JAKARTA-Akhir tahun masih 23 hari lagi, namun tingginya konsumsi membuat jatah BBM subsidi tahun ini diperkirakan bakal habis dalam hitungan dua pekan lagi.
Dirjen Migas Kementerian ESDM Evita H. Legowo mengatakan, dengan tren konsumsi harian BBM subsidi saat ini, maka kuota BBM subsidi yang sebesar 40,49 juta kiloliter (kl) tidak akan cukup hingga akhir tahun. “Kelihatannya akan habis di minggu ke-3 Desember,” ujarnya di Jakarta, Selasa (8/12).
Karena itu, agar masyarakat masih bisa menikmati pasokan BBM subsidi hingga akhir tahun ini, maka pemerintah akan segera mengajukan tambahan kuota sebesar 500 ribu-1 juta kln
“Nanti akan segera dibahas dengan DPR,” katanya.
Imbas menipisnya jatah BBM subsidi saat ini sudah dirasakan oleh masyarakat, khususnya yang berada di luar Jawa. Pasalnya, Pertamina selaku penyalur BBM subsidi menerapkan sistem ketat dalam distribusi BBM subsidi. “Pertamina ini kan hanya menyalurkan, kuotanya sudah ditentukan oleh pemerintah dan DPR dalam APBN. Jadi, kalau konsumsi BBM subsidi di suatu daerah sangat tinggi dan melampaui kuota, ya kami terpaksa membatasi,” ujar VP Komunikasi PT Pertamina Mochamad Harun.
Dia mengakui, secara nasional, rata-rata konsumsi BBM subsidi sudah melampaui kuota bulanan yang ditetapkan. Akibatnya, menjelang akhir tahun, Pertamina memperketat penyaluran agar volume BBM bersubsidi tidak membengkak dan melampaui kuota yang ditetapkan dalam APBN. “Terutama untuk Premium dan Solar, sudah melampaui kuota,” katanya.
Data Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menunjukkan, Premium menjadi jenis BBM dengan konsumsi paling tinggi yang melampaui kuota. Sepanjang Januari-Oktober 2011, konsumsi Premium tercatat sebesar 21,02 juta kiloliter (kl) atau 103,8 persen dari jatah Januari-Oktober. Sehingga, sampai akhir tahun nanti, jatah Premium subsidi tinggal 14,33 persen dari total kuota 24,53 juta kl.
Adapun Solar, konsumsinya mencapai 11,94 juta kl atau 102,4 persen dari jatah Januari-Oktober. Hingga akhir tahun, jatah Solar subsidi tinggal 15,63 persen dari total kuota 14,15 juta kl. Kepala BPH Migas Tubagus Haryono mengatakan, salah satu faktor membengkaknya konsumsi BBM subsidi, terutama jenis Premium dan Solar, adalah laju pertambahan jumlah kendaraan bermotor. “Kenaikan jumlah kendaraan bermotor memang signifikan,” ujarnya.
Pengamat Migas yang juga Direktur Eksekutif Pri Agung Rakhmanto memperkirakan, tanpa pengetatan penyaluran, maka kuota BBM subsidi tahun ini akan jebol. “Kemungkinan bisa 1,5 juta kl di atas kuota,” katanya.
Menurut Pri Agung, bobolnya konsumsi BBM subsidi merupakan akibat dari lambannya pemerintah dalam menentukan kebijakan dalam pengendalian BBM. “Pemerintah tidak berani menaikkan harga, sedangkan program pembatasan BBM juga maju mundur tidak ada kejelasan,” ucapnya.
Sementara itu, Anggota Komisi VII yang juga Anggota Badan Anggaran DPR Satya W Yudha mengatakan, jebolnya kuota BBM bersubsidi ini harus menjadi perhatian serius pemerintah. ‘Janganlah pemerintah itu selalu ribut soal kuota BBM tiap akhir tahun. Sebab, kejadian seperti terus berulang setiap tahun,’ ujarnya ketika dihubungi Jawa Pos (grup Sumut Pos) tadi malam.
Menurut Satya, berdasar data yang diperolehnya dari Pertamina, sebenarnya kuota BBM subsidi bahkan sudah habis sekitar akhir November atau awal Desember ini. “Sebab, ada kebijakan bahwa selama Sea Games, pasokan BBM harus aman,’ katanya.
Dengan demikian, berdasar kalkulasi Satya, maka tambahan kuota BBM yang akan diajukan pemerintah bakal melampaui 1 juta kl. Hitungannya, untuk menutup konsumsi BBM selama Desember sebesar 3,4 juta kl dan kekurangan sebesar 1,6 juta kl, sehingga totalnya butuh 5 juta kl. “Artinya, anggaran subsidi harus ditambah Rp 10 triliun,” ucapnya.
Satya menyebut, karena menyangkut anggaran, maka usulan tambahan kuota akan dibahas terlebih dahulu oleh Badan Anggaran DPR. “Jadi, persetujuannya nanti tergantung di Badan Anggaran,” ujarnya.
Menurut Satya, pemerintah bisa saja menggunakan Sisa Anggaran Lebih (SAL) dari APBN-P 2011 untuk menutup kebutuhan tambahan kuota BBM. Namun, lanjut dia, hal itu akan berimbas negatif karena anggaran yang mestinya dibelanjakan untuk kegiatan produktif harus dialihkan untuk membayar subsidi. “Karena itu, yang terpenting adalah bagaimana agar kejadian seperti ini tidak terus terulang setiap tahun. Jika pemerintah ingin menjalankan program pembatasan BBM ya harus segera dilakukan, jangan maju mundur terus,” paparnya. (owi/jpnn)