29 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Parpol, Nafsu Besar Tenaga Kurang

JAKARTA-Pengumuman Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang menyebut 4.701 Bakal Calon Anggota Legislatif (Bacaleg) tidak memenuhi syarat administrasi dari total 6.578 nama yang ada. Hal  dinilai baru pertama kali terjadi sepanjang sejarah berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Luar biasanya menurut Direktur Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti, kondisi tersebut terjadi di era perangkat tekhnologi dan fasilitas pengadaan administrasi penduduk serta pelayanan pengadaan yang makin membaik.

“Melihat kenyataan ini, tentu menimbulkan rasa miris. Tetapi sekaligus menimbulkan rasa jengkel,” ujar Ray di Jakarta, Rabu (8/5) malam.
Menurut Ray, kenyataan ini mem perlihatkan jika partai politik yang ada tidak serius berbenah.

“Mereka memiliki ambisi besar, tapi kemampuan tak memadai. Mereka sadar betul berada di tengah era demokrasi berkembang, tetapi perilaku tetap saja seperti hidup dimana kekekuasaan dimonopoli dan dilakukan dengan selera individu atau kelompok,” katanya.

Yang lebih membuat Ray sedih, kenyataannya hampir semua partai politik lama dan sudah lama eksis di parlemen, juga tidak mampu memenuhi berkas persaratan administratif yang ada. Padahal persyaratan tersebut dibuat oleh parpol peserta Pemilu yang mayoritas besar berada di DPR.
“Bagaimana bisa partai politik lama teledor dalam implementasi UU yang mereka buat sendiri? Sementara waktu untuk menyiapkan seluruh persaratan administratif tersebut tersedia dengan memadai, khususnya bagi partai politik lama,” ujarnya.

Menurut Ray, kekurangan massal administratif bacaleg ini seakan mengungkit ingatan lama terhadap proses verifikasi administrasi dan faktual parpol calon peserta Pemilu di KPU beberapa waktu lalu.

“Semua karut marut pesiapan partai ini menjelaskan beberapa hal. Yaitu nafsu besar tenaga kurang. Parpol lama membuat berbagai macam persaratan administratif untuk pendaftaran calon anggota legislatif yang cenderung njelimet dan bertele-tele. Akhirnya berbagai persaratan itu menimbulkan kerumitan yang tak terduga di lapangan. Pada saat yang sama ber bagai persaratan administratif itu tak dapat dijelaskan apa urgensi dan makna subtansialnya bagi pengembangan politik dan demokrasi Indonesia,” katanya.

Kondisi menurut Ray juga memerlihatkan pada setiap hajatan pemilu yang ada, banyak waktu parpol dan caleg tersita hanya untuk memenuhi berbagai persaratan administratif tersebut.

“Artinya makna pemilu sebagai mekanisme kontrak politik rakyat dengan wakil mereka, tergeser menjadi persoalan pemenuhan berbagai sarat administratif tersebut. Terkadang partai politik dan caleg yang gagal dalam pemilu lebih banyak jumlahnya dari pada parpol atau caleg yang gagal karena persaingan politik dalam pemilu,” katanya.

Karena itu melihat muara semua kisruh yang terjadi saat ini, Ray menyatakan dengan tegas jika kesalahan ada di partai politik. Dimana mulai dari mekanisme rekrutmen partai yang semborono, instan dan asal jadi, menjadi faktor utama.

Selain itu juga ketiadaan arsip caleg, penataan pendaftaran dan penerimaan caleg yang baku, serta proses kaderisasi yang mandeg, kemudian melahirkan administrasi yang tumpang tindih dan bahkan terkadang kosong.

Sejatinya semua kekurangan administrasi di KPU tak perlu terjadi jika sejak di partai telah dilakukan pengarsipan data caleg,” katanya.(gir)

JAKARTA-Pengumuman Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang menyebut 4.701 Bakal Calon Anggota Legislatif (Bacaleg) tidak memenuhi syarat administrasi dari total 6.578 nama yang ada. Hal  dinilai baru pertama kali terjadi sepanjang sejarah berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Luar biasanya menurut Direktur Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti, kondisi tersebut terjadi di era perangkat tekhnologi dan fasilitas pengadaan administrasi penduduk serta pelayanan pengadaan yang makin membaik.

“Melihat kenyataan ini, tentu menimbulkan rasa miris. Tetapi sekaligus menimbulkan rasa jengkel,” ujar Ray di Jakarta, Rabu (8/5) malam.
Menurut Ray, kenyataan ini mem perlihatkan jika partai politik yang ada tidak serius berbenah.

“Mereka memiliki ambisi besar, tapi kemampuan tak memadai. Mereka sadar betul berada di tengah era demokrasi berkembang, tetapi perilaku tetap saja seperti hidup dimana kekekuasaan dimonopoli dan dilakukan dengan selera individu atau kelompok,” katanya.

Yang lebih membuat Ray sedih, kenyataannya hampir semua partai politik lama dan sudah lama eksis di parlemen, juga tidak mampu memenuhi berkas persaratan administratif yang ada. Padahal persyaratan tersebut dibuat oleh parpol peserta Pemilu yang mayoritas besar berada di DPR.
“Bagaimana bisa partai politik lama teledor dalam implementasi UU yang mereka buat sendiri? Sementara waktu untuk menyiapkan seluruh persaratan administratif tersebut tersedia dengan memadai, khususnya bagi partai politik lama,” ujarnya.

Menurut Ray, kekurangan massal administratif bacaleg ini seakan mengungkit ingatan lama terhadap proses verifikasi administrasi dan faktual parpol calon peserta Pemilu di KPU beberapa waktu lalu.

“Semua karut marut pesiapan partai ini menjelaskan beberapa hal. Yaitu nafsu besar tenaga kurang. Parpol lama membuat berbagai macam persaratan administratif untuk pendaftaran calon anggota legislatif yang cenderung njelimet dan bertele-tele. Akhirnya berbagai persaratan itu menimbulkan kerumitan yang tak terduga di lapangan. Pada saat yang sama ber bagai persaratan administratif itu tak dapat dijelaskan apa urgensi dan makna subtansialnya bagi pengembangan politik dan demokrasi Indonesia,” katanya.

Kondisi menurut Ray juga memerlihatkan pada setiap hajatan pemilu yang ada, banyak waktu parpol dan caleg tersita hanya untuk memenuhi berbagai persaratan administratif tersebut.

“Artinya makna pemilu sebagai mekanisme kontrak politik rakyat dengan wakil mereka, tergeser menjadi persoalan pemenuhan berbagai sarat administratif tersebut. Terkadang partai politik dan caleg yang gagal dalam pemilu lebih banyak jumlahnya dari pada parpol atau caleg yang gagal karena persaingan politik dalam pemilu,” katanya.

Karena itu melihat muara semua kisruh yang terjadi saat ini, Ray menyatakan dengan tegas jika kesalahan ada di partai politik. Dimana mulai dari mekanisme rekrutmen partai yang semborono, instan dan asal jadi, menjadi faktor utama.

Selain itu juga ketiadaan arsip caleg, penataan pendaftaran dan penerimaan caleg yang baku, serta proses kaderisasi yang mandeg, kemudian melahirkan administrasi yang tumpang tindih dan bahkan terkadang kosong.

Sejatinya semua kekurangan administrasi di KPU tak perlu terjadi jika sejak di partai telah dilakukan pengarsipan data caleg,” katanya.(gir)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/