23.9 C
Medan
Sunday, June 23, 2024

Di Sumut Butuh Strategi Khusus

Hindari Konflik Tanah, Cegah Spekulan Masuk

JAKARTA-Penasihat Ahli Kapolri, Kastorius Sinaga, mengingatkan semua pihak agar tidak memberi peluang masuknya spekulan tanah dalam konflik lahan di Sumut. Kastorius mengatakan, masuknya spekulan tanah hanya akan membuat persoalan semakin panas. Selain itu, untuk kasus di Sumut, harus dilakukan strategi khusus.

Menurut Kasto -panggilan akrab pakar sosiologi dari Universitas Indonesia (UI) itu-, spekulan tanah sangat berkepentingan untuk mengeruk keuntungan dalam setiap konflik lahan. Pasalnya, tatkala situasi panas, ketika nanti warga sudah mendapatkan tanahnya, mereka akan merayu agar segera dijual tanah itu.

“Oleh spekulan, tanah itu dijual lagi ke PTPN dengan harga tinggi. Maka harus dieliminir masuknya faktor-faktor eksternal, baik itu spekulan tanah, preman, atau pun pamswakarsa yang biasanya disewa perusahaan untuk menghadapi warga,” ujar Kasto kepada Sumut Pos di Jakarta, Selasa (7/2).
Dia menanggapi prediksi Ketua Komisi A DPRD Sumut, Ahmad Ikhyar Hasibuan yang menyebut konflik terbuka bakal pecah Maret 2012. Bahkan, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Rahmat Shah memprediksi, ledakan bisa lebih cepat lagi, bisa dalam bulan-bulan ini. Pernyataan Rahmat tidaklah sembarangan. Dia mengatakan, sudah ada 30 ribuan massa yang setiap saat siap bergerak anarkis. Rahmat mengaku, selama ini dirinya senantiasa meminta agar massa jangan bergerak.

Menurut Kasto, potensi konflik ini menjadi konflik terbuka dalam skala besar, sangat terbuka. “Karena sengketa lahan merupakan persoalan sensitif, rentan menjadi konflik terbuka,” ujar Ketua Departemen Perencanaan Pembangunan Nasional DPP Partai Demokrat itu.
Selain meminimalisir masuknya faktor eksternal, lanjutnya, pada saat bersamaan seluruh stakeholders harus duduk satu meja, yakni pemprov, pemkab/pemko, kepolisian, PTPN, BPN, dan wakil warga.

Diingatkan, dalam memecahkan persoalan konflik lahan di Sumut harus dengan strategi khusus. Yakni, harus dengan hati jernih dan bijak, bukan semata memaksakan kebenaran menurut versi satu pihak saja. “Karena dari aspek sejarah, masyarakat juga berhak meski tak punya sertifikat. Mereka sudah ada di situ secara turun-temurun. Jadi, untuk kasus Sumut ini, jangan pernah menyebut warga tak berhak, tapi bagaimana harus menampung aspirasi warga,” pesan Kasto.

Dia mewanti-wanti agar aparat keamanan dan pihak perusahaan tidak menggunakan cara represif tatkala menghadapi warga yang melakukan penanaman di area PTPN. Pernyatan ini terkait kasus di Binjai, dimana ratusan warga Jalan Samanhudi, Kelurahan Bhakti Karya, Kecamatan Binjai Selatan, yang tergabung dalam bebarapa kelompok tani kembali turun ke lahan eks hak guna usaha (HGU) PTPN II Sei Semayang, Senin (6/2), dengan menanam ratusan pohon pisang di areal tersebut.

“Warga melakukan penanaman itu bukan untuk mencari kaya, tapi sekedar untuk bisa makan. Sekuat apa sih petani mengelola lahan? Hanya untuk makan saja kok,” ulas Kasto.

Seperti diberitakan, ada ratusan konflik lahan di wilayah Sumut. Yang terpanas, antara lain menyangkut konflik tanah eks HGU PTPN II dan tanah Sari Rejo, Medan Polonia.

Sementara itu, konflik tanah berujung bentrok, di perbatasan Sumatera Utara-Riau pekan lalu terus dicari penyelesaiannya. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat, berniat akan mempercepat proses pematokan lahan perbatasan antara Sumut-Riau, Sumut-Sumatera Barat (Sumbar), dan Sumut-Nanggro Aceh Darussalam (NAD).

Itu dikemukakan Pelaksana Tugas (Plt) Gubsu, Gatot Pujo Nugroho usai menggelar acara coffee morning bersama Forum Koordinasi Pimpinan Daerah Sumut di Gubernuran, Jalan Sudirman Medan, Selasa (7/2). “Pematokan itu domainnya Kementerian Dalam Negeri. Dengan terjadinya konflik pekan lalu, maka proses pematokan akan akan dipercepat oleh Kemendagri. Itu untuk perbatasan Sumut-Riau serta Riau-Sumatera Barat. Untuk perbatasan Sumut-Aceh, akan dilakukan setelah Pilkada Aceh selesai,” terang Gatot.

Rencana pematokan batas provinsi tersebut, sambungnya, telah dibahas dalam rapat antara Pemprovsu dengan Menko Perekonomian, Hatta Rajasa, di Jakarta, Jumat (3/2) lalu.

Terkait persoalan bentrok di wilayah perbatasan Sumut-Riau, Kapolda Sumut, Irjen Pol Wisjnu Amat Sastro yang hadir pada acara tersebut menyatakan agar semua pihak melihat situasi yang terjadi secara utuh. (sam/ari)

Hindari Konflik Tanah, Cegah Spekulan Masuk

JAKARTA-Penasihat Ahli Kapolri, Kastorius Sinaga, mengingatkan semua pihak agar tidak memberi peluang masuknya spekulan tanah dalam konflik lahan di Sumut. Kastorius mengatakan, masuknya spekulan tanah hanya akan membuat persoalan semakin panas. Selain itu, untuk kasus di Sumut, harus dilakukan strategi khusus.

Menurut Kasto -panggilan akrab pakar sosiologi dari Universitas Indonesia (UI) itu-, spekulan tanah sangat berkepentingan untuk mengeruk keuntungan dalam setiap konflik lahan. Pasalnya, tatkala situasi panas, ketika nanti warga sudah mendapatkan tanahnya, mereka akan merayu agar segera dijual tanah itu.

“Oleh spekulan, tanah itu dijual lagi ke PTPN dengan harga tinggi. Maka harus dieliminir masuknya faktor-faktor eksternal, baik itu spekulan tanah, preman, atau pun pamswakarsa yang biasanya disewa perusahaan untuk menghadapi warga,” ujar Kasto kepada Sumut Pos di Jakarta, Selasa (7/2).
Dia menanggapi prediksi Ketua Komisi A DPRD Sumut, Ahmad Ikhyar Hasibuan yang menyebut konflik terbuka bakal pecah Maret 2012. Bahkan, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Rahmat Shah memprediksi, ledakan bisa lebih cepat lagi, bisa dalam bulan-bulan ini. Pernyataan Rahmat tidaklah sembarangan. Dia mengatakan, sudah ada 30 ribuan massa yang setiap saat siap bergerak anarkis. Rahmat mengaku, selama ini dirinya senantiasa meminta agar massa jangan bergerak.

Menurut Kasto, potensi konflik ini menjadi konflik terbuka dalam skala besar, sangat terbuka. “Karena sengketa lahan merupakan persoalan sensitif, rentan menjadi konflik terbuka,” ujar Ketua Departemen Perencanaan Pembangunan Nasional DPP Partai Demokrat itu.
Selain meminimalisir masuknya faktor eksternal, lanjutnya, pada saat bersamaan seluruh stakeholders harus duduk satu meja, yakni pemprov, pemkab/pemko, kepolisian, PTPN, BPN, dan wakil warga.

Diingatkan, dalam memecahkan persoalan konflik lahan di Sumut harus dengan strategi khusus. Yakni, harus dengan hati jernih dan bijak, bukan semata memaksakan kebenaran menurut versi satu pihak saja. “Karena dari aspek sejarah, masyarakat juga berhak meski tak punya sertifikat. Mereka sudah ada di situ secara turun-temurun. Jadi, untuk kasus Sumut ini, jangan pernah menyebut warga tak berhak, tapi bagaimana harus menampung aspirasi warga,” pesan Kasto.

Dia mewanti-wanti agar aparat keamanan dan pihak perusahaan tidak menggunakan cara represif tatkala menghadapi warga yang melakukan penanaman di area PTPN. Pernyatan ini terkait kasus di Binjai, dimana ratusan warga Jalan Samanhudi, Kelurahan Bhakti Karya, Kecamatan Binjai Selatan, yang tergabung dalam bebarapa kelompok tani kembali turun ke lahan eks hak guna usaha (HGU) PTPN II Sei Semayang, Senin (6/2), dengan menanam ratusan pohon pisang di areal tersebut.

“Warga melakukan penanaman itu bukan untuk mencari kaya, tapi sekedar untuk bisa makan. Sekuat apa sih petani mengelola lahan? Hanya untuk makan saja kok,” ulas Kasto.

Seperti diberitakan, ada ratusan konflik lahan di wilayah Sumut. Yang terpanas, antara lain menyangkut konflik tanah eks HGU PTPN II dan tanah Sari Rejo, Medan Polonia.

Sementara itu, konflik tanah berujung bentrok, di perbatasan Sumatera Utara-Riau pekan lalu terus dicari penyelesaiannya. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat, berniat akan mempercepat proses pematokan lahan perbatasan antara Sumut-Riau, Sumut-Sumatera Barat (Sumbar), dan Sumut-Nanggro Aceh Darussalam (NAD).

Itu dikemukakan Pelaksana Tugas (Plt) Gubsu, Gatot Pujo Nugroho usai menggelar acara coffee morning bersama Forum Koordinasi Pimpinan Daerah Sumut di Gubernuran, Jalan Sudirman Medan, Selasa (7/2). “Pematokan itu domainnya Kementerian Dalam Negeri. Dengan terjadinya konflik pekan lalu, maka proses pematokan akan akan dipercepat oleh Kemendagri. Itu untuk perbatasan Sumut-Riau serta Riau-Sumatera Barat. Untuk perbatasan Sumut-Aceh, akan dilakukan setelah Pilkada Aceh selesai,” terang Gatot.

Rencana pematokan batas provinsi tersebut, sambungnya, telah dibahas dalam rapat antara Pemprovsu dengan Menko Perekonomian, Hatta Rajasa, di Jakarta, Jumat (3/2) lalu.

Terkait persoalan bentrok di wilayah perbatasan Sumut-Riau, Kapolda Sumut, Irjen Pol Wisjnu Amat Sastro yang hadir pada acara tersebut menyatakan agar semua pihak melihat situasi yang terjadi secara utuh. (sam/ari)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/