26.7 C
Medan
Friday, May 17, 2024

Inalum Jadi BUMN

sigura-gura
sigura-gura

JAKARTA-Teka-teki mengenai siapa yang akan mengelola PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) pasca berakhirnya kontrak dengan Nippon Asahan Aluminium (NAA), terjawab sudah.

Dipastikan, Inalum akan dikelola perusahaan BUMN. Ketentuan ini akan dipayungin
dengan dasar hukum berbentuk Peraturan Pemerintah (PP) yang drafnya sudah kelar dan tinggal menunggu diteken Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Direktur Jenderal Kerja Sama Industri Internasional, Kemenperind, Agus Tjahajana, memastikan, PP ini akan segera diterbitkan, yakni sebelum 31 Oktober 2013. “PP sudah selesai, tinggal menunggu presiden. Inalum akan menjadi BUMN,” ujar Agus di Jakarta, kemarin.

Hanya saja, dia belum menjelaskan lebih detil, apakah BUMN yang akan mengelola Inalum itu merupakan perusahaan baru, ataukah perusahaan plat merah yang sudah ada, yang punya bidang garapan bisnis yang mirip dengan aluminium.

Sebelumnya, mengenai bentuk PP sebagai payung hukum BUMN sebagai pengelola Inalum, juga sudah disampaikan Menperin MS Hidayat. “Akan ada PP yang akan mengatur,” ujar Hidayat.

Dia juga sudah memastikan bahwa setelah 31 Oktober 2013, yang berubah di Inalum hanya soal komposisi kepemilikan saham saja, di mana 100 persen akan dikuasai pemerintah RI. Dia menjamin, Inalum tetap akan beroperasi seperti biasa dan tidak akan ada karyawan yang dirumahkan alias PHK.

Perubahan terbesar kemungkinan terjadi pada aspek penjualan, dimana produksi Inalum lebih banyak dialokasikan untuk kebutuhan dalam negeri. Selama ini, terbanyak di ekspor ke Jepang, yakni sebanyak  100.000 ton ingot aluminium per tahun, dari total produksi 250.000 ton per tahun.

Sementara, kebutuhan ingot aluminium dalam negeri saat ini sudah mencapai 560.000 ton per tahun. Karenanya, begitu sahamnya 100 persen dimiliki pemerintah RI, kapasitas produksi akan digenjot untuk mengejar kebutuhan dalam negeri.

Hidayat juga sudah menjanjikan, desakan Pemerintah Sumatera Utara (Pemprovsu) dan 10 kabupaten/kota di sekitar Danau Toba yang minta share saham, akan diakomodasi. Hanya saja, pembicaraan detil terkait angkanya, baru akan dibahas setelah dipastikan mulai 1 Nopember 2013 Inalum dikuasasi sepenuhnya oleh pemerintah RI.

Persis yang dikatakan Hidayat, Menteri BUMN Dahlan Iskan pun meminta Pemprovsu dan 10 kab/kota untuk bersabar. “Ada suara daerah minta bagian, itu sangat terbuka untuk dibicarakan. Jangan satu dua hari ini nanti heboh, nanti tidak jadi jatuh ke Indonesia, urusan pusat dan daerah itu bisa dibicarakan,” jelasnya.

“Yang penting 1 November milik Indonesia 100 persen,” tambah Dahlan.

Bagi Dahlan, banyak keuntungan yang dapat diraih Indonesia dengan mengakuisisi Inalum. “Keuntungannya di dalam pabrik itu ada pembangkit listrik yang besar sekali, 600 megawatt (mw), dengan harga listriknya yang murah hanya USD3 sen per kwh saja,” ucap.

Selain itu, kata Dahlan, keuntungan lain yang akan didapat pemerintah yaitu mengenai listrik yang diproduksi pembangkit listrik yang berada di Inalum dapat dijual ke BUMN seperti PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). “Kelak nanti orang tidak menggunakan alumunium, kan bisa dari pembangkit listrik aja, ini kan harganya USD3 sen, kalau dijual ke PLN bisa USD6 sen, bisa triliun untungnya,” tambahnya.

Sementara itu, pemerintah Indonesia mengajukan perhitungan terakhir nilai buku PT Inalum yang harus dibayar pemerintah Indonesia untuk mengambil alih 58,8 persen saham yang saat ini dipegang Nippon Asahan Aluminium Ltd (NAA) menjadi 558 juta dolar AS. Perhitungan tersebut merupakan hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang sebesar 424 juta dolar AS ditambah perhitungan revaluasi aset sebesar 134 juta dolar AS.

Angka terbaru tersebut tetap lebih rendah dari perhitungan nilai buku versi NAA yang mencapai 626,1 juta dolar AS. Dengan demikian, rentang nilai buku yang diajukan pemerintah Indonesia dan NAA semakin tipis sehingga pemerintah optimistis bisa diperoleh kesepakatan.

“Revaluasi ini memang kenyataannya sudah berjalan sehingga angkanya menjadi 558 juta dolar AS. Ini akan dibicarakan dalam dua hari ini. Tampaknya akan selesai jadi tidak perlu ke arbitrase,” ujar Menko Perekonomian Hatta Rajasa ketika ditemui di gedung DPR, Jakarta, Selasa (22/10).

Proses pindah tangan Inalum menjadi milik pemerintah menjadi pertama yang harus diselesaikan pemerintah per 31 Oktober 2013. Setelahnya, pemerintah baru berkutat dengan persoalan yang menunggu di dalam negeri, misalnya pengurusan Inalum setelah menjadi BUMN baru. Kemudian, pemerintah juga berencana mengakomodasi keinginan pemerintah daerah Sumatra Utara untuk memiliki sebagian saham Inalum.

“Nanti Sumut. Daerah tentu harus dipikirkan. Sekarang selesaikan dulu dengan Jepang karena harus smooth. Internasional memantau. Ini Indonesia proses transisinya baik atau tidak. Setelah itu, kami bicara dengan pemda baik-baik,” kata Hatta.(sam)

sigura-gura
sigura-gura

JAKARTA-Teka-teki mengenai siapa yang akan mengelola PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) pasca berakhirnya kontrak dengan Nippon Asahan Aluminium (NAA), terjawab sudah.

Dipastikan, Inalum akan dikelola perusahaan BUMN. Ketentuan ini akan dipayungin
dengan dasar hukum berbentuk Peraturan Pemerintah (PP) yang drafnya sudah kelar dan tinggal menunggu diteken Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Direktur Jenderal Kerja Sama Industri Internasional, Kemenperind, Agus Tjahajana, memastikan, PP ini akan segera diterbitkan, yakni sebelum 31 Oktober 2013. “PP sudah selesai, tinggal menunggu presiden. Inalum akan menjadi BUMN,” ujar Agus di Jakarta, kemarin.

Hanya saja, dia belum menjelaskan lebih detil, apakah BUMN yang akan mengelola Inalum itu merupakan perusahaan baru, ataukah perusahaan plat merah yang sudah ada, yang punya bidang garapan bisnis yang mirip dengan aluminium.

Sebelumnya, mengenai bentuk PP sebagai payung hukum BUMN sebagai pengelola Inalum, juga sudah disampaikan Menperin MS Hidayat. “Akan ada PP yang akan mengatur,” ujar Hidayat.

Dia juga sudah memastikan bahwa setelah 31 Oktober 2013, yang berubah di Inalum hanya soal komposisi kepemilikan saham saja, di mana 100 persen akan dikuasai pemerintah RI. Dia menjamin, Inalum tetap akan beroperasi seperti biasa dan tidak akan ada karyawan yang dirumahkan alias PHK.

Perubahan terbesar kemungkinan terjadi pada aspek penjualan, dimana produksi Inalum lebih banyak dialokasikan untuk kebutuhan dalam negeri. Selama ini, terbanyak di ekspor ke Jepang, yakni sebanyak  100.000 ton ingot aluminium per tahun, dari total produksi 250.000 ton per tahun.

Sementara, kebutuhan ingot aluminium dalam negeri saat ini sudah mencapai 560.000 ton per tahun. Karenanya, begitu sahamnya 100 persen dimiliki pemerintah RI, kapasitas produksi akan digenjot untuk mengejar kebutuhan dalam negeri.

Hidayat juga sudah menjanjikan, desakan Pemerintah Sumatera Utara (Pemprovsu) dan 10 kabupaten/kota di sekitar Danau Toba yang minta share saham, akan diakomodasi. Hanya saja, pembicaraan detil terkait angkanya, baru akan dibahas setelah dipastikan mulai 1 Nopember 2013 Inalum dikuasasi sepenuhnya oleh pemerintah RI.

Persis yang dikatakan Hidayat, Menteri BUMN Dahlan Iskan pun meminta Pemprovsu dan 10 kab/kota untuk bersabar. “Ada suara daerah minta bagian, itu sangat terbuka untuk dibicarakan. Jangan satu dua hari ini nanti heboh, nanti tidak jadi jatuh ke Indonesia, urusan pusat dan daerah itu bisa dibicarakan,” jelasnya.

“Yang penting 1 November milik Indonesia 100 persen,” tambah Dahlan.

Bagi Dahlan, banyak keuntungan yang dapat diraih Indonesia dengan mengakuisisi Inalum. “Keuntungannya di dalam pabrik itu ada pembangkit listrik yang besar sekali, 600 megawatt (mw), dengan harga listriknya yang murah hanya USD3 sen per kwh saja,” ucap.

Selain itu, kata Dahlan, keuntungan lain yang akan didapat pemerintah yaitu mengenai listrik yang diproduksi pembangkit listrik yang berada di Inalum dapat dijual ke BUMN seperti PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). “Kelak nanti orang tidak menggunakan alumunium, kan bisa dari pembangkit listrik aja, ini kan harganya USD3 sen, kalau dijual ke PLN bisa USD6 sen, bisa triliun untungnya,” tambahnya.

Sementara itu, pemerintah Indonesia mengajukan perhitungan terakhir nilai buku PT Inalum yang harus dibayar pemerintah Indonesia untuk mengambil alih 58,8 persen saham yang saat ini dipegang Nippon Asahan Aluminium Ltd (NAA) menjadi 558 juta dolar AS. Perhitungan tersebut merupakan hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang sebesar 424 juta dolar AS ditambah perhitungan revaluasi aset sebesar 134 juta dolar AS.

Angka terbaru tersebut tetap lebih rendah dari perhitungan nilai buku versi NAA yang mencapai 626,1 juta dolar AS. Dengan demikian, rentang nilai buku yang diajukan pemerintah Indonesia dan NAA semakin tipis sehingga pemerintah optimistis bisa diperoleh kesepakatan.

“Revaluasi ini memang kenyataannya sudah berjalan sehingga angkanya menjadi 558 juta dolar AS. Ini akan dibicarakan dalam dua hari ini. Tampaknya akan selesai jadi tidak perlu ke arbitrase,” ujar Menko Perekonomian Hatta Rajasa ketika ditemui di gedung DPR, Jakarta, Selasa (22/10).

Proses pindah tangan Inalum menjadi milik pemerintah menjadi pertama yang harus diselesaikan pemerintah per 31 Oktober 2013. Setelahnya, pemerintah baru berkutat dengan persoalan yang menunggu di dalam negeri, misalnya pengurusan Inalum setelah menjadi BUMN baru. Kemudian, pemerintah juga berencana mengakomodasi keinginan pemerintah daerah Sumatra Utara untuk memiliki sebagian saham Inalum.

“Nanti Sumut. Daerah tentu harus dipikirkan. Sekarang selesaikan dulu dengan Jepang karena harus smooth. Internasional memantau. Ini Indonesia proses transisinya baik atau tidak. Setelah itu, kami bicara dengan pemda baik-baik,” kata Hatta.(sam)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/