26 C
Medan
Sunday, June 30, 2024

Angka Golput Tinggi, Rakyat Jenuh Pilkada

JAKARTA – Rendahnya tingkat partisipasi warga di pilgub Sumut, mendapat tanggapan dari Mendagri Gamawan Fauzi. Menteri asal Solok, Sumbar itu mengaku heran, angka golput di pilgub Sumut cukup tinggi, yang dugaan sementara mendekati angka 50 persen.

SOSIALISASI: Para perempuan cantik berpose  kaos bertuliskan ‘Golput Bukan Pilihan’  kaitan sosialisasi Pemilu  Pilkada oleh KPU Pusat  Jakarta, beberapa waktu lalu.//sumut pos
SOSIALISASI: Para perempuan cantik berpose dengan kaos bertuliskan ‘Golput Bukan Pilihan’ dalam kaitan sosialisasi Pemilu dan Pilkada oleh KPU Pusat di Jakarta, beberapa waktu lalu.//sumut pos

“Saya nggak tahu di Sumut ini, kok sedikit sekali (tingkat partisipasinya, Red),” ujar Gamawan Fauzi kepada wartawan di kantonya, kemarin (8/3).

Namun, dia menduga, tingginya angka golput ini disebabkan karena rakyat sudah jenuh dengan pilkada. Pasalnya, selain pilgub, ada juga pilpres, pileg, pilkada bupati/walikota, dan pilkades, yang semuanya dilakukan secara langsung. Jadi, ada lima pemilihan langsung.

“Ini perlu kajian, apa karena rakyat sudah jenuh karena dalam lima tahun rata-rata lima kali pemilihan,” ujar Gamawan.
Dia menyebutkan, memang sejak pilkada pertama kali digelar pada 2005, tingkat partisipasi warga menunjukkan tren yang terus menurun.

Di awal-awal pilkada langsung, tingkat partisipasi warga di kisaran angka 70 persen. Namun terus menurun, belakangan hanya pada kisaran 60 persen, seperti terjadi di pilgub Jabar dan DKI Jakarta. Jika benar di Sumut mencapai 50 persen, ini menunjukkan penurunan yang drastis.

Karena itu, Gamawan menjelaskan, pihaknya mendorong agar dalam lima tahun cukup dua kali pemilihan langsung saja. Format yang ditawarkan mendagri, pemilihan gubernur, bupati/walikota, DPRD provinsi dan DPRD Kabupaten/kota, dilakukan serentak dalam satu provinsi.

Selanjutnya, pilpres dan pileg dilakukan bersamaan secara terpisah. Memang akan ada persoalan karena jumlah perolehan suara parpol di pileg, juga menjadi persyaratan pengajuan capres.
“Ini hanya tawaran, yang masih perlu dibahas lagi karena kita toh tidak kaku. Beberapa alternatif sudah muncul,” ujarnya.

Kegagalan KPUD

Dari Tebingtinggi dilaporkan, tingginya angka golput hingga mencapai 50 persen di Tebingtinggi dituding akibat  kelemahan Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Tebingtinggi melakukan sosialiasi menyeluruh kepada masyarakat Tebingtinggi.
“Coba saja, apa yang dilakukan KPUD Tebingtinggi menjelang Pilgubsu?” ungkap Wali Kota LIRA Tebingtinggi Syaiful Amuan kepada Sumut Pos, Jumat (8/3).

Menurut Syaiful, banyaknya anggaran yang diterima KPUD Tebingtinggi dari KPUD Sumut jelas tak dilaksanakan secara berkelanjutan. Sosialisasi hanya  dilakukan sebatas baliho di pinggir jalan. “KPUD Tebingtinggi harus turun ke kelurahan dengan mengundang masyarakat dengan mendatangkan narasumber sebagai pembicara. Juga soal pentingnya masyarakat memberikan hak suara. Jangan KPUDnya hanya duduk-duduk saja di kantor dan terimah gaji,”kesal Amuan.

Pernyataan Walikota LIRA Kota Tebingtinggi mendapat bantahan dari pihak KPUD Tebingtinggi, melalui Salmon Ginting bagian Humasnya membantah pernyataan Walikota LIRA yang mengatakan bahwa kegagalan Pilgubsu dengan 50 persen masyarakat melakukan golput bukan kesalahan KPUD Tebingtinggi.

“Ada beberapa faktor dimana masyarakat tidak mau memberikan hak suaranya, diantaranya tingkat kesadaran masyarakat semangkin turun melihat pesta demokrasi pemilihan kepada daerah, tim kampanye dan partai pendukung tidak mau langsung melakukan interaksi dengan calon pemilihnya di kelurahan-kelurahan. KPUD tidak bisa berbuat banyak karena minimnya anggaran,”bilang Salmon.

Tambah Salom kembali, KPUD telah melakukan sosialisasi Pilgubsu kepada masyarakat Kota Tebingtinggi, melalui radio kita telah menyerukan mengajak masyarakat jangan golput dan kepada pemilih pemula, KPUD Tebingtinggi juga melakukan sosialisasi di sekolah-sekolah seperti SMK Negeri 2 Tebingtinggi dan KPUD juga melakukan sosialisasi Pilgubsu ke kelurahan-kelurahan dibantu dengan kerjasama Pemerintah Kota Tebingtinggi. “Setelah pelaksanaan Pilgubsu berakhir dan golput dinyatakan hampir 50 persen terjadi jangan disalahkan KPUD,”ungkap Salmon.

Di Tebingtinggi pasangan Gatot-Tenku Erry Nuradi menang di sejumlah TPS dengan perolehan suara 18.615, posisi kedua ditempati oleh pasangan Gusman dengan suara 17.930, ketiga oleh pasangan ESJA dengan suara 9.743, keempat oleh pasangan Cahiruman-Fadly dengan jumlah suara 4.389 dan posisi kelima oleh pasangan Amri-RE dengan perolehan suara 3.356. Sementara jumlah DPT di Tebingtinggi tercatat sebanyak 120.167, yang memilih sebanyak 54.033 (44,96%) makan yang melakukan golput atau tidak memilih sebanyak 66.133 (54%).

Sebagai perbandingan Sumut Pos langsung turun kemasyarakat mencari penyebab mengapa masyarakat tidak mau mendatangi TPS untuk memberikan suaranya, dari beberapa keterangan masyarakat menyimpulkan bahwa kebanyakan masyarakat masih berioritas kepada money politik, tidak terdaftar, tidak menerima formulir undangan C6 dan tidak mau tahu dengan perpolitikan.

Santi (36), warga Jalan Gunung Martibang Kota Tebingtinggi, mengaku tidak melakukan pencoblosan karena tidak mendapat undangan C6 dari pihak KPPS di kelurahan, sementara dia sudah mendapat elektrik KTP (e-KTP). “Malas tak ada undangan formulir ke TPS,”jelasnya. Sementara Supriadi (48) warga Jalan karya Kota Tebingtinggi mengaku sudah mendapat formulir C6 untuk ke TPS, tetapi dirinya malas memberikan hak suaranya karena tidak ada yang memberikan uang untuk ganti biaya kerja libur satu hari bekerja. “Kalau ada yang memberikan uang saya pergi ke TPS, lebih baik pergi bekerja saja,”ujarnya.(sam/ian)
Terpisah, Rusli warga Jalan Gatot Subroto Kota Tebingtinggi malas datang ke TPS dikarenakan kecewa melihat banyakanya pimpinan partai politik dan pejabat yang tersandung korupsi setelah duduk menjadi pemimpin. Rusli menyimpulkan siapapun yang terpilih menjadi Gubsu nasib rakyat kecil tetap miskin. “Siapapun gubernur, nasib kami begini-gini saja,”katanya.  (sam/ian)

JAKARTA – Rendahnya tingkat partisipasi warga di pilgub Sumut, mendapat tanggapan dari Mendagri Gamawan Fauzi. Menteri asal Solok, Sumbar itu mengaku heran, angka golput di pilgub Sumut cukup tinggi, yang dugaan sementara mendekati angka 50 persen.

SOSIALISASI: Para perempuan cantik berpose  kaos bertuliskan ‘Golput Bukan Pilihan’  kaitan sosialisasi Pemilu  Pilkada oleh KPU Pusat  Jakarta, beberapa waktu lalu.//sumut pos
SOSIALISASI: Para perempuan cantik berpose dengan kaos bertuliskan ‘Golput Bukan Pilihan’ dalam kaitan sosialisasi Pemilu dan Pilkada oleh KPU Pusat di Jakarta, beberapa waktu lalu.//sumut pos

“Saya nggak tahu di Sumut ini, kok sedikit sekali (tingkat partisipasinya, Red),” ujar Gamawan Fauzi kepada wartawan di kantonya, kemarin (8/3).

Namun, dia menduga, tingginya angka golput ini disebabkan karena rakyat sudah jenuh dengan pilkada. Pasalnya, selain pilgub, ada juga pilpres, pileg, pilkada bupati/walikota, dan pilkades, yang semuanya dilakukan secara langsung. Jadi, ada lima pemilihan langsung.

“Ini perlu kajian, apa karena rakyat sudah jenuh karena dalam lima tahun rata-rata lima kali pemilihan,” ujar Gamawan.
Dia menyebutkan, memang sejak pilkada pertama kali digelar pada 2005, tingkat partisipasi warga menunjukkan tren yang terus menurun.

Di awal-awal pilkada langsung, tingkat partisipasi warga di kisaran angka 70 persen. Namun terus menurun, belakangan hanya pada kisaran 60 persen, seperti terjadi di pilgub Jabar dan DKI Jakarta. Jika benar di Sumut mencapai 50 persen, ini menunjukkan penurunan yang drastis.

Karena itu, Gamawan menjelaskan, pihaknya mendorong agar dalam lima tahun cukup dua kali pemilihan langsung saja. Format yang ditawarkan mendagri, pemilihan gubernur, bupati/walikota, DPRD provinsi dan DPRD Kabupaten/kota, dilakukan serentak dalam satu provinsi.

Selanjutnya, pilpres dan pileg dilakukan bersamaan secara terpisah. Memang akan ada persoalan karena jumlah perolehan suara parpol di pileg, juga menjadi persyaratan pengajuan capres.
“Ini hanya tawaran, yang masih perlu dibahas lagi karena kita toh tidak kaku. Beberapa alternatif sudah muncul,” ujarnya.

Kegagalan KPUD

Dari Tebingtinggi dilaporkan, tingginya angka golput hingga mencapai 50 persen di Tebingtinggi dituding akibat  kelemahan Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Tebingtinggi melakukan sosialiasi menyeluruh kepada masyarakat Tebingtinggi.
“Coba saja, apa yang dilakukan KPUD Tebingtinggi menjelang Pilgubsu?” ungkap Wali Kota LIRA Tebingtinggi Syaiful Amuan kepada Sumut Pos, Jumat (8/3).

Menurut Syaiful, banyaknya anggaran yang diterima KPUD Tebingtinggi dari KPUD Sumut jelas tak dilaksanakan secara berkelanjutan. Sosialisasi hanya  dilakukan sebatas baliho di pinggir jalan. “KPUD Tebingtinggi harus turun ke kelurahan dengan mengundang masyarakat dengan mendatangkan narasumber sebagai pembicara. Juga soal pentingnya masyarakat memberikan hak suara. Jangan KPUDnya hanya duduk-duduk saja di kantor dan terimah gaji,”kesal Amuan.

Pernyataan Walikota LIRA Kota Tebingtinggi mendapat bantahan dari pihak KPUD Tebingtinggi, melalui Salmon Ginting bagian Humasnya membantah pernyataan Walikota LIRA yang mengatakan bahwa kegagalan Pilgubsu dengan 50 persen masyarakat melakukan golput bukan kesalahan KPUD Tebingtinggi.

“Ada beberapa faktor dimana masyarakat tidak mau memberikan hak suaranya, diantaranya tingkat kesadaran masyarakat semangkin turun melihat pesta demokrasi pemilihan kepada daerah, tim kampanye dan partai pendukung tidak mau langsung melakukan interaksi dengan calon pemilihnya di kelurahan-kelurahan. KPUD tidak bisa berbuat banyak karena minimnya anggaran,”bilang Salmon.

Tambah Salom kembali, KPUD telah melakukan sosialisasi Pilgubsu kepada masyarakat Kota Tebingtinggi, melalui radio kita telah menyerukan mengajak masyarakat jangan golput dan kepada pemilih pemula, KPUD Tebingtinggi juga melakukan sosialisasi di sekolah-sekolah seperti SMK Negeri 2 Tebingtinggi dan KPUD juga melakukan sosialisasi Pilgubsu ke kelurahan-kelurahan dibantu dengan kerjasama Pemerintah Kota Tebingtinggi. “Setelah pelaksanaan Pilgubsu berakhir dan golput dinyatakan hampir 50 persen terjadi jangan disalahkan KPUD,”ungkap Salmon.

Di Tebingtinggi pasangan Gatot-Tenku Erry Nuradi menang di sejumlah TPS dengan perolehan suara 18.615, posisi kedua ditempati oleh pasangan Gusman dengan suara 17.930, ketiga oleh pasangan ESJA dengan suara 9.743, keempat oleh pasangan Cahiruman-Fadly dengan jumlah suara 4.389 dan posisi kelima oleh pasangan Amri-RE dengan perolehan suara 3.356. Sementara jumlah DPT di Tebingtinggi tercatat sebanyak 120.167, yang memilih sebanyak 54.033 (44,96%) makan yang melakukan golput atau tidak memilih sebanyak 66.133 (54%).

Sebagai perbandingan Sumut Pos langsung turun kemasyarakat mencari penyebab mengapa masyarakat tidak mau mendatangi TPS untuk memberikan suaranya, dari beberapa keterangan masyarakat menyimpulkan bahwa kebanyakan masyarakat masih berioritas kepada money politik, tidak terdaftar, tidak menerima formulir undangan C6 dan tidak mau tahu dengan perpolitikan.

Santi (36), warga Jalan Gunung Martibang Kota Tebingtinggi, mengaku tidak melakukan pencoblosan karena tidak mendapat undangan C6 dari pihak KPPS di kelurahan, sementara dia sudah mendapat elektrik KTP (e-KTP). “Malas tak ada undangan formulir ke TPS,”jelasnya. Sementara Supriadi (48) warga Jalan karya Kota Tebingtinggi mengaku sudah mendapat formulir C6 untuk ke TPS, tetapi dirinya malas memberikan hak suaranya karena tidak ada yang memberikan uang untuk ganti biaya kerja libur satu hari bekerja. “Kalau ada yang memberikan uang saya pergi ke TPS, lebih baik pergi bekerja saja,”ujarnya.(sam/ian)
Terpisah, Rusli warga Jalan Gatot Subroto Kota Tebingtinggi malas datang ke TPS dikarenakan kecewa melihat banyakanya pimpinan partai politik dan pejabat yang tersandung korupsi setelah duduk menjadi pemimpin. Rusli menyimpulkan siapapun yang terpilih menjadi Gubsu nasib rakyat kecil tetap miskin. “Siapapun gubernur, nasib kami begini-gini saja,”katanya.  (sam/ian)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/