30 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Tiba-tiba dan Sangat Brutal

Hilangnya pesawat Malaysia Airlines MH370 memicu banyak spekulasi. Sebab, pesawat tersebut hilang tiba-tiba tanpa memberitahukan kondisi terakhirnya pada menara kontrol.

Pesawat Malaysia Airlines
Pesawat Malaysia Airlines

Padahal, biasanya jika terjadi sesuatu pada pesawat, pilot pasti membuat laporan pada menara. Baik itu soal kondisi pesawat maupun titik lokasinya.

Terlebih, pesawat hilang saat kondisi cruise (pesiar). Kondisi tersebut adalah keadaan teraman dalam penerbangan pesawat. Bagian paling berbahaya dalam penerbangan adalah saat take off (mengudara) dan landing (mendarat). Jarang sekali ada kecelakaan yang terjadi saat pesawat di titik cruise 7 mil di atas permukaan tanah.

Kejadian hilangnya pesawat jenis Boeing 777 tersebut membuat banyak ahli penerbangan berasumsi bahwa apa pun yang terjadi di atas pesawat pasti sangat cepat sehingga si pilot tidak sempat membuat panggilan tanda bahaya. Butuh waktu berbulan-bulan bahkan mungkin bertahun-tahun untuk mengetahui apa yang terjadi dengan pesawat yang sedang terbang dari Kuala Lumpur, Malaysia, menuju Beijing, Tiongkok, tersebut. “Pada tahap awal ini, kami berfokus pada fakta bahwa kami tidak tahu (penyebab hilangnya pesawat, Red),” ujar Direktur Airsafe.com Foundation Todd Curtis.

Jika ada kegagalan kecil pada sistem, atau bahkan sesuatu yang lebih serius seperti matinya dua sisi mesin, pilot masih punya waktu untuk melakukan panggilan radio. “Tidak adanya panggilan ini mengesankan ada sesuatu yang sangat mendadak dan sangat brutal,” terang William Waldock, pengajar investigasi kecelakaan di Universitas Penerbangan Embry-Riddle di Prescott, Arizona.

Ini tampak seperti ada sesuatu yang tiba-tiba merusak pesawat atau sesuatu yang membuat pesawat tersebut menukik dan tenggelam di laut. Beberapa ahli bahkan berpendapat bahwa kecelakaan itu terjadi karena ada aksi terorisme. Atau, pilot dengan sengaja menabrakkan pesawat.

“Apakah terjadi bencana besar sehingga membuat pesawat hancur berkeping-keping ataukah ada tindak kriminal. Yang jelas, kejadiannya begitu cepat sehingga tidak ada panggilan radio,” terang Direktur Pelaksana dari Konsultan Penerbangan Leeham Co Scoot Hamilton.

Tidak peduli seburuk apa pun skenarionya, para ahli mengingatkan bahwa masih terlalu awal untuk mengambil kesimpulan dan mengutarakan kemungkinan-kemungkinan. Petunjuk terbaik akan keluar dari data penerbangan, rekaman suara, dan serpihan pesawat nanti. Berdasar data statistik kecelakaan pesawat komersial milik Boeing, hanya 9 persen kecelakaan fatal yang terjadi saat kondisi cruise. Biasanya pesawat celaka saat tinggal landas atau akan mendarat.

CEO Sistem Keamanan Operasional Kapten John M.Cox menyatakan hal serupa. Yaitu, apa pun yang dialami pesawat Malaysia Airlines tersebut, pasti kejadiannya berlangsung cepat. Masalah yang ada di pesawat begitu besarnya sehingga alat transmisi tidak sempat memberikan titik lokasi pesawat. Meski, ada kemungkinan alat transmisi itu dimatikan di kokpit pesawat. Salah satu atau indikator pertama tentang apa yang terjadi bisa dilihat pada serpihan pesawat nanti. Jika serpihan besar dan menyebar lebih dari 10 mil, pesawat tersebut mungkin meledak saat berada di ketinggian. Ini bisa menjadi tanda adanya bom atau kegagalan menyeluruh pada sistem pesawat. Tapi, jika serpihan tidak menyebar terlalu jauh, bisa jadi pesawat hancur saat jatuh dari ketinggian 35 ribu kaki dan berbenturan dengan air. “Kita tahu pesawatnya jatuh. Di luar itu, kita tidak tahu terlalu banyak,” terangnya.

Boeing 777 adalah pesawat dengan rekor keselamatan udara yang cukup bagus. Pesawat tersebut dipakai untuk membawa penumpang kali pertama pada Juni 1995 dan tidak pernah mengalami kecelakaan fatal selama 18 tahun mengudara. Kecelakaan fatal kali pertama terjadi Juli 2013 pada pesawat Asiana Airlines. Tiga di antara 307 penumpang meninggal. Malaysia Airlines membawa 239 penumpang dan kru. Ini akan menjadi kecelakaan fatal kedua di Boeing. “Ini adalah pesawat paling bisa diandalkan yang pernah dibuat,” ujar mantan anggota badan keamanan transportasi nasional AS John Goglia. (ap/sha/c17/tia/jpnn/rbb)

Hilangnya pesawat Malaysia Airlines MH370 memicu banyak spekulasi. Sebab, pesawat tersebut hilang tiba-tiba tanpa memberitahukan kondisi terakhirnya pada menara kontrol.

Pesawat Malaysia Airlines
Pesawat Malaysia Airlines

Padahal, biasanya jika terjadi sesuatu pada pesawat, pilot pasti membuat laporan pada menara. Baik itu soal kondisi pesawat maupun titik lokasinya.

Terlebih, pesawat hilang saat kondisi cruise (pesiar). Kondisi tersebut adalah keadaan teraman dalam penerbangan pesawat. Bagian paling berbahaya dalam penerbangan adalah saat take off (mengudara) dan landing (mendarat). Jarang sekali ada kecelakaan yang terjadi saat pesawat di titik cruise 7 mil di atas permukaan tanah.

Kejadian hilangnya pesawat jenis Boeing 777 tersebut membuat banyak ahli penerbangan berasumsi bahwa apa pun yang terjadi di atas pesawat pasti sangat cepat sehingga si pilot tidak sempat membuat panggilan tanda bahaya. Butuh waktu berbulan-bulan bahkan mungkin bertahun-tahun untuk mengetahui apa yang terjadi dengan pesawat yang sedang terbang dari Kuala Lumpur, Malaysia, menuju Beijing, Tiongkok, tersebut. “Pada tahap awal ini, kami berfokus pada fakta bahwa kami tidak tahu (penyebab hilangnya pesawat, Red),” ujar Direktur Airsafe.com Foundation Todd Curtis.

Jika ada kegagalan kecil pada sistem, atau bahkan sesuatu yang lebih serius seperti matinya dua sisi mesin, pilot masih punya waktu untuk melakukan panggilan radio. “Tidak adanya panggilan ini mengesankan ada sesuatu yang sangat mendadak dan sangat brutal,” terang William Waldock, pengajar investigasi kecelakaan di Universitas Penerbangan Embry-Riddle di Prescott, Arizona.

Ini tampak seperti ada sesuatu yang tiba-tiba merusak pesawat atau sesuatu yang membuat pesawat tersebut menukik dan tenggelam di laut. Beberapa ahli bahkan berpendapat bahwa kecelakaan itu terjadi karena ada aksi terorisme. Atau, pilot dengan sengaja menabrakkan pesawat.

“Apakah terjadi bencana besar sehingga membuat pesawat hancur berkeping-keping ataukah ada tindak kriminal. Yang jelas, kejadiannya begitu cepat sehingga tidak ada panggilan radio,” terang Direktur Pelaksana dari Konsultan Penerbangan Leeham Co Scoot Hamilton.

Tidak peduli seburuk apa pun skenarionya, para ahli mengingatkan bahwa masih terlalu awal untuk mengambil kesimpulan dan mengutarakan kemungkinan-kemungkinan. Petunjuk terbaik akan keluar dari data penerbangan, rekaman suara, dan serpihan pesawat nanti. Berdasar data statistik kecelakaan pesawat komersial milik Boeing, hanya 9 persen kecelakaan fatal yang terjadi saat kondisi cruise. Biasanya pesawat celaka saat tinggal landas atau akan mendarat.

CEO Sistem Keamanan Operasional Kapten John M.Cox menyatakan hal serupa. Yaitu, apa pun yang dialami pesawat Malaysia Airlines tersebut, pasti kejadiannya berlangsung cepat. Masalah yang ada di pesawat begitu besarnya sehingga alat transmisi tidak sempat memberikan titik lokasi pesawat. Meski, ada kemungkinan alat transmisi itu dimatikan di kokpit pesawat. Salah satu atau indikator pertama tentang apa yang terjadi bisa dilihat pada serpihan pesawat nanti. Jika serpihan besar dan menyebar lebih dari 10 mil, pesawat tersebut mungkin meledak saat berada di ketinggian. Ini bisa menjadi tanda adanya bom atau kegagalan menyeluruh pada sistem pesawat. Tapi, jika serpihan tidak menyebar terlalu jauh, bisa jadi pesawat hancur saat jatuh dari ketinggian 35 ribu kaki dan berbenturan dengan air. “Kita tahu pesawatnya jatuh. Di luar itu, kita tidak tahu terlalu banyak,” terangnya.

Boeing 777 adalah pesawat dengan rekor keselamatan udara yang cukup bagus. Pesawat tersebut dipakai untuk membawa penumpang kali pertama pada Juni 1995 dan tidak pernah mengalami kecelakaan fatal selama 18 tahun mengudara. Kecelakaan fatal kali pertama terjadi Juli 2013 pada pesawat Asiana Airlines. Tiga di antara 307 penumpang meninggal. Malaysia Airlines membawa 239 penumpang dan kru. Ini akan menjadi kecelakaan fatal kedua di Boeing. “Ini adalah pesawat paling bisa diandalkan yang pernah dibuat,” ujar mantan anggota badan keamanan transportasi nasional AS John Goglia. (ap/sha/c17/tia/jpnn/rbb)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/