25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Anas Kecipratan Rp 2,2 Miliar

anas
anas

SUMUTPOS.CO – Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum disebut mendapat jatah sebesar Rp2,21 miliar dari proyek pembangunan saran dan prasarana di Bukit Hambalang. Hal itu terungkap dari dakwaan terdakwa kasus dugaan korupsi Hambalang Deddy Kusdinar yang dibacakan secara bergantian oleh Jaksa Penuntut Umum KPK di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (7/11).

Menurut Jaksa, uang tersebut untuk keperluan Anas yang saat itu mencalonkan diri sebagai calon Ketua Umum dalam kongres Partai Demokrat 2010.

“Untuk memenangkan lelang pekerjaan fisik proyek Hambalang, PT Adhi Karya n
telah memberikan uang sebesar Rp14,601 miliar yang sebagian berasal dari PT Wika sebesar Rp6,925 milar, kepada Anas Urbaningrum sebesar Rp2,21 miliar,” kata Jaksa Jaya saat membacakan dakwaan Deddy.

Dalam dakwaan disebutkan uang itu untuk akomodasi selama kongres Partai Demokrat. Diantaranya untuk membayar hotel, sewa mobil untuk pendukung Anas, membeli handphone blackberry, dan jamuan para tamu, serta biaya entertainment.

Jatah untuk Anas diserahkan secara bertahap oleh Teuku Bagus melalui Munadi Herlambang, Indrajaja Manopol (Direktur Operasi PT Adhi Karya) dan Ketut Darmawan (Direktur Operasi PT Pembangunan Perumahan).

“Uang-uang ini diserahkan Teuku Bagus melalui Munadi Herlambang, Indrajaja Manopol, Direktur Operasi PT Adhi Karya dan Ketut Darmawan, Direktur Operasi PT Pembangunan Perumahan atas permintaan Muchayat,” sambung Jaksa Jaya.

Uang kepada mantan Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) tersebut diserahkan secara bertahap.

Dikonfirmasi kemarin malam, Anas membantah kecipratan jatah sebesar Rp2,21 miliar dari proyek Hambalang.

Anas malah merasa heran dengan angka yang muncul dalam dakwaan untuk terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan sarana dan prasarana proyek Hambalang Deddy Kusdinar
“Dulu tuduhan ke saya adalah terima Rp50 miliar dari Adhi Karya untuk biaya Kongres. Kok sekarang berkurang banyak sekali. Ke mana yang lain? Lho, katanya saya dituduh gratifikasi Harrier dari Adhi Karya?” kata Anas kepada Jawa Pos (grup Sumut Pos), Kamis (7/11).

Karena itu, ia menyebut hal itu sebagai sebuah fitnah. “Bisa dipastikan itu bagian dari orkestra fitnah yang selama ini dijalankan Sang Sutradara lewat aktor-aktornya di lapangan,” katanya.

Lebih lanjut, Anas mengaku tidak pernah menerima uang dari PT Adhi Karya. “Saya tidak pernah terima satu rupiah pun dari Adhi Karya. Jangankan menerima, tahu saja tidak,” katanya.

“Fitnah kok dilembagakan. Silakan saja terus main fitnah. Tetapi saya yakin Sutradara dan aktor-aktornya, termasuk pesuruh-pesuruhnya, akan dapat balasan dari Tuhan. Balasannya bisa langsung atau tidak langsung, bisa balasan tunai atau bisa dicicil. Bisa kepada dirinya atau kepada keluarganya, bisa di dunia atau di akhirat,” sambungnya.

Dalam dakwaan disebutkan uang Rp2,21 miliar itu untuk akomodasi selama kongres Partai Demokrat. Di antaranya untuk membayar hotel, sewa mobil untuk pendukung Anas, membeli handphone blackberry, dan jamuan para tamu, serta biaya entertainer.

Jatah untuk Anas diserahkan secara bertahap oleh Teuku Bagus melalui Munadi Herlambang, Direktur Operasi PT Adhi Karya Indrajaja Manopol, dan Direktur Operasi PT Pembangunan Perumahan Ketut Darmawan.

Menurut Anas hal itu sangatlah janggal. Mantan anggota KPU itu mengaku sudah menanyakan kepada Munadi perihal penerimaan uang. “Dia (Munadi) membantah telah menerima uang untuk saya,” katanya.

Anas mengaku tidak pernah menyuruh orang lain untuk menerima uang dari proyek Hambalang. “Saya tidak pernah tahu, apalagi menyuruh orang lain untuk terima uang dari proyek Hambalang. Tidak ada satu orang pun,” katanya.

Anas juga dikabarkan pernah meminta mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin mundur dari proyek pembangunan pusat sarana dan prasarana di Bukit Hambalang, Jawa Barat, tersebut. Upaya turun tangan yang dilakukan Anas itu karena PT Adhi Karya sempat berselisih dengan perusahaan Nazaruddin yang juga mengincar proyek mercusuar Hambalang.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK di sidang Pengadilan Tipikor Jakarta pada Kamis (7/11), I Kadek Wiradana menjelaskan, PT Adhi Karya meminta bantuan Anas agar mendepak Nazaruddin dari proyek tersebut.  Cara itu dilakukan Adhi Karya lantaran Mindo Rosalina Manulang, yang merupakan anak buah Nazaruddin terus-menerus mendesak Adhi Karya mundur dari proyek Hambalang.

“Mindo Rosalina Manulang sempat melakukan pertemuan dengan Manajer Pemasaran PT Adhi Karya, Arief Taufiqurrahman, di Hotel Dharmawangsa. Rosa meminta PT Adhi Karya mundur dari proyek Hambalang,” kata JPU Wiradana saat membacakan surat dakwaan dalam sidang.

Desakan mundur itu disampaikan Mindo karena bosnya Nazaruddin yang akan mengerjakan proyek Hambalang itu dengan membawa PT Duta Graha Indah.

“Mindo Rosalina mengatakan telah mengeluarkan banyak uang untuk proyek Hambalang. Arief lalu mengadukan permasalahan ini kepada Kepala Divisi Konstruksi Jakarta I PT Adhi Karya Teuku Bagus yang akhirnya diteruskan kepada Mahfud Suroso untuk disampaikan ke Anas. Teuku Bagus meminta tolong Mahfud Suroso karena Mindo Rosalina terus mengganggu,” sambung jaksa.

Untuk mempertegas permintaan Adhi Karya itu, menurut Jaksa, Anas kemudian menggelar pertemuan dengan Mahfud Suroso dan Nazaruddin pada acara buka puasa bersama. Saat itu Anas meminta Nazaruddin agar mundur dan tidak mengambil proyek Hambalang.

Dari persidangan itu juga terungkap, Ketua Komisi X DPR Mahyuddin mendapat jatah Rp600 juta dari PT Adhi Karya setelah sebelumnya menerima usulan penambahan anggaran proyek sport center Hambalang di APBN-P 2010 tanpa proses berbelit.

Sebagaimana disebutkan, sebelumnya, pada Januari 2010 Kemenpora mengajukan usulan penambahan anggaran P3SON Hambalang sebesar Rp625 miliar dalam APBN-P 2010. Pokja Anggaran Komisi X menyetujui penambahan dana sebesar Rp150 miliar dalam APBN-P 2010 tanpa melalui proses RDP antara Pokja dengan Kemenpora.

“Persetujuan penambahan diteken Mahyudin selaku pimpinan Komisi X dan jajarannya, Rully Chairul Azwar, Abdul Hakam Naja, dan ditandatangani anggota pokja seperti Angelina Sondakh, Wayan Koster, Kahar Muzakir, Juhaaeni Alie dan Mardiyana Indra Wati,” kata Jaksa Kadek saat membacakan dakwaan Deddy.

Setelah mendapat persetujuan itu, Sesmenpora Wafid Muharam meminta uang kepada PT Adhi Karya sebesar Rp600 juta. Permintaan itu disampaikan Wafid kepada Paul Nelwan. Selanjutnya, uang itu diserahkan ke Mahyudin saat kongres Partai Demokrat di Bandung.

Sementara, terkait anggaran proyek Hambalang, juga disebutkan mantan Menpora Andi Alifian Mallarangeng meminta Sesmenpora Wafid Muharam terus menjalin komunikasi dengan anggota Komisi X. Andi menggelar pertemuan di ruang kerjanya untuk membicarakan usulan penambahan anggaran itu.

“Saat itu yang hadir adalah anggota Komisi X dari Partai Demokrat, Mahyuddin, Angelina Sondakh, Mirwan Amir dan Nazaruddin,” kata jaksa.

Andi dan Wafid melakukan pertemuan di ruangan Menpora dengan anggota DPR dan Fraksi Partai Demokrat yang bertugas di Komisi X dan Banggar DPR. Dalam pertemuan itu Andi juga mewanti-wanti agar jangan ada keluhan dari anggota DPR Komisi X. Jika ada komplain, Andi menilai Wafid gagal dalam bertugas. (flo/gil/jpnn)

anas
anas

SUMUTPOS.CO – Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum disebut mendapat jatah sebesar Rp2,21 miliar dari proyek pembangunan saran dan prasarana di Bukit Hambalang. Hal itu terungkap dari dakwaan terdakwa kasus dugaan korupsi Hambalang Deddy Kusdinar yang dibacakan secara bergantian oleh Jaksa Penuntut Umum KPK di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (7/11).

Menurut Jaksa, uang tersebut untuk keperluan Anas yang saat itu mencalonkan diri sebagai calon Ketua Umum dalam kongres Partai Demokrat 2010.

“Untuk memenangkan lelang pekerjaan fisik proyek Hambalang, PT Adhi Karya n
telah memberikan uang sebesar Rp14,601 miliar yang sebagian berasal dari PT Wika sebesar Rp6,925 milar, kepada Anas Urbaningrum sebesar Rp2,21 miliar,” kata Jaksa Jaya saat membacakan dakwaan Deddy.

Dalam dakwaan disebutkan uang itu untuk akomodasi selama kongres Partai Demokrat. Diantaranya untuk membayar hotel, sewa mobil untuk pendukung Anas, membeli handphone blackberry, dan jamuan para tamu, serta biaya entertainment.

Jatah untuk Anas diserahkan secara bertahap oleh Teuku Bagus melalui Munadi Herlambang, Indrajaja Manopol (Direktur Operasi PT Adhi Karya) dan Ketut Darmawan (Direktur Operasi PT Pembangunan Perumahan).

“Uang-uang ini diserahkan Teuku Bagus melalui Munadi Herlambang, Indrajaja Manopol, Direktur Operasi PT Adhi Karya dan Ketut Darmawan, Direktur Operasi PT Pembangunan Perumahan atas permintaan Muchayat,” sambung Jaksa Jaya.

Uang kepada mantan Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) tersebut diserahkan secara bertahap.

Dikonfirmasi kemarin malam, Anas membantah kecipratan jatah sebesar Rp2,21 miliar dari proyek Hambalang.

Anas malah merasa heran dengan angka yang muncul dalam dakwaan untuk terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan sarana dan prasarana proyek Hambalang Deddy Kusdinar
“Dulu tuduhan ke saya adalah terima Rp50 miliar dari Adhi Karya untuk biaya Kongres. Kok sekarang berkurang banyak sekali. Ke mana yang lain? Lho, katanya saya dituduh gratifikasi Harrier dari Adhi Karya?” kata Anas kepada Jawa Pos (grup Sumut Pos), Kamis (7/11).

Karena itu, ia menyebut hal itu sebagai sebuah fitnah. “Bisa dipastikan itu bagian dari orkestra fitnah yang selama ini dijalankan Sang Sutradara lewat aktor-aktornya di lapangan,” katanya.

Lebih lanjut, Anas mengaku tidak pernah menerima uang dari PT Adhi Karya. “Saya tidak pernah terima satu rupiah pun dari Adhi Karya. Jangankan menerima, tahu saja tidak,” katanya.

“Fitnah kok dilembagakan. Silakan saja terus main fitnah. Tetapi saya yakin Sutradara dan aktor-aktornya, termasuk pesuruh-pesuruhnya, akan dapat balasan dari Tuhan. Balasannya bisa langsung atau tidak langsung, bisa balasan tunai atau bisa dicicil. Bisa kepada dirinya atau kepada keluarganya, bisa di dunia atau di akhirat,” sambungnya.

Dalam dakwaan disebutkan uang Rp2,21 miliar itu untuk akomodasi selama kongres Partai Demokrat. Di antaranya untuk membayar hotel, sewa mobil untuk pendukung Anas, membeli handphone blackberry, dan jamuan para tamu, serta biaya entertainer.

Jatah untuk Anas diserahkan secara bertahap oleh Teuku Bagus melalui Munadi Herlambang, Direktur Operasi PT Adhi Karya Indrajaja Manopol, dan Direktur Operasi PT Pembangunan Perumahan Ketut Darmawan.

Menurut Anas hal itu sangatlah janggal. Mantan anggota KPU itu mengaku sudah menanyakan kepada Munadi perihal penerimaan uang. “Dia (Munadi) membantah telah menerima uang untuk saya,” katanya.

Anas mengaku tidak pernah menyuruh orang lain untuk menerima uang dari proyek Hambalang. “Saya tidak pernah tahu, apalagi menyuruh orang lain untuk terima uang dari proyek Hambalang. Tidak ada satu orang pun,” katanya.

Anas juga dikabarkan pernah meminta mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin mundur dari proyek pembangunan pusat sarana dan prasarana di Bukit Hambalang, Jawa Barat, tersebut. Upaya turun tangan yang dilakukan Anas itu karena PT Adhi Karya sempat berselisih dengan perusahaan Nazaruddin yang juga mengincar proyek mercusuar Hambalang.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK di sidang Pengadilan Tipikor Jakarta pada Kamis (7/11), I Kadek Wiradana menjelaskan, PT Adhi Karya meminta bantuan Anas agar mendepak Nazaruddin dari proyek tersebut.  Cara itu dilakukan Adhi Karya lantaran Mindo Rosalina Manulang, yang merupakan anak buah Nazaruddin terus-menerus mendesak Adhi Karya mundur dari proyek Hambalang.

“Mindo Rosalina Manulang sempat melakukan pertemuan dengan Manajer Pemasaran PT Adhi Karya, Arief Taufiqurrahman, di Hotel Dharmawangsa. Rosa meminta PT Adhi Karya mundur dari proyek Hambalang,” kata JPU Wiradana saat membacakan surat dakwaan dalam sidang.

Desakan mundur itu disampaikan Mindo karena bosnya Nazaruddin yang akan mengerjakan proyek Hambalang itu dengan membawa PT Duta Graha Indah.

“Mindo Rosalina mengatakan telah mengeluarkan banyak uang untuk proyek Hambalang. Arief lalu mengadukan permasalahan ini kepada Kepala Divisi Konstruksi Jakarta I PT Adhi Karya Teuku Bagus yang akhirnya diteruskan kepada Mahfud Suroso untuk disampaikan ke Anas. Teuku Bagus meminta tolong Mahfud Suroso karena Mindo Rosalina terus mengganggu,” sambung jaksa.

Untuk mempertegas permintaan Adhi Karya itu, menurut Jaksa, Anas kemudian menggelar pertemuan dengan Mahfud Suroso dan Nazaruddin pada acara buka puasa bersama. Saat itu Anas meminta Nazaruddin agar mundur dan tidak mengambil proyek Hambalang.

Dari persidangan itu juga terungkap, Ketua Komisi X DPR Mahyuddin mendapat jatah Rp600 juta dari PT Adhi Karya setelah sebelumnya menerima usulan penambahan anggaran proyek sport center Hambalang di APBN-P 2010 tanpa proses berbelit.

Sebagaimana disebutkan, sebelumnya, pada Januari 2010 Kemenpora mengajukan usulan penambahan anggaran P3SON Hambalang sebesar Rp625 miliar dalam APBN-P 2010. Pokja Anggaran Komisi X menyetujui penambahan dana sebesar Rp150 miliar dalam APBN-P 2010 tanpa melalui proses RDP antara Pokja dengan Kemenpora.

“Persetujuan penambahan diteken Mahyudin selaku pimpinan Komisi X dan jajarannya, Rully Chairul Azwar, Abdul Hakam Naja, dan ditandatangani anggota pokja seperti Angelina Sondakh, Wayan Koster, Kahar Muzakir, Juhaaeni Alie dan Mardiyana Indra Wati,” kata Jaksa Kadek saat membacakan dakwaan Deddy.

Setelah mendapat persetujuan itu, Sesmenpora Wafid Muharam meminta uang kepada PT Adhi Karya sebesar Rp600 juta. Permintaan itu disampaikan Wafid kepada Paul Nelwan. Selanjutnya, uang itu diserahkan ke Mahyudin saat kongres Partai Demokrat di Bandung.

Sementara, terkait anggaran proyek Hambalang, juga disebutkan mantan Menpora Andi Alifian Mallarangeng meminta Sesmenpora Wafid Muharam terus menjalin komunikasi dengan anggota Komisi X. Andi menggelar pertemuan di ruang kerjanya untuk membicarakan usulan penambahan anggaran itu.

“Saat itu yang hadir adalah anggota Komisi X dari Partai Demokrat, Mahyuddin, Angelina Sondakh, Mirwan Amir dan Nazaruddin,” kata jaksa.

Andi dan Wafid melakukan pertemuan di ruangan Menpora dengan anggota DPR dan Fraksi Partai Demokrat yang bertugas di Komisi X dan Banggar DPR. Dalam pertemuan itu Andi juga mewanti-wanti agar jangan ada keluhan dari anggota DPR Komisi X. Jika ada komplain, Andi menilai Wafid gagal dalam bertugas. (flo/gil/jpnn)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/