25 C
Medan
Sunday, September 29, 2024

Soros Biayai Panama Papers?

Bukankah ada kemungkinan yang terdaftar itu melakukan korupsi? Haiti menuturkan bahwa yang tercantum dalam dokumen tersebut belum tentu terkait korupsi. Hanya yang pasti itu soal menghindari membayar pajak. ”jangan dicap korupsi dulu,” terangnya.

Yang utama, terkait respon setelah Panama Papers itu keluar, seharusnya ada penelusuran terhadap data tersebut. Kalau Polri diminta menelusuri, tentu akan dilakukan. ”Tapi, ya harus kerjasama dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu),” papar Jenderal Berbintang empat tersebut

Sementara Kejaksaan Agung (Kejagung) juga mulai menyikapi terkait Panama Paper. Jaksa Agung muda Pidana Umum (Jampidum) Arminsyah menuturkan bahwa terkuaknya Panama Papers ini tentu membuat Kejagung harus mengkajinya. ”Kami lihat dulu semuanya,” terangnya.

Data Pemerintah

Pemerintah dalam hal ini Kemenkeu, mengklaim memiliki data lebih banyak dibanding Panama Papers, terkait pihak-pihak yang diduga melakukan penghindaran pajak. Menkeu Bambang Brodjonegoro mengakui, sejumlah nama dalam daftar Panama Papers tersebut sesuai dengan data DJP.”Kita periksa, tapi kita punya data sendiri. Panama papers atau apapun namanya itu kita pakai sebagai referensi tambahan. Yang pasti data kita lebih banyak dong,”ujarnya.

Bambang melanjutkan, pihaknya akan melakukan penelusuran lebih lanjut terkait nama-nama tersebut. Dalam dokumen tersebut, modus penghindaran pajak yang digunakan adalah dengan mendirikan perusahaan khusus dengan tujuan tertentu atau Special Purpose Vehicle (SPV) di negara-negara surga pajak seperti Panama. Tapi hal tersebut tersebut adalah praktik bisnis internasional yang biasa dilakukan di seluruh dunia.

“Jadi harus kita lihat dulu apakah transaksi tersebut berimplikasi pada pembayaran pajak yang tidak sesuai. Jadi SPV-nya tidak salah, yang penting transparan, laporannya jelas, termasuk otoritas pajak yang digunakan benar,”urainya.

Sementara itu, Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi menegaskan bahwa pihaknya justru sudah mempunyai data lebih dulu dari otoritas pajak resmi di negara-negara anggota G20 dibanding Panama Papers. Dari data tersebut, ada nama yang sama dan tidak. “Itu (Panama Papers) kan cuma nama, saya punya nama dan akunnya. Data saya lebih banyak, pokoknya lengkap lah. Tap[i memang ada yang mirip. Namanya bisa mirip, bisa tidak. Ini masih kita teliti dan saya belum bisa menyebutkannya,”tambah Ken. (geopoliticalmonitor/hep/idr/ken/kim)

Bukankah ada kemungkinan yang terdaftar itu melakukan korupsi? Haiti menuturkan bahwa yang tercantum dalam dokumen tersebut belum tentu terkait korupsi. Hanya yang pasti itu soal menghindari membayar pajak. ”jangan dicap korupsi dulu,” terangnya.

Yang utama, terkait respon setelah Panama Papers itu keluar, seharusnya ada penelusuran terhadap data tersebut. Kalau Polri diminta menelusuri, tentu akan dilakukan. ”Tapi, ya harus kerjasama dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu),” papar Jenderal Berbintang empat tersebut

Sementara Kejaksaan Agung (Kejagung) juga mulai menyikapi terkait Panama Paper. Jaksa Agung muda Pidana Umum (Jampidum) Arminsyah menuturkan bahwa terkuaknya Panama Papers ini tentu membuat Kejagung harus mengkajinya. ”Kami lihat dulu semuanya,” terangnya.

Data Pemerintah

Pemerintah dalam hal ini Kemenkeu, mengklaim memiliki data lebih banyak dibanding Panama Papers, terkait pihak-pihak yang diduga melakukan penghindaran pajak. Menkeu Bambang Brodjonegoro mengakui, sejumlah nama dalam daftar Panama Papers tersebut sesuai dengan data DJP.”Kita periksa, tapi kita punya data sendiri. Panama papers atau apapun namanya itu kita pakai sebagai referensi tambahan. Yang pasti data kita lebih banyak dong,”ujarnya.

Bambang melanjutkan, pihaknya akan melakukan penelusuran lebih lanjut terkait nama-nama tersebut. Dalam dokumen tersebut, modus penghindaran pajak yang digunakan adalah dengan mendirikan perusahaan khusus dengan tujuan tertentu atau Special Purpose Vehicle (SPV) di negara-negara surga pajak seperti Panama. Tapi hal tersebut tersebut adalah praktik bisnis internasional yang biasa dilakukan di seluruh dunia.

“Jadi harus kita lihat dulu apakah transaksi tersebut berimplikasi pada pembayaran pajak yang tidak sesuai. Jadi SPV-nya tidak salah, yang penting transparan, laporannya jelas, termasuk otoritas pajak yang digunakan benar,”urainya.

Sementara itu, Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi menegaskan bahwa pihaknya justru sudah mempunyai data lebih dulu dari otoritas pajak resmi di negara-negara anggota G20 dibanding Panama Papers. Dari data tersebut, ada nama yang sama dan tidak. “Itu (Panama Papers) kan cuma nama, saya punya nama dan akunnya. Data saya lebih banyak, pokoknya lengkap lah. Tap[i memang ada yang mirip. Namanya bisa mirip, bisa tidak. Ini masih kita teliti dan saya belum bisa menyebutkannya,”tambah Ken. (geopoliticalmonitor/hep/idr/ken/kim)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/