JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kementerian Agama (Kemenag) mengumumkan menggelar sidang isbat penetapan 1 Ramadan 1444 H/2023 M pada 22 Maret. Untuk mendukung sidang isbat, disiapkan 123 titik rukyatul hilal (pemantauan hilal) di 123 titik di seluruh Indonesia.
Di wilayah Provinsi Jawa Timur ada 27 titik pemantauan hilal di antaranya, di Pantai Tanjung Kodok Lamongan, Observatorium Jokotole IAIN Madura, dan di Pantai Wotgalih Kec. Yosowilangun Kab. Lumajang. Titik lokasi pemantauan hilal di Provinsi Jawa Tengah juga cukup banyak mencapai 17 lokasi. Di antaranya, di Rooftop Hotel Aston Cilacap, Menara Masjid Agung Nurul Kalam, dan Planetarium dan Observatorium UIN Walisongo Semarang.
Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kemenag Adib mengatakan, sidang isbat penetapan awal Ramadan selalu digelar pada tanggal 29 Syaban. “Tahun ini tanggal 29 Syaban bertepatan dengan 22 Maret,” katanya di Jakarta kemarin (8/3).
Jika pada 22 Maret nanti hilal bisa dilihat, maka awal puasa jatuh pada 23 Maret. Tetapi jika dari seluruh lokasi pemantauan hilal tidak ada yang melaporkan melihat hilal, maka awal Ramadan jatuh pada 24 Maret. Sebab bulan Syaban digenapkan atau disempurnakan (istimal) menjadi 30 hari. Adib menegaskan masyarakat sebaiknya menunggu hasil resmi sidang isbat Kemenag.
Dia menjelaskan, rangkaian sidang isbat digelae sebata hybrid antara offline di kantor Kemenag Jl MH Thamrin dan secara virtual. Rangkaian sidang isbat diawali dengan pemaparan posisi hilal awal Ramadan. Paparan posisi hilal ini berdasarkan hasil hisab atau perhitungan astronomi.
Rangkaian kedua, yaitu pelaksanaan Sidang Isbat Penetapan Awal Ramadan 1444 H. “Sesi ini akan dilaksanakan secara luring setelah Salat Magrib dan tertutup untuk umum,” ujarnya.
Selain data hisab, sidang isbat juga akan merujuk pada hasil rukyatul hilal yang akan dilaksanakan pada 123 lokasi di seluruh Indonesia. Sesi terakhir adalah konferensi pers hasil sidang isbat yang akan disiarkan secara langsung.
Hasil sidang isbat ini rencananya disampaikan langsung Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Karena pandemi sudah mereda, untuk kali pertama konferensi pers hasil sidang isbat bakal kembali bisa dihadiri wartawan secara langsung.
Sementara itu mantan kepala Lapan Thomas Djamaluddin menuturkan, potensi perbedaan penetapan awal puasa maupun lebaran masih berpotensi terjadi di Indonesia. Karena ada perbedaan kriteria penetapan, khususnya di kalangan Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU). Seperti diketahui Muhammadiyah menggunakan kreteria wujudul hilal yang berbasis hisab. Sedangkan NU menggunakan kriteria imkanul rukyat atau visibilitas hilal.
Dari perbedaan kriteria itu, Thomas mengatakan, untuk penetapan awal puasa hampir dipastikan serentak. Yaitu sama-sama pada tanggal 23 Maret. Karena pada saat 22 Maret tinggi hilal sudah memenuhi kriteria MABIMS 3 derajat dan kemungkinan besar bisa diamati. “Ada potensi perbedaan terkait (penetapan) Idul Fitri 1444 H,” katanya.
Dia mengatakan, pada tanggal 29 Ramadan atau 20 April, tinggi hilal belum memenuhi kriteria tinggi hilal MABIMS 3 derajat. Tapi hilal sudah di atas ufuk. Dengan demikian nantinya Muhammadiyah akan lebaran pada 21 April. Sementara NU serta pemerintah kemungkinan besar menetapkan 1 Syawal atau lebaran jatuh pada 22 April. Dia menegaskan masyarakat tetap sebaiknya hasil resmi sidang isbat.
Thomas menegaskan, sebab utama terjadinya perbedaan penentuan awal Ramadan, Idul Fitri, dan Idul Adha yang terus berulang karena belum disepakatinya kriteria awal bulan hijriyah. Prasyarat utama untuk terwujudnya unifikasi kalender hijriyah, harus ada otoritas tunggal.
Otoritas tunggal akan menentukan kriteria dan batas tanggalnya yang dapat diikuti bersama. Sedangkan kondisi saat ini, otoritas tunggal mungkin bisa diwujudkan dulu di tingkat nasional atau regional. “Kriteria diupayakan untuk disepakati Bersama,” kata Thomas. (wan/jpc/ila)