25 C
Medan
Sunday, September 29, 2024

Tumpang Tindih Peserta JKN, Defisit BPJS Makin Parah

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyiapkan dana cadangan sebesar Rp10 triliun mengatasi defisit yang dialami BPJS Kesehatan. Dana cadangan ini untuk membayar iuran peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dari kelompok Penerima Bantuan Iuran (PBI) pusat dan daerah.

Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengatakan, dana cadangan ini sebagai solusi jangka pendek defisit. “(Jumlah dana cadangan, Red) Itu tergantung peraturan presiden. Bulan Oktober, bisa Rp 7-8 triliun, ada (bantuan, Red) pemda Rp 2-3 triliun,” ungkap Wamenkeu Mardiasmo di Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta, Senin (7/10).

Ia mengatakan, defisit keuangan BPJS Kesehatan terjadi karena adanya tumpang tindih kepesertaan JKN kategori Peserta Bukan Penerima Upah peserta JKN untuk informal dan mandiri kurang lebih 32 juta orang.

Bleeding peserta JKN ini membuat BPJS Kesehatan desifit dengan proyeksi Rp 32 triliun sampai akhir 2019. Defisit naik dari tahun sebelumnya sebesar Rp18,3 triliun.

“Ini yang membuat ini (BPJS Kesehatan, Red) berdarah-darah atau bleeding. Lainnya tidak membuat bleeding,” ujar dia.

Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fachmi Idris menyebut defisit yang dialami BPJS akan terus membengkak jika iuran JKN tidak disesuaikan. Di 2024, defisit diperkirakan mencapai Rp77 triliun.

“Tahun ini proyeksi defisit Rp32 triliun. Defisit Naik dari tahun 2018 sebesar Rp18,3 triliun,” kata Fachmi.

BPJS Kesehatan juga akan menaikkan iuran pada 1 Januari 2020 tidak berat. Pasalnya, besarnya iuran tersebut setara dengan mencicil Rp 5.000 per hari.

Kementerian Keuangan mengusulkan penyesuaian iuran BPJS Kesehatan pada awal tahun depan untuk kelompok PBI (Penerima Bantuan Iuran) menjadi Rp 42.000 per bulan per jiwa. Sedangkan untuk kelompok mandiri pada kelas I Rp 160.000 per bulan per jiwa, kelas II Rp 120.000 per bulan per jiwa, dan kelas III Rp 42.000 per bulan per jiwa.

“Iuran naik dua kali lipat? Narasinya tidak begitu, untuk nonformal itu sama dengan kurang lebih Rp 5.000 per hari untuk dana pemeliharaan kesehatan,” kata Fachmi. (jpc/ram)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyiapkan dana cadangan sebesar Rp10 triliun mengatasi defisit yang dialami BPJS Kesehatan. Dana cadangan ini untuk membayar iuran peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dari kelompok Penerima Bantuan Iuran (PBI) pusat dan daerah.

Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengatakan, dana cadangan ini sebagai solusi jangka pendek defisit. “(Jumlah dana cadangan, Red) Itu tergantung peraturan presiden. Bulan Oktober, bisa Rp 7-8 triliun, ada (bantuan, Red) pemda Rp 2-3 triliun,” ungkap Wamenkeu Mardiasmo di Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta, Senin (7/10).

Ia mengatakan, defisit keuangan BPJS Kesehatan terjadi karena adanya tumpang tindih kepesertaan JKN kategori Peserta Bukan Penerima Upah peserta JKN untuk informal dan mandiri kurang lebih 32 juta orang.

Bleeding peserta JKN ini membuat BPJS Kesehatan desifit dengan proyeksi Rp 32 triliun sampai akhir 2019. Defisit naik dari tahun sebelumnya sebesar Rp18,3 triliun.

“Ini yang membuat ini (BPJS Kesehatan, Red) berdarah-darah atau bleeding. Lainnya tidak membuat bleeding,” ujar dia.

Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fachmi Idris menyebut defisit yang dialami BPJS akan terus membengkak jika iuran JKN tidak disesuaikan. Di 2024, defisit diperkirakan mencapai Rp77 triliun.

“Tahun ini proyeksi defisit Rp32 triliun. Defisit Naik dari tahun 2018 sebesar Rp18,3 triliun,” kata Fachmi.

BPJS Kesehatan juga akan menaikkan iuran pada 1 Januari 2020 tidak berat. Pasalnya, besarnya iuran tersebut setara dengan mencicil Rp 5.000 per hari.

Kementerian Keuangan mengusulkan penyesuaian iuran BPJS Kesehatan pada awal tahun depan untuk kelompok PBI (Penerima Bantuan Iuran) menjadi Rp 42.000 per bulan per jiwa. Sedangkan untuk kelompok mandiri pada kelas I Rp 160.000 per bulan per jiwa, kelas II Rp 120.000 per bulan per jiwa, dan kelas III Rp 42.000 per bulan per jiwa.

“Iuran naik dua kali lipat? Narasinya tidak begitu, untuk nonformal itu sama dengan kurang lebih Rp 5.000 per hari untuk dana pemeliharaan kesehatan,” kata Fachmi. (jpc/ram)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/