaik. Meski sekarang wisata kesehatan lebih mudah didapat, apalagi sudah banyak biro perjalanan yang menawarkan layanan ini, Anda sebagai konsumen tetap harus bersikap kritis. Jangan sampai tergiur iming-iming iklan dan harga murah padahal kualitas pelayanan medisnya meragukan. (dtt/bbs)