31.7 C
Medan
Sunday, May 26, 2024

Irham Buana Disebut Ada Main di MK

JAKARTA – Isu-isu panas semakin kuat berhembus dari kasus tertangkapnya Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar, yang juga mantan politisi dari Partai Golkar itu.

Sumber koran ini menyebutkan, mantan Ketua KPUD Sumut Irfan Buana Nasution punya peran menentukan dalam sengketa pilkada-pilkada di wilayah Sumut, terutama jika pasangan calon yang bersengketa adalah pasangan yang diusung Partai Golkar.

Seorang pengacara yang biasa beracara di MK, menceritakan, dirinya pernah dibisiki seseorang yang mengingatkan agar jangan berharap banyak kliennya bisa menang jika Irham Buana sudah turun tangan.

“Saya dibisiki seorang, dia bilang jangan berharap menang karena kasus ini ada Irham Buana Nasution. Dipoles-poles pun tak akan menang. Begitu kata orang itu. Katanya Irham itu dekat dengan hakim MK,” ujar sumber yang enggan ditulis namanya itu, kepada koran ini kemarin (8/10).

Terpisah, Roder Nababan, seorang pengacara yang sudah menangani tujuh sengketa pilkada di wilayah Sumut, juga membeber kecurigaannya terhadap putusan MK yang hakim panelnya melibatkan nama Akil.

Roder, yang saat itu menjadi pengacara pasangan calon wali kota-wakil wali kota Sibolga, Afifi Lubis-Halomoan Parlindungan Hutagalung, mengaku jauh hari sudah mendapat kabar gugatan klienya tidak akan menang.

“Ada yang bilang ke saya, dia seorang pejabat di Sumut, bahwa Syarfi (Syarfi Hutauruk, wali kota Sibolga terpilih, red), dekat dengan Akil Mochtar, sesama Golkar,” ujar Roder. Tapi, dia mengaku hanya itu saja kecurigaannya.

Dokumen berita koran ini, pada proses persidangan 2 Juni 2010, ijazah Syarfi Hutauruk, diungkit di persidangan di MK. Sidang dipimpin Akil.

Salah satu saksi, Kepala Sekolah SDN 153024 Pasar Sorkam, Yuliani Tanjung, juga dihadirkan sebagai saksi. Dia uraikan, bahwa nomor induk 151 atas nama Syarfi, tidak ada di buku induk. Lantas dikatakan, yang tidak ada di buku induk siswa tidak hanya nomor 151, melainkan dari nomor 01 hingga 271. Untuk nomor induk 272 ke atas, katanya, untuk siswa kelahiran 1948 ke atas. Dengan demikian, ia menyimpulkan, Syarfi yang kelahiran 1959 tidak mungkin punya nomor induk 151.

Tak pelak, kalimat terakhir Yuliani itu langsung ditanggapi Akil Mochtar. Hakim MK yang juga mantan anggota Komisi III DPR itu meminta Yuliani tidak membuat kesimpulan sendiri. Sebagai saksi, kata Akil, hanya bisa memberikan keterangan berdasarkan fakta, bukan menafsirkan sendiri. “Tak boleh berlogika sendiri,” ujar Akil saat itu.

Roder Nababan juga mengungkit sengketa pilkada Dairi yang diputus MK pada 12 Januari 2009. MK menolak gugatan Parlemen Sinaga, yang menunjuk Roder sebagai pengacaranya. Perkara disidangkan hakim MK yang dipimpin Arsyad Sanusi —hakim MK yang belakangan mengundurkan diri karena kasus dugaan suap yang melibatkan anaknya. Akil sendiri hanya menjadi anggota panel dalam perkara Dairi ini.

Sebagai pengacara yang sudah kerap beracara di MK, Roder mengaku jauh hari sebelum putusan, dirinya yakin MK akan memutuskan pilkada Dairi bakal diulang. “Karena saksi-saksi dan bukti-bukti, semua klop. Tapi nyatanya pilkada Dairi tak diulang,” ujar Roder.
Padahal, menurut dia, kasus Dairi mirip dengan sengketa pilkada Taput, yang oleh MK diputuskan harus diulang pilkadanya.

Dari dokumen koran ini yang masih tersimpan, begitu keluar putusan saat itu, kepada koran ini Roder Nababan sudah mengungkapkan kekecewaannya. Roder yang juga kuasa hukum pemohon sengketa pilkada Taput yang diputus MK 16 Desember 2008 itu menilai, majelis hakim MK telah menerapkan standar ganda.

Persoalan mengenai Nomor Induk Kependudukan (NIK) ganda pada pilkada Taput, oleh majelis hakim MK dijadikan pertimbangan hukum. “Tapi, pada pilkada Dairi hal itu tidak dilakukan,” cetus Roder saat itu kepada koran ini.

Catatan koran ini, anggota hakim MK yang menyidangkan kasus Dairi sama dengan yang menangani sengketa pilkada Taput yakni Akil Mohtar, Arsyad Sanusi, dan Maria Farida. Bedanya, pada sengketa pilkada Taput ketua majelis hakimnya Akil Mohtar, sedang untuk Dairi ketuanya Arsyad Sanusi.

Pihak pemohon sengketa pilkada Dairi dan Taput sama-sama menunjuk tim kuasa hukum yang dipimpin Roder Nababan. Materi permohonan juga sama, yakni antara lain menyangkut Nomor Induk Kependudukan (NIK) ganda, pemilih yang tidak jelas identitasnya, politik uang, serta intimidasi. Namun, putusannya beda jauh.

Gugatan pilkada Dairi ditolak, sedang Taput MK mengharuskan KPUD Taput menggelar pemungutan suara ulang di 14 kecamatan, dari 15 kecamatan yang ada di Taput. Hanya di Kecamatan Muara yang tidak diwajibkan pemungutan suara ulang.

Terpisah, saat ditemui di Hotel Santika Dyandra, Irham Buana mengaku, hubungan dengan Akil Mukhtar hanya sebatas hubungan antar lembaga. “Kenal dengan beliau (Akil Mukhtar) karena hubungan kelembagaan saja. KPU sebagai lembaga negara kalau diperintahkan MK ya harus dilaksanakan. Tidak lebih dari itu,” tegas Irham.

Saat disinggung kedekatannya dengan Akil Mukhtar, yang menurut kabar sebagai hubungan yang sangat dekat, Irham langsung membantah. “Hahaha, mana mungkin kedekatan saya seperti itu,” ujar Irham menutup pembicaraan.

Akil Negatif Konsumsi Narkoba

Di sisi lain, Badan Narkotika Nasional (BNN) tak menemukan kandungan narkotika dalam pemeriksaan urine bekas Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar. BNN juga belum menemukan keterkaitan Akil dengan kepemilikan empat linting ganja dan dua butir pil narkotika jenis methamphetamine yang ditemukan di ruang kerja Akil oleh penyidik KPK.

“Kalau ditemukan di badan ketika digeledah, kemungkinan memang miliknya. Tapi ini ditemukan di ruang kerja beliau (yang ada orang lain bisa mengakses),” terangnya Kepala Bagian Humas BNN Sumirat Dwiyatno, kemarin.

Koordinasi dengan KPK perlu dilakukan BNN karena ruang kerja Akil kini masih disegel KPK dan penyidik KPK-lah yang pertama kali menemukan narkotika tersebut ketika tengah menggeledah ruang kerja Akil. BNN juga tidak menutup kemungkinan narkotika tersebut digunakan oleh hakim atau pegawai MK lainnya. “Kemungkinan kami juga akan melakukan pemeriksaan terhadap hakim lainnya,” terang Sumirat.

Dalam pemeriksaan terhadap sampel urine dan rambut Akil, BNN tidak ditemukan sisa kandungan bahan aktif narkotika yang biasanya masih tertinggal hingga 3 hari. Khusus untuk sampel rambut, residu narkotika bahkan bisa tertinggal hingga dua bulan.

Karena itu, negatifnya hasil pemeriksaan urine dan rambut Akil bisa disebabkan konsumsi yang sudah lama atau bukan Akil pemiliknya. “Ini bukan kasus tangkap tangan, jadi harus diperiksa lebih jauh siapa pemiliknya, siapa penggunanya, dan siapa pengedarnya,” papar perwira polisi berpangkat kombes ini. (sam/rud/noe/jpnn)

JAKARTA – Isu-isu panas semakin kuat berhembus dari kasus tertangkapnya Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar, yang juga mantan politisi dari Partai Golkar itu.

Sumber koran ini menyebutkan, mantan Ketua KPUD Sumut Irfan Buana Nasution punya peran menentukan dalam sengketa pilkada-pilkada di wilayah Sumut, terutama jika pasangan calon yang bersengketa adalah pasangan yang diusung Partai Golkar.

Seorang pengacara yang biasa beracara di MK, menceritakan, dirinya pernah dibisiki seseorang yang mengingatkan agar jangan berharap banyak kliennya bisa menang jika Irham Buana sudah turun tangan.

“Saya dibisiki seorang, dia bilang jangan berharap menang karena kasus ini ada Irham Buana Nasution. Dipoles-poles pun tak akan menang. Begitu kata orang itu. Katanya Irham itu dekat dengan hakim MK,” ujar sumber yang enggan ditulis namanya itu, kepada koran ini kemarin (8/10).

Terpisah, Roder Nababan, seorang pengacara yang sudah menangani tujuh sengketa pilkada di wilayah Sumut, juga membeber kecurigaannya terhadap putusan MK yang hakim panelnya melibatkan nama Akil.

Roder, yang saat itu menjadi pengacara pasangan calon wali kota-wakil wali kota Sibolga, Afifi Lubis-Halomoan Parlindungan Hutagalung, mengaku jauh hari sudah mendapat kabar gugatan klienya tidak akan menang.

“Ada yang bilang ke saya, dia seorang pejabat di Sumut, bahwa Syarfi (Syarfi Hutauruk, wali kota Sibolga terpilih, red), dekat dengan Akil Mochtar, sesama Golkar,” ujar Roder. Tapi, dia mengaku hanya itu saja kecurigaannya.

Dokumen berita koran ini, pada proses persidangan 2 Juni 2010, ijazah Syarfi Hutauruk, diungkit di persidangan di MK. Sidang dipimpin Akil.

Salah satu saksi, Kepala Sekolah SDN 153024 Pasar Sorkam, Yuliani Tanjung, juga dihadirkan sebagai saksi. Dia uraikan, bahwa nomor induk 151 atas nama Syarfi, tidak ada di buku induk. Lantas dikatakan, yang tidak ada di buku induk siswa tidak hanya nomor 151, melainkan dari nomor 01 hingga 271. Untuk nomor induk 272 ke atas, katanya, untuk siswa kelahiran 1948 ke atas. Dengan demikian, ia menyimpulkan, Syarfi yang kelahiran 1959 tidak mungkin punya nomor induk 151.

Tak pelak, kalimat terakhir Yuliani itu langsung ditanggapi Akil Mochtar. Hakim MK yang juga mantan anggota Komisi III DPR itu meminta Yuliani tidak membuat kesimpulan sendiri. Sebagai saksi, kata Akil, hanya bisa memberikan keterangan berdasarkan fakta, bukan menafsirkan sendiri. “Tak boleh berlogika sendiri,” ujar Akil saat itu.

Roder Nababan juga mengungkit sengketa pilkada Dairi yang diputus MK pada 12 Januari 2009. MK menolak gugatan Parlemen Sinaga, yang menunjuk Roder sebagai pengacaranya. Perkara disidangkan hakim MK yang dipimpin Arsyad Sanusi —hakim MK yang belakangan mengundurkan diri karena kasus dugaan suap yang melibatkan anaknya. Akil sendiri hanya menjadi anggota panel dalam perkara Dairi ini.

Sebagai pengacara yang sudah kerap beracara di MK, Roder mengaku jauh hari sebelum putusan, dirinya yakin MK akan memutuskan pilkada Dairi bakal diulang. “Karena saksi-saksi dan bukti-bukti, semua klop. Tapi nyatanya pilkada Dairi tak diulang,” ujar Roder.
Padahal, menurut dia, kasus Dairi mirip dengan sengketa pilkada Taput, yang oleh MK diputuskan harus diulang pilkadanya.

Dari dokumen koran ini yang masih tersimpan, begitu keluar putusan saat itu, kepada koran ini Roder Nababan sudah mengungkapkan kekecewaannya. Roder yang juga kuasa hukum pemohon sengketa pilkada Taput yang diputus MK 16 Desember 2008 itu menilai, majelis hakim MK telah menerapkan standar ganda.

Persoalan mengenai Nomor Induk Kependudukan (NIK) ganda pada pilkada Taput, oleh majelis hakim MK dijadikan pertimbangan hukum. “Tapi, pada pilkada Dairi hal itu tidak dilakukan,” cetus Roder saat itu kepada koran ini.

Catatan koran ini, anggota hakim MK yang menyidangkan kasus Dairi sama dengan yang menangani sengketa pilkada Taput yakni Akil Mohtar, Arsyad Sanusi, dan Maria Farida. Bedanya, pada sengketa pilkada Taput ketua majelis hakimnya Akil Mohtar, sedang untuk Dairi ketuanya Arsyad Sanusi.

Pihak pemohon sengketa pilkada Dairi dan Taput sama-sama menunjuk tim kuasa hukum yang dipimpin Roder Nababan. Materi permohonan juga sama, yakni antara lain menyangkut Nomor Induk Kependudukan (NIK) ganda, pemilih yang tidak jelas identitasnya, politik uang, serta intimidasi. Namun, putusannya beda jauh.

Gugatan pilkada Dairi ditolak, sedang Taput MK mengharuskan KPUD Taput menggelar pemungutan suara ulang di 14 kecamatan, dari 15 kecamatan yang ada di Taput. Hanya di Kecamatan Muara yang tidak diwajibkan pemungutan suara ulang.

Terpisah, saat ditemui di Hotel Santika Dyandra, Irham Buana mengaku, hubungan dengan Akil Mukhtar hanya sebatas hubungan antar lembaga. “Kenal dengan beliau (Akil Mukhtar) karena hubungan kelembagaan saja. KPU sebagai lembaga negara kalau diperintahkan MK ya harus dilaksanakan. Tidak lebih dari itu,” tegas Irham.

Saat disinggung kedekatannya dengan Akil Mukhtar, yang menurut kabar sebagai hubungan yang sangat dekat, Irham langsung membantah. “Hahaha, mana mungkin kedekatan saya seperti itu,” ujar Irham menutup pembicaraan.

Akil Negatif Konsumsi Narkoba

Di sisi lain, Badan Narkotika Nasional (BNN) tak menemukan kandungan narkotika dalam pemeriksaan urine bekas Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar. BNN juga belum menemukan keterkaitan Akil dengan kepemilikan empat linting ganja dan dua butir pil narkotika jenis methamphetamine yang ditemukan di ruang kerja Akil oleh penyidik KPK.

“Kalau ditemukan di badan ketika digeledah, kemungkinan memang miliknya. Tapi ini ditemukan di ruang kerja beliau (yang ada orang lain bisa mengakses),” terangnya Kepala Bagian Humas BNN Sumirat Dwiyatno, kemarin.

Koordinasi dengan KPK perlu dilakukan BNN karena ruang kerja Akil kini masih disegel KPK dan penyidik KPK-lah yang pertama kali menemukan narkotika tersebut ketika tengah menggeledah ruang kerja Akil. BNN juga tidak menutup kemungkinan narkotika tersebut digunakan oleh hakim atau pegawai MK lainnya. “Kemungkinan kami juga akan melakukan pemeriksaan terhadap hakim lainnya,” terang Sumirat.

Dalam pemeriksaan terhadap sampel urine dan rambut Akil, BNN tidak ditemukan sisa kandungan bahan aktif narkotika yang biasanya masih tertinggal hingga 3 hari. Khusus untuk sampel rambut, residu narkotika bahkan bisa tertinggal hingga dua bulan.

Karena itu, negatifnya hasil pemeriksaan urine dan rambut Akil bisa disebabkan konsumsi yang sudah lama atau bukan Akil pemiliknya. “Ini bukan kasus tangkap tangan, jadi harus diperiksa lebih jauh siapa pemiliknya, siapa penggunanya, dan siapa pengedarnya,” papar perwira polisi berpangkat kombes ini. (sam/rud/noe/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/