25 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Prabowo Grogi, Jokowi Galau

Prilaku kedua Calon Presiden (Capres) begitu berbeda saat di debat Capres-cawapres di Balai Sarbini tadi malam. Prabowo mengaku sempat grogi berhadapan dengan Jokowi. Sedangkan, Jokowi tampak galau hingga contekan untuk debat tampak terselip di belakang jas selama lebih dari 15 menit.

Debat dimulai sekitar pukul 20.00 WIB. Tampak Prabowo-Hatta masuk ke panggung. Sejurus kemudian, Jokowi tampak masuk panggung sendirian.

Pasangan Jokowi, Jusuf Kalla belum tampak mendampingi.

SALING SAPA: Capres Pemilu Presiden 2014 Prabowo Subianto dan Joko Widodo saling menyapa sebelum Debat Capres-Cawapres di Jakarta, Senin (9/6). //WAHYUDIN/JAWAPOS/jpnn
SALING SAPA: Capres Pemilu Presiden 2014 Prabowo Subianto dan Joko Widodo saling menyapa sebelum Debat Capres-Cawapres di Jakarta, Senin (9/6). //WAHYUDIN/JAWAPOS/jpnn

Tidak berapa lama, JK-panggilan Jusuf Kalla mulai menyusul untuk berjabat tangan dengan Prabowo-Hatta. “JK terlambat,” ujar Wahyudin salah satu penonton.

Saat debat dimulai, mimik muka Jokowi tampak berubah. Dia sering kali melihat contekannya yang berada di saku belakang jas hitamnya. Sampai-sampai, contekan itu terselip tidak sempurna. Sebagian kertas contekan terlihat menyembul di antara jas dan kemeja putih yang dikenakan.

Contekan itu menyembul hampir 15 menit. Baru dipertengahan debat, JK melihat hal tersebut dan mengingatkan jokowi untuk memasukkan conterkan tersebut. Lantas, Jokowi menyembunyikan kembali contekan itu.

Kegalauan Jokowi tidak berhenti di situ. Seringkali saat ditanya soal sejumlah materi, Jokowi kerap menghentikan kalimat secara tiba-tiba. Uniknya, Jokowi sering melemparkan pada JK untuk menjawab. Hal itulah yang membuat penonton kerap tertawa, kegalauan Jokowi kian kelihatan.

Prabowo Subianto tampak lebih siap untuk menghadapi debat tersebut. Pada awal debat, mantan Danjen Kopassus itu sempat memberikan hormat ke arah pengunjung. Saat lagu Indonesia Raya didendangkan, dia juga tampak begitu tegap. Tetapi dalam saat sesi tanya jawab kondisi itu berubah.

Saat menjawab pertanyaan, gestur tubuhnya juga lebih lebar dan terlihat grogi. Dia kerap membenarkan posisi microphone yang sebetulnya tidak bermasalah. Prabowo juga tampak sering menyentuh kacamata yang dikenakannya.

Terkait perilaku para capres ini, Joko Widodo dan Prabowo Subianto punya alasan sendiri-sendiri.

Jokowi langsung mengklarifikasi mengenai secarik kertas keluar dari dalam jas-nya. Dia mengatakan, kertas berukuran 5×10 centimeter itu bukanlah bahan diskusi, melainkan doa dari ibunda Jokowi, Sujiatmi. “Ini bukan contekan, tapi doa dari ibu saya,” jelas Jokowi usai debat terbuka di Balai Sarbini, Jakarta Selatan, tadi malam.

Terkait perjalanan debat, Jokowi merasa tidak grogi saat menghadapi Prabowo. “Grogi gimana? Biasa saja,” ucapnya.

Meski demikian, Jokowi mengaku keterbatasan waktu membuatnya tidak bisa menyampaikan seluruh program kerjanya. Alhasil, dia hanya dapat mengungkap beberapa pandangan dan misi utama saja.

“Tentu dalam waktu yang sangat singkat tidak bisa semua disampaikan. Tapi yang utama saya kira sudah disampaikan tadi,” tandasnya.

Sedangkan Prabowo terang-terangan  mengaku grogi karena  debat ini dirinya langsung berdebat dengan lawannya, Jokowi. “Saya kira untuk yang pertama kali bagus ya lumayan. Agak grogi juga sedikit,” jelasnya usai debat terbuka.

Walaupun begitu, dirinya tetap percaya diri selama debat berlangsung. Karena dia menilai, debat yang dilakukan berjalan lancar. “Bagus, lancer, dan baik,” ujar Prabowo.

Sedangkan serangan pertanyaan yang dilakukan pasangan Jokowi, JK mengenai kasus Hak Asasi Manusia (HAM), membuat Prabowo bergeming. Pasalnya, dia telah mempersiapkan diri. “Ya harus siap diserang,” ujarnya.

Jalannya debat berlangsung menegangkan, tadi malam. Kubu Jokowi-Jusuf Kalla dan Prabowo-Hatta beradu program visi misi dalam debat capres-cawapres di Balai Sarbini. Ada sejumlah program andalan yang digambarkan dalam debat tersebut, diantaranya, soal evaluasi kritis rencana program jangka panjang nasional, perbaikan sumber daya Manusia (SDM) kementerian, pemberantasan korupsi, penguatan Hukum, mengurangi tekanan partai politik, dan menjaga bhineka tunggal ika.

Debat tersebut terbagi empat sesi, dalam awal sesi, Zainal Arifin Mochtar sebagai moderator menanyakan soal evaluasi kritis terhadap rencana program jangka panjang Nasional (RPJPN) yang bisa dilakukan kubu Jokowi-JK.

Mantan wali kota Solo itu mengatakan, RPJPN merupakan acuan bagi setiap presiden dan wakil agar program negara ini tidak terpotong-potong. Sehingga, pihaknya akan melanjutkan program-program jangka panjang tersebut.

Namun, setiap program yang tidak berjalan baik akan dievaluasi. Serta, yang juga penting adalah pengawasan program yang dilakukan setiap detik, menit, minggu, dan bulan. “Manajemen pengawasan ini yang harus diperkuat,” terangnya.

Tidak lama, giliran Jusuf Kalla yang melengkapi pasangannya. Menurut dia, pemerintah harus memiliki kebijakan untuk mengevaluasi RPJPN setiap lima tahun. Apalagi, saat ini ekonomi negara melorot, defisit meningkat. Hal itu menunjukkan jika harus ada efisiensi terhadap program-program pemerintah yang tidak penting. “Kurangi program yang tidak berguna,” paparnya.

Selanjutnya, moderator bertanya pada kubu Prabowo-Hatta soal kondisi hukum yang terindikasi banyak mafia peradilan dan bagaimana cara memperbaikinya.

Prabowo mengatakan, saat ini memang masalah hukum menjadi kelemahan bangsa ini. Rasa keadilan kurang terasa oleh masyarakat. Mafia peradilanitu sumbernya dari penegak hukum yang kurang sejahtera. “Gaji jaksa, hakim, polisi dan penegak hukum harus diperbaiki, seperti di Inggris yang gajinya besar,” paparnya.

Untuk bisa meningkatkan kesejahteraan penegak hukum, maka kebocoran kekayaan nasional harus dihentikan. Kebocoran kekayaan nasional yang juga menjadi sebab SDM penegak hukum menjadi minim. “Dengan mengurangi kebocoran, maka kualitas hidup penegak hukum bisa ditingkatkan an SDM juga bisa lebih baik,” tegasnya.

Kali ini moderator menanyakan soal satu masalah yang sama pada kedua capres-cawapres. Yakni, soal menghindari rong-rongan partai politik pendukung. Zaenal memberikan kesempatan pertama pada kubu Prabowo-hatta.

Mantan Danjen Kopassus itu menuturkan jika pihaknya percaya pada idiom bahwa tidak ada pendukung yang jelek, namun yang ada adalah pemimpin jelek. Karena itu kalau pemimpin bisa meyakinkan pendukungnya, maka akan banyak patriot yang mau bekerja untuk negara. “Motif utamanya untuk mengabdi pada rakyat, tidak boleh mengurangi APBN dan APBD satu sen pun,” ujarnya.

Hatta menambahkan, presiden dan wakil presiden itu dipilih rakyat. Karena itu jangan sampai pemimpin tunduk pada partai politik. “Kami hanya tunduk pada rakyat,” janjinya.

Sementara kubu Jokowi-Jk mengemukakan hal yang jauh berbeda. Jokowi menuturkan, sistem rekrutmen partai harus dirombak untuk bisa memperbaikinya. Misalnyan seperti dirinya yang dicalonkan menjadi Presiden kendati bukan ketua umum. “Rekrutmen harus diperbaiki,” paparnya.

Lalu, lanjut dia, koalisi tidak perlu banyak partai politik, sehingga saat bekerja mengedepankan rakyat. “Bukan membagi-bagi kursi menteri,” paparnya.

Apalagi, kubunya membuat rekening terbuka untuk dukungan masyarakat. Nantinya, rekening ini akan diaudit. “Jadi, kami tidak perlu uang dari parpol,” jelasnya.

JK menambahkan, demokrasi kita ini mahal sekali. Itulah yang membuat tekanan parpol bisa terjadi. Tapi, ongkos untuk kubu Jokowi dan dirinya murah, jadi tanpa tekanan. “Keikhlasan dan tujuan yang membentengi kami,” ujarnya.

Debat dilanjutkan dengan pertanyaan soal bagaimana cara menjaga bhineka tunggal ika. Jokowi menjawab jika soal bhineka tunggal ika sudah final. Pihanya memberikan contoh kongkrit, dengan kasus lurah susan yang didemo karena perbedaan agama. “Saya pertahankan karena sudah terseleksi, kepemimpinannya dan manajemennya,” tegasnya.

Sementara itu kubu prabowo menuturkan, piranti hukum di Indonesia sudah cukup, seperti Undang-undang 1945. “Saya berikan contoh, kami menjadikan saudara Ahok sebagai calon wakil gubernur walau dari kalangan minoritas,” tuturnya sembari menyebut bhineka tunggal ika selalu diupayakan untuk dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.

Hatta menegaskan, perbedaan ini menjadi keuntungan dan kekuatan bagi bangsa ini.

Setelah itu para kandidat masuk ke sesi saling bertanya.

Saling Bertahan

Debat pasangan capres-cawapres tadi malam masih mengandalkan pernyataan-pernyataan yang datar-datar saja. Menurut pengamat komunikasi politik UI Effendi Gazali, kedua kubu relatif banyak menyampaikan hal-hal normatif. “Hanya soal Lurah Susan dan Ahok yang (isu) membumi,” kata Effendi saat dihubungi tadi malam.

Terkait pembawaan, dia menilai, ada hal positif yang ditunjukkan Jokowi. Menurut Effendi, capres yang diusung koalisi PDIP beserta partai lainnya itu tidak lagi kaku dan tegang. Terutama, dibandingkan seperti saat dua momen terdahulu, yaitu saat undian nomor urut di KPU dan deklarasi damai. “Jokowi is back, dia be himself, jadi para pendukung Jokowi harus senang malam ini (tadi malam, Red),” imbuhnya.

Terkait siapa bintangnya, Effendi menganggap bahwa Jusuf Kalla yang mampu membuat debat menjadi lebih hidup. “Secara umum bintangnya JK, Prabowo agak tegang sedikit,” jelas Effendi.

Tak hanya pengamat politik yang berani mengeluarkan pandangan. Debat capres-cawapres yang dilaksanakan jelang Piala Dunia 2014 di Brasil ini tak luput dari perhatian  pengamat sepak bola. Pengamat bola, Valentinus Simanjuntak, menilai kedua kubu, pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla dan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, masih menggunakan strategi bertahan.

“Memang saling hati-hati, belum berani keluar menyerang. Kalau di bola, bisa dibilang menggunakan strategi 5-3-2,” kata Valentinus.

Di awal-awal, menurut dia, masing-masing pasangan masih menunggu dan menantikan pola permainan lawan. Ketika lawan mulai menggunakan strategi 5-3-2, ujar Valentinus, lawannya juga menggunakan yang sama. “Masih menggunakan strategi yang dipakemkan dulu oleh pelatih. Pemain belum ada kreatifitas di lapangan,” ujarnya.

Tak hanya itu, menurut Valentinus, ‘wasit’ dalam debat ini, yakni moderator, datar-datar saja. Dia membandingkannya dengan moderator pada debat calon presiden di Amerika Serikat yang memancing para calon presiden mengeluarkan segala kemampuan mereka.

“Sekarang masih normatif, belum seru, tempo masih lambat. Masing mengutarakan kekuatan diri sendiri,” katanya. Karena itu, menurut Valentino, baik Jokowi-Kalla maupun Prabowo-Hatta belum bisa mengeksploitasi pertahanan lawan. (bbs/idr/dyn/jpnn/tom)

Debat Pengaruhi Kelas Menengah

Sejarah kemenangan John F. Kennedy atas Richard Nixon pada Pilpres AS tahun 1960 adalah buah perdebatan di televisi. Hasil jajak pendapat yang sebelumnya mengunggulkan Nixon, berbalik cepat.

Hasil debat di New York itu memenangkan Kennedy 49,7 persen mengalahkan Nixon 49,6 persen. Debat Jokowi-JK versus Prabowo-Hatta di televisi, tadi malam, juga diprediksi memengaruhi pilihan masyarakat kelas menengah.

Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Indo Barometer, Muhammad Qodari, mengatakan hasil debat calon presiden dan wakil presiden akan mempengaruhi preferensi pemilih, khususnya kalangan menengah-atas. Alasannya, masyarakat kelas menengah-atas lebih berminat terhadap isu publik dan sering mengakses media yang menyiarkan debat.

“Kalau kalangan menengah ke bawah biasanya lebih suka menonton hiburan,” ujar Qodari, Senin (9/6). Apalagi, katanya, kalangan menengah-bawah sulit mencerna isu publik yang sering menggunakan istilah-istilah yang sulit dipahami.

Qodari menuturkan elektabilitas pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla terpaut sedikit. Dia mengatakan setiap kegiatan yang melibatkan kedua pasangan bisa mengubah atau bahkan membalikkan suara. Karena itu, dalam acara-acara debat selanjutnya, Qodari menyarankan kedua pasangan tersebut memoles penampilan dan retorika serta memperbaiki data dan isi debat.

Hanya saja debat calon presiden (capres) yang berlangsung Senin (8/6) malam dinilai tak akan banyak memengaruhi pilihan pemilih dalam pemilihan presiden (pilpres) mendatang.

Alasannya, kemampuan beretorika seorang calon mengenai visi misi serta program belum tentu sejalan dengan implementasinya jika terpilih. Selain itu, para pemilih tradisional sudah memiliki pilihannya sendiri, tak akan bisa dipengaruhi.

Hal tersebut disampaikan pakar komunikasi politik dari Universitas Diponegoro, Triyono Lukmantoro, dan Koordinator Forum Masyarakat Pemantau Parlemen, Sebastian Salang, secara terpisah, Senin (9/5).

Triyono mengatakan, debat capres hanya berpengaruh terhadap undecided voters atau para calon pemilih yang belum memutuskan pilihan. Namun untuk mereka yang telah memiliki capres pilihan, debat ini tak punya pengaruh  besar.

“Itu pun hanya memiliki pengaruh di kelas menengah yang memiliki akses ke media dan televisi. Untuk masyarakat tradisional yang pilihan politiknya sudah mapan, tak akan punya pengaruh,” ujarnya.

Hal senada dikatakan Sebastian Salang. “Secara teoretis, debat capres adalah sesuatu yang sangat bagus. Di negara-negara maju, debat capres sangat berpengaruh. Tapi di Indonesia, debat capres juga cawapres masih sebatas formalistas dan normatif,” tutur Sebastian.

Menurut dia, kebanyakan pemilih menentukan pilihan sebelum debat dilakukan. Entah itu berdasarkan rekam jejak calon, hubungan emosional, juga karena hubungan partai politik (parpol). Debat hanya berpengaruh, ia menjelaskan, kalau penyelenggara dan panelis bisa membuat proses debat lebih bermutu dan menyentuh kebijakan yang konkret.

Itu misalnya bagaimana para calon membuat penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak lagi bertolak dari jumlah utang minimal, tetapi harus memulai dengan target surplus. Bagaimana pula mereka harus meningkatkan kehidupan petani yang berangkat dari pengelolaan hasil pertanian di tingkat petani secara rinci. Jika materi hanya hal-hal umum, proses debat akan mubazir.

“Dari pengalaman, pertanyaan panelis sering terasa diatur, menjaga sensititas karena ada ketakutan cenderung menguntungkan pihak tertentu. Ini yang tidak benar,” ujarnya.  Proses selama masa kampanye, menurutnya, lebih banyak memengaruhi pemilih ketimbang debat yang hanya berlangsung beberapa waktu.

Sementara itu, menyorot soal seberapa jauh kemampuan public speaking di antara dua capres yang maju, Triyono mengatakan, masing-masing punya kekuatan dan kelemahan.

“Public speaking itu bukan sekadar soal kemampuan seseorang menyampaikan pendapatnya, melainkan juga soal subtansi yang disampaikan. Soal logos atau logika penalaran, etos yang merujuk track record pembicara dan patos yang terkait dampak emosi yang ditimbulkan,” ucapnya.

Dalam sisi logos dan etos, menurut Triyono, Jokowi lebih unggul. “Jokowi lebih orisinal, pilihan katanya sederhana,” tuturnya. Selain itu, substansi yang disampaikan Jokowi- dengan pengalamannya memimpin Solo dan Jakarta- lebih logis. “Ini bisa dilihat dari penyampaian program-programnya saat debat,” ujarnya.

Sementara dari sisi patos, Prabowo lebih unggul. Gaya bicaranya yang meniru Soekarno dengan intonasi tinggi rendah adalah keunggulan yang tak dimiliki Jokowi.

Pengamat Komunikasi Politik Effendi Gazali  mengatakan, di banyak negara, debat bukan kewajiban. Tapi kalau tidak maju ke debat seakan-akan sudah kalah lebih dulu walaupun dia unggul dalam jajak pendapat. Kalau ada debat atau ada berbagai pemunculan di media yang diamati adalah gestur.

‘’Debat itu dianggap sebagai shadow event, peristiwa kecil yang menjadi besar karena di mediakan. Sekarang ada tradisi atau gaya baru yaitu shadow of shadow event, dalam arti, apa yang terjadi di peristiwa itu betul-betul didramatisir,” katanya. (bbs/val)

Prilaku kedua Calon Presiden (Capres) begitu berbeda saat di debat Capres-cawapres di Balai Sarbini tadi malam. Prabowo mengaku sempat grogi berhadapan dengan Jokowi. Sedangkan, Jokowi tampak galau hingga contekan untuk debat tampak terselip di belakang jas selama lebih dari 15 menit.

Debat dimulai sekitar pukul 20.00 WIB. Tampak Prabowo-Hatta masuk ke panggung. Sejurus kemudian, Jokowi tampak masuk panggung sendirian.

Pasangan Jokowi, Jusuf Kalla belum tampak mendampingi.

SALING SAPA: Capres Pemilu Presiden 2014 Prabowo Subianto dan Joko Widodo saling menyapa sebelum Debat Capres-Cawapres di Jakarta, Senin (9/6). //WAHYUDIN/JAWAPOS/jpnn
SALING SAPA: Capres Pemilu Presiden 2014 Prabowo Subianto dan Joko Widodo saling menyapa sebelum Debat Capres-Cawapres di Jakarta, Senin (9/6). //WAHYUDIN/JAWAPOS/jpnn

Tidak berapa lama, JK-panggilan Jusuf Kalla mulai menyusul untuk berjabat tangan dengan Prabowo-Hatta. “JK terlambat,” ujar Wahyudin salah satu penonton.

Saat debat dimulai, mimik muka Jokowi tampak berubah. Dia sering kali melihat contekannya yang berada di saku belakang jas hitamnya. Sampai-sampai, contekan itu terselip tidak sempurna. Sebagian kertas contekan terlihat menyembul di antara jas dan kemeja putih yang dikenakan.

Contekan itu menyembul hampir 15 menit. Baru dipertengahan debat, JK melihat hal tersebut dan mengingatkan jokowi untuk memasukkan conterkan tersebut. Lantas, Jokowi menyembunyikan kembali contekan itu.

Kegalauan Jokowi tidak berhenti di situ. Seringkali saat ditanya soal sejumlah materi, Jokowi kerap menghentikan kalimat secara tiba-tiba. Uniknya, Jokowi sering melemparkan pada JK untuk menjawab. Hal itulah yang membuat penonton kerap tertawa, kegalauan Jokowi kian kelihatan.

Prabowo Subianto tampak lebih siap untuk menghadapi debat tersebut. Pada awal debat, mantan Danjen Kopassus itu sempat memberikan hormat ke arah pengunjung. Saat lagu Indonesia Raya didendangkan, dia juga tampak begitu tegap. Tetapi dalam saat sesi tanya jawab kondisi itu berubah.

Saat menjawab pertanyaan, gestur tubuhnya juga lebih lebar dan terlihat grogi. Dia kerap membenarkan posisi microphone yang sebetulnya tidak bermasalah. Prabowo juga tampak sering menyentuh kacamata yang dikenakannya.

Terkait perilaku para capres ini, Joko Widodo dan Prabowo Subianto punya alasan sendiri-sendiri.

Jokowi langsung mengklarifikasi mengenai secarik kertas keluar dari dalam jas-nya. Dia mengatakan, kertas berukuran 5×10 centimeter itu bukanlah bahan diskusi, melainkan doa dari ibunda Jokowi, Sujiatmi. “Ini bukan contekan, tapi doa dari ibu saya,” jelas Jokowi usai debat terbuka di Balai Sarbini, Jakarta Selatan, tadi malam.

Terkait perjalanan debat, Jokowi merasa tidak grogi saat menghadapi Prabowo. “Grogi gimana? Biasa saja,” ucapnya.

Meski demikian, Jokowi mengaku keterbatasan waktu membuatnya tidak bisa menyampaikan seluruh program kerjanya. Alhasil, dia hanya dapat mengungkap beberapa pandangan dan misi utama saja.

“Tentu dalam waktu yang sangat singkat tidak bisa semua disampaikan. Tapi yang utama saya kira sudah disampaikan tadi,” tandasnya.

Sedangkan Prabowo terang-terangan  mengaku grogi karena  debat ini dirinya langsung berdebat dengan lawannya, Jokowi. “Saya kira untuk yang pertama kali bagus ya lumayan. Agak grogi juga sedikit,” jelasnya usai debat terbuka.

Walaupun begitu, dirinya tetap percaya diri selama debat berlangsung. Karena dia menilai, debat yang dilakukan berjalan lancar. “Bagus, lancer, dan baik,” ujar Prabowo.

Sedangkan serangan pertanyaan yang dilakukan pasangan Jokowi, JK mengenai kasus Hak Asasi Manusia (HAM), membuat Prabowo bergeming. Pasalnya, dia telah mempersiapkan diri. “Ya harus siap diserang,” ujarnya.

Jalannya debat berlangsung menegangkan, tadi malam. Kubu Jokowi-Jusuf Kalla dan Prabowo-Hatta beradu program visi misi dalam debat capres-cawapres di Balai Sarbini. Ada sejumlah program andalan yang digambarkan dalam debat tersebut, diantaranya, soal evaluasi kritis rencana program jangka panjang nasional, perbaikan sumber daya Manusia (SDM) kementerian, pemberantasan korupsi, penguatan Hukum, mengurangi tekanan partai politik, dan menjaga bhineka tunggal ika.

Debat tersebut terbagi empat sesi, dalam awal sesi, Zainal Arifin Mochtar sebagai moderator menanyakan soal evaluasi kritis terhadap rencana program jangka panjang Nasional (RPJPN) yang bisa dilakukan kubu Jokowi-JK.

Mantan wali kota Solo itu mengatakan, RPJPN merupakan acuan bagi setiap presiden dan wakil agar program negara ini tidak terpotong-potong. Sehingga, pihaknya akan melanjutkan program-program jangka panjang tersebut.

Namun, setiap program yang tidak berjalan baik akan dievaluasi. Serta, yang juga penting adalah pengawasan program yang dilakukan setiap detik, menit, minggu, dan bulan. “Manajemen pengawasan ini yang harus diperkuat,” terangnya.

Tidak lama, giliran Jusuf Kalla yang melengkapi pasangannya. Menurut dia, pemerintah harus memiliki kebijakan untuk mengevaluasi RPJPN setiap lima tahun. Apalagi, saat ini ekonomi negara melorot, defisit meningkat. Hal itu menunjukkan jika harus ada efisiensi terhadap program-program pemerintah yang tidak penting. “Kurangi program yang tidak berguna,” paparnya.

Selanjutnya, moderator bertanya pada kubu Prabowo-Hatta soal kondisi hukum yang terindikasi banyak mafia peradilan dan bagaimana cara memperbaikinya.

Prabowo mengatakan, saat ini memang masalah hukum menjadi kelemahan bangsa ini. Rasa keadilan kurang terasa oleh masyarakat. Mafia peradilanitu sumbernya dari penegak hukum yang kurang sejahtera. “Gaji jaksa, hakim, polisi dan penegak hukum harus diperbaiki, seperti di Inggris yang gajinya besar,” paparnya.

Untuk bisa meningkatkan kesejahteraan penegak hukum, maka kebocoran kekayaan nasional harus dihentikan. Kebocoran kekayaan nasional yang juga menjadi sebab SDM penegak hukum menjadi minim. “Dengan mengurangi kebocoran, maka kualitas hidup penegak hukum bisa ditingkatkan an SDM juga bisa lebih baik,” tegasnya.

Kali ini moderator menanyakan soal satu masalah yang sama pada kedua capres-cawapres. Yakni, soal menghindari rong-rongan partai politik pendukung. Zaenal memberikan kesempatan pertama pada kubu Prabowo-hatta.

Mantan Danjen Kopassus itu menuturkan jika pihaknya percaya pada idiom bahwa tidak ada pendukung yang jelek, namun yang ada adalah pemimpin jelek. Karena itu kalau pemimpin bisa meyakinkan pendukungnya, maka akan banyak patriot yang mau bekerja untuk negara. “Motif utamanya untuk mengabdi pada rakyat, tidak boleh mengurangi APBN dan APBD satu sen pun,” ujarnya.

Hatta menambahkan, presiden dan wakil presiden itu dipilih rakyat. Karena itu jangan sampai pemimpin tunduk pada partai politik. “Kami hanya tunduk pada rakyat,” janjinya.

Sementara kubu Jokowi-Jk mengemukakan hal yang jauh berbeda. Jokowi menuturkan, sistem rekrutmen partai harus dirombak untuk bisa memperbaikinya. Misalnyan seperti dirinya yang dicalonkan menjadi Presiden kendati bukan ketua umum. “Rekrutmen harus diperbaiki,” paparnya.

Lalu, lanjut dia, koalisi tidak perlu banyak partai politik, sehingga saat bekerja mengedepankan rakyat. “Bukan membagi-bagi kursi menteri,” paparnya.

Apalagi, kubunya membuat rekening terbuka untuk dukungan masyarakat. Nantinya, rekening ini akan diaudit. “Jadi, kami tidak perlu uang dari parpol,” jelasnya.

JK menambahkan, demokrasi kita ini mahal sekali. Itulah yang membuat tekanan parpol bisa terjadi. Tapi, ongkos untuk kubu Jokowi dan dirinya murah, jadi tanpa tekanan. “Keikhlasan dan tujuan yang membentengi kami,” ujarnya.

Debat dilanjutkan dengan pertanyaan soal bagaimana cara menjaga bhineka tunggal ika. Jokowi menjawab jika soal bhineka tunggal ika sudah final. Pihanya memberikan contoh kongkrit, dengan kasus lurah susan yang didemo karena perbedaan agama. “Saya pertahankan karena sudah terseleksi, kepemimpinannya dan manajemennya,” tegasnya.

Sementara itu kubu prabowo menuturkan, piranti hukum di Indonesia sudah cukup, seperti Undang-undang 1945. “Saya berikan contoh, kami menjadikan saudara Ahok sebagai calon wakil gubernur walau dari kalangan minoritas,” tuturnya sembari menyebut bhineka tunggal ika selalu diupayakan untuk dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.

Hatta menegaskan, perbedaan ini menjadi keuntungan dan kekuatan bagi bangsa ini.

Setelah itu para kandidat masuk ke sesi saling bertanya.

Saling Bertahan

Debat pasangan capres-cawapres tadi malam masih mengandalkan pernyataan-pernyataan yang datar-datar saja. Menurut pengamat komunikasi politik UI Effendi Gazali, kedua kubu relatif banyak menyampaikan hal-hal normatif. “Hanya soal Lurah Susan dan Ahok yang (isu) membumi,” kata Effendi saat dihubungi tadi malam.

Terkait pembawaan, dia menilai, ada hal positif yang ditunjukkan Jokowi. Menurut Effendi, capres yang diusung koalisi PDIP beserta partai lainnya itu tidak lagi kaku dan tegang. Terutama, dibandingkan seperti saat dua momen terdahulu, yaitu saat undian nomor urut di KPU dan deklarasi damai. “Jokowi is back, dia be himself, jadi para pendukung Jokowi harus senang malam ini (tadi malam, Red),” imbuhnya.

Terkait siapa bintangnya, Effendi menganggap bahwa Jusuf Kalla yang mampu membuat debat menjadi lebih hidup. “Secara umum bintangnya JK, Prabowo agak tegang sedikit,” jelas Effendi.

Tak hanya pengamat politik yang berani mengeluarkan pandangan. Debat capres-cawapres yang dilaksanakan jelang Piala Dunia 2014 di Brasil ini tak luput dari perhatian  pengamat sepak bola. Pengamat bola, Valentinus Simanjuntak, menilai kedua kubu, pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla dan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, masih menggunakan strategi bertahan.

“Memang saling hati-hati, belum berani keluar menyerang. Kalau di bola, bisa dibilang menggunakan strategi 5-3-2,” kata Valentinus.

Di awal-awal, menurut dia, masing-masing pasangan masih menunggu dan menantikan pola permainan lawan. Ketika lawan mulai menggunakan strategi 5-3-2, ujar Valentinus, lawannya juga menggunakan yang sama. “Masih menggunakan strategi yang dipakemkan dulu oleh pelatih. Pemain belum ada kreatifitas di lapangan,” ujarnya.

Tak hanya itu, menurut Valentinus, ‘wasit’ dalam debat ini, yakni moderator, datar-datar saja. Dia membandingkannya dengan moderator pada debat calon presiden di Amerika Serikat yang memancing para calon presiden mengeluarkan segala kemampuan mereka.

“Sekarang masih normatif, belum seru, tempo masih lambat. Masing mengutarakan kekuatan diri sendiri,” katanya. Karena itu, menurut Valentino, baik Jokowi-Kalla maupun Prabowo-Hatta belum bisa mengeksploitasi pertahanan lawan. (bbs/idr/dyn/jpnn/tom)

Debat Pengaruhi Kelas Menengah

Sejarah kemenangan John F. Kennedy atas Richard Nixon pada Pilpres AS tahun 1960 adalah buah perdebatan di televisi. Hasil jajak pendapat yang sebelumnya mengunggulkan Nixon, berbalik cepat.

Hasil debat di New York itu memenangkan Kennedy 49,7 persen mengalahkan Nixon 49,6 persen. Debat Jokowi-JK versus Prabowo-Hatta di televisi, tadi malam, juga diprediksi memengaruhi pilihan masyarakat kelas menengah.

Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Indo Barometer, Muhammad Qodari, mengatakan hasil debat calon presiden dan wakil presiden akan mempengaruhi preferensi pemilih, khususnya kalangan menengah-atas. Alasannya, masyarakat kelas menengah-atas lebih berminat terhadap isu publik dan sering mengakses media yang menyiarkan debat.

“Kalau kalangan menengah ke bawah biasanya lebih suka menonton hiburan,” ujar Qodari, Senin (9/6). Apalagi, katanya, kalangan menengah-bawah sulit mencerna isu publik yang sering menggunakan istilah-istilah yang sulit dipahami.

Qodari menuturkan elektabilitas pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla terpaut sedikit. Dia mengatakan setiap kegiatan yang melibatkan kedua pasangan bisa mengubah atau bahkan membalikkan suara. Karena itu, dalam acara-acara debat selanjutnya, Qodari menyarankan kedua pasangan tersebut memoles penampilan dan retorika serta memperbaiki data dan isi debat.

Hanya saja debat calon presiden (capres) yang berlangsung Senin (8/6) malam dinilai tak akan banyak memengaruhi pilihan pemilih dalam pemilihan presiden (pilpres) mendatang.

Alasannya, kemampuan beretorika seorang calon mengenai visi misi serta program belum tentu sejalan dengan implementasinya jika terpilih. Selain itu, para pemilih tradisional sudah memiliki pilihannya sendiri, tak akan bisa dipengaruhi.

Hal tersebut disampaikan pakar komunikasi politik dari Universitas Diponegoro, Triyono Lukmantoro, dan Koordinator Forum Masyarakat Pemantau Parlemen, Sebastian Salang, secara terpisah, Senin (9/5).

Triyono mengatakan, debat capres hanya berpengaruh terhadap undecided voters atau para calon pemilih yang belum memutuskan pilihan. Namun untuk mereka yang telah memiliki capres pilihan, debat ini tak punya pengaruh  besar.

“Itu pun hanya memiliki pengaruh di kelas menengah yang memiliki akses ke media dan televisi. Untuk masyarakat tradisional yang pilihan politiknya sudah mapan, tak akan punya pengaruh,” ujarnya.

Hal senada dikatakan Sebastian Salang. “Secara teoretis, debat capres adalah sesuatu yang sangat bagus. Di negara-negara maju, debat capres sangat berpengaruh. Tapi di Indonesia, debat capres juga cawapres masih sebatas formalistas dan normatif,” tutur Sebastian.

Menurut dia, kebanyakan pemilih menentukan pilihan sebelum debat dilakukan. Entah itu berdasarkan rekam jejak calon, hubungan emosional, juga karena hubungan partai politik (parpol). Debat hanya berpengaruh, ia menjelaskan, kalau penyelenggara dan panelis bisa membuat proses debat lebih bermutu dan menyentuh kebijakan yang konkret.

Itu misalnya bagaimana para calon membuat penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak lagi bertolak dari jumlah utang minimal, tetapi harus memulai dengan target surplus. Bagaimana pula mereka harus meningkatkan kehidupan petani yang berangkat dari pengelolaan hasil pertanian di tingkat petani secara rinci. Jika materi hanya hal-hal umum, proses debat akan mubazir.

“Dari pengalaman, pertanyaan panelis sering terasa diatur, menjaga sensititas karena ada ketakutan cenderung menguntungkan pihak tertentu. Ini yang tidak benar,” ujarnya.  Proses selama masa kampanye, menurutnya, lebih banyak memengaruhi pemilih ketimbang debat yang hanya berlangsung beberapa waktu.

Sementara itu, menyorot soal seberapa jauh kemampuan public speaking di antara dua capres yang maju, Triyono mengatakan, masing-masing punya kekuatan dan kelemahan.

“Public speaking itu bukan sekadar soal kemampuan seseorang menyampaikan pendapatnya, melainkan juga soal subtansi yang disampaikan. Soal logos atau logika penalaran, etos yang merujuk track record pembicara dan patos yang terkait dampak emosi yang ditimbulkan,” ucapnya.

Dalam sisi logos dan etos, menurut Triyono, Jokowi lebih unggul. “Jokowi lebih orisinal, pilihan katanya sederhana,” tuturnya. Selain itu, substansi yang disampaikan Jokowi- dengan pengalamannya memimpin Solo dan Jakarta- lebih logis. “Ini bisa dilihat dari penyampaian program-programnya saat debat,” ujarnya.

Sementara dari sisi patos, Prabowo lebih unggul. Gaya bicaranya yang meniru Soekarno dengan intonasi tinggi rendah adalah keunggulan yang tak dimiliki Jokowi.

Pengamat Komunikasi Politik Effendi Gazali  mengatakan, di banyak negara, debat bukan kewajiban. Tapi kalau tidak maju ke debat seakan-akan sudah kalah lebih dulu walaupun dia unggul dalam jajak pendapat. Kalau ada debat atau ada berbagai pemunculan di media yang diamati adalah gestur.

‘’Debat itu dianggap sebagai shadow event, peristiwa kecil yang menjadi besar karena di mediakan. Sekarang ada tradisi atau gaya baru yaitu shadow of shadow event, dalam arti, apa yang terjadi di peristiwa itu betul-betul didramatisir,” katanya. (bbs/val)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/