26.7 C
Medan
Tuesday, May 21, 2024

Jokowi-Ma’ruf Lawan Prabowo-Sandi

Ma’ruf Amin Ingin Bangun Ekonomi Keumatan
Usai diumumkan sebagai Cawapres, Ketua Umum MUI, Ma’ruf Amin mengatakan berencana membangun suatu arus baru dalam sistem perekonomian di Indonesia. Ma’ruf menyebutnya sebagai sistem ekonomi keumatan.

“Arus lama itu membentuk konglomerat. Yang ini arus baru, tapi bukan untuk melemahkan yang kuat, tapi bagaimana menguatkan yang lemah,” kata Ma’ruf dalam jumpa pers di Kantor PBNU Jakarta Pusat, Kamis (9/8/2018).

Menurut Ma’ruf, sistem ekonomi model ini lebih mengedepankan program redistribusi aset dan kemitraan. Ia berharap, para konglomerat lebih banyak yang bermitra dengan usaha masyarakat.

Ini termasuk, menurut Ma’ruf, bermitra dengan koperasi masyarakat dan bahkan melibatkan pesantren. Menurut Ma’ruf, pengusaha besar dilarang menguasai rantai ekonomi dari hulu sampai ke hilir. Dia mengatakan, masyarakat kecil dan menegah harus dilibatkan mulai dari produksi hingga distribusi. “Jadi ada kemitraan antara yang kuat dan yang lemah,” kata Ma’ruf Amin.

KH Ma’ruf Amin bukan pemain baru dalam kancah politik tanah air. Sejumlah jabatan birokrasi pernah didudukinya. Selain itu, sosoknya juga kental dengan latar belakang Islam.

Seperti dilansir dari Wikipedia, kiprah Ma’ruf dalam kancah politik dimulai pada 1971. Kala itu pada usia 28 tahun dia berhasil masuk dalam jajaran legislatif DKI Jakarta.

Selama menjadi legislator di ibu kota, Ma’ruf beberapa kali menduduki posisi strategis, di antaranya Ketua Fraksi Golongan Islam, Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Pimpinan Komisi A DPRD DKI Jakarta.

Setelah kenyang duduk di legislator DKI Jakarta, pria kelahiran Tangerang, 75 tahun silam itu naik kelas. Kala itu dia menyeberang partai dari PPP ke Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Keputusannya itu berhasil mengantarkannya menjadi Ketua Komisi VI DPR RI. Dilanjut dengan menjadi Anggota MPR RI.

Tidak berhenti di situ, karir politik Ma’ruf masih bergulir. Pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dirinya ditunjuk menjadi Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres). Ia menjabat sejak 2007 dan berakhir pada 2014.

Dari sisi keagamaan sendiri, Ma’ruf sejak kecil sudah kental dengan ajaran Islam. Bahkan silsilah keluarganya juga merupakan pemuka agama. Ayahnya misalnya, KH Mohamad Amin merupakan ulama besar, muridnya saja tersebar di seluruh penjuru Provinsi Banten.

Pada masa sekolah dasar, ayah delapan anak itu sudah mulai belajar ilmu agama dengan mengenyam pendidikan di pondok pesantren Citangkil, Banten. Lulus dari situ Ma’ruf merantau ke Jawa Timur untuk belajar di Pesantren Tebu Ireng. Kemudian dia besar di Universitas Ibnu Chaldun Jakarta, hingga meraih gelar profesor di Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang.

Dalam organisasi keislaman, Ma’ruf telah malang melintang di berbagai jabatan. Seperti menjadi Penasihat Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM-PBNU), Rois Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).

Dia juga pernah menjadi Ketua Komisi Fatwa MUI Pusat, Anggota BAZIS DKI Jakarta, Anggota Koordinator Da’wah (KODI) DKI Jakarta, hingga puncaknya pada 2015 lalu ia diangkat menjadi Ketua Umum MUI, dan Ra’is Aam PBNU masa bakti 2015-2020.

Dengan segudang pengalamannya ini baik dari sisi politik maupun keagamaan, Ma’ruf tentu memiliki daya tawar sendiri hingga ditunjuk Jokowi menjadi Cawapres. Petahana tentu berharap dengan hadirnya ulama itu, dapat menambah peluang kemenangannya di Pilpres 2019. (ce1/gwn/sat/hap/JPC)

Ma’ruf Amin Ingin Bangun Ekonomi Keumatan
Usai diumumkan sebagai Cawapres, Ketua Umum MUI, Ma’ruf Amin mengatakan berencana membangun suatu arus baru dalam sistem perekonomian di Indonesia. Ma’ruf menyebutnya sebagai sistem ekonomi keumatan.

“Arus lama itu membentuk konglomerat. Yang ini arus baru, tapi bukan untuk melemahkan yang kuat, tapi bagaimana menguatkan yang lemah,” kata Ma’ruf dalam jumpa pers di Kantor PBNU Jakarta Pusat, Kamis (9/8/2018).

Menurut Ma’ruf, sistem ekonomi model ini lebih mengedepankan program redistribusi aset dan kemitraan. Ia berharap, para konglomerat lebih banyak yang bermitra dengan usaha masyarakat.

Ini termasuk, menurut Ma’ruf, bermitra dengan koperasi masyarakat dan bahkan melibatkan pesantren. Menurut Ma’ruf, pengusaha besar dilarang menguasai rantai ekonomi dari hulu sampai ke hilir. Dia mengatakan, masyarakat kecil dan menegah harus dilibatkan mulai dari produksi hingga distribusi. “Jadi ada kemitraan antara yang kuat dan yang lemah,” kata Ma’ruf Amin.

KH Ma’ruf Amin bukan pemain baru dalam kancah politik tanah air. Sejumlah jabatan birokrasi pernah didudukinya. Selain itu, sosoknya juga kental dengan latar belakang Islam.

Seperti dilansir dari Wikipedia, kiprah Ma’ruf dalam kancah politik dimulai pada 1971. Kala itu pada usia 28 tahun dia berhasil masuk dalam jajaran legislatif DKI Jakarta.

Selama menjadi legislator di ibu kota, Ma’ruf beberapa kali menduduki posisi strategis, di antaranya Ketua Fraksi Golongan Islam, Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Pimpinan Komisi A DPRD DKI Jakarta.

Setelah kenyang duduk di legislator DKI Jakarta, pria kelahiran Tangerang, 75 tahun silam itu naik kelas. Kala itu dia menyeberang partai dari PPP ke Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Keputusannya itu berhasil mengantarkannya menjadi Ketua Komisi VI DPR RI. Dilanjut dengan menjadi Anggota MPR RI.

Tidak berhenti di situ, karir politik Ma’ruf masih bergulir. Pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dirinya ditunjuk menjadi Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres). Ia menjabat sejak 2007 dan berakhir pada 2014.

Dari sisi keagamaan sendiri, Ma’ruf sejak kecil sudah kental dengan ajaran Islam. Bahkan silsilah keluarganya juga merupakan pemuka agama. Ayahnya misalnya, KH Mohamad Amin merupakan ulama besar, muridnya saja tersebar di seluruh penjuru Provinsi Banten.

Pada masa sekolah dasar, ayah delapan anak itu sudah mulai belajar ilmu agama dengan mengenyam pendidikan di pondok pesantren Citangkil, Banten. Lulus dari situ Ma’ruf merantau ke Jawa Timur untuk belajar di Pesantren Tebu Ireng. Kemudian dia besar di Universitas Ibnu Chaldun Jakarta, hingga meraih gelar profesor di Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang.

Dalam organisasi keislaman, Ma’ruf telah malang melintang di berbagai jabatan. Seperti menjadi Penasihat Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM-PBNU), Rois Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).

Dia juga pernah menjadi Ketua Komisi Fatwa MUI Pusat, Anggota BAZIS DKI Jakarta, Anggota Koordinator Da’wah (KODI) DKI Jakarta, hingga puncaknya pada 2015 lalu ia diangkat menjadi Ketua Umum MUI, dan Ra’is Aam PBNU masa bakti 2015-2020.

Dengan segudang pengalamannya ini baik dari sisi politik maupun keagamaan, Ma’ruf tentu memiliki daya tawar sendiri hingga ditunjuk Jokowi menjadi Cawapres. Petahana tentu berharap dengan hadirnya ulama itu, dapat menambah peluang kemenangannya di Pilpres 2019. (ce1/gwn/sat/hap/JPC)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/