29 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Honorer K-2 Kritisi Pelonggaran Syarat Usia 6 Posisi CPNS

UNJUK RASA: Honorer K-2 ketika melakukan unjuk rasa tentang pengangkatan CPNS, beberapa waktu lalu.

Kebijakan pemerintah memberikan kelonggaran syarat usia menjadi 40 tahun bagi enam jabatan dalam tes calon pegawai negeri sipil (CPNS) 2019 menuai kritik. Terutama dari tenaga honorer K-2. Mereka menilai, kebijakan tersebut plinplan dan tidak mencerminkan keadilan.

KETUA Perkumpulan Hononer K2 Indonesia (PHK2I) Titi Purwaningsih mempertanyakan kebijakan tersebut. Sebab, itu bertentangan dengan argumen pemerintah saat tidak memberikan jalan bagi honorer K-2 ikut tes CPNS. Yakni, honorer dengan usia di atas 35 tahun dan rata-rata sudah bekerja sebelum 2005.

Selama ini, kata Titi, pemerintah bergeming jika honorer K-2 tidak bisa mengikuti CPNS karena usia sudah di atas 35 tahun. Syarat tersebut dinilai mutlak. Tidak bisa ditawar. Namun, nyatanya, pemerintah memberikan kekhususan kepada enam jabatan. “Jadi, bohong saja selama ini,” tegas dia kepada Jawa Pos (Grup Sumut Pos).

Pelonggaran syarat usia tersebut diterbitkan melalui Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2019. Enam jabatan yang diberikan kekhususan adalah dokter, dokter gigi, dokter pendidik klinis, dosen, peneliti, dan perekayasa.

Menurut Titi, kelonggaran syarat umur terhadap enam jabatan itu sama saja dengan membuat kebijakan khusus. Dengan logika yang sama, dia menilai kebijakan tersebut semestinya bisa juga diterapkan kepada honorer K-2. “Beri juga kami lex specialis,” katanya.

Titi mengatakan, ada banyak hal yang dapat dijadikan dasar bagi pemerintah untuk memberikan lex specialis seperti kepada guru honorer K-2. Salah satunya, masa pengabdian honorer K-2 yang sudah lama. Di sisi lain, honorer K-2 sudah terbukti mampu bekerja. Itu dibuktikan dengan aktivitas mengajar yang berlangsung hingga saat ini.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) Ainun Naim menuturkan, saat ini fokus pemerintah adalah menciptakan sumber daya manusia (SDM) unggul. Termasuk meningkatkan kualitas perguruan tinggi dan menguatkan riset.

Kemenristekdikti saat ini fokus untuk mengerek posisi kampus tanah air di peringkat dunia. Kualifikasi dosen sebagai tenaga pengajar pun harus meningkat. Salah satunya, melonggarkan batas usia pelamar dosen menjadi 40 tahun dan harus strata tiga (S-3) atau doktor. Begitu juga dengan peneliti dan perekayasa.

“Dengan kualifikasi tersebut, diharapkan (mereka) mempunyai kompetensi untuk lebih mengembangkan penelitian dan penerapan teknologi yang lebih tinggi. Itu masih sangat kami butuhkan,” terang Naim. (far/han/c10/fal/dek)

UNJUK RASA: Honorer K-2 ketika melakukan unjuk rasa tentang pengangkatan CPNS, beberapa waktu lalu.

Kebijakan pemerintah memberikan kelonggaran syarat usia menjadi 40 tahun bagi enam jabatan dalam tes calon pegawai negeri sipil (CPNS) 2019 menuai kritik. Terutama dari tenaga honorer K-2. Mereka menilai, kebijakan tersebut plinplan dan tidak mencerminkan keadilan.

KETUA Perkumpulan Hononer K2 Indonesia (PHK2I) Titi Purwaningsih mempertanyakan kebijakan tersebut. Sebab, itu bertentangan dengan argumen pemerintah saat tidak memberikan jalan bagi honorer K-2 ikut tes CPNS. Yakni, honorer dengan usia di atas 35 tahun dan rata-rata sudah bekerja sebelum 2005.

Selama ini, kata Titi, pemerintah bergeming jika honorer K-2 tidak bisa mengikuti CPNS karena usia sudah di atas 35 tahun. Syarat tersebut dinilai mutlak. Tidak bisa ditawar. Namun, nyatanya, pemerintah memberikan kekhususan kepada enam jabatan. “Jadi, bohong saja selama ini,” tegas dia kepada Jawa Pos (Grup Sumut Pos).

Pelonggaran syarat usia tersebut diterbitkan melalui Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2019. Enam jabatan yang diberikan kekhususan adalah dokter, dokter gigi, dokter pendidik klinis, dosen, peneliti, dan perekayasa.

Menurut Titi, kelonggaran syarat umur terhadap enam jabatan itu sama saja dengan membuat kebijakan khusus. Dengan logika yang sama, dia menilai kebijakan tersebut semestinya bisa juga diterapkan kepada honorer K-2. “Beri juga kami lex specialis,” katanya.

Titi mengatakan, ada banyak hal yang dapat dijadikan dasar bagi pemerintah untuk memberikan lex specialis seperti kepada guru honorer K-2. Salah satunya, masa pengabdian honorer K-2 yang sudah lama. Di sisi lain, honorer K-2 sudah terbukti mampu bekerja. Itu dibuktikan dengan aktivitas mengajar yang berlangsung hingga saat ini.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) Ainun Naim menuturkan, saat ini fokus pemerintah adalah menciptakan sumber daya manusia (SDM) unggul. Termasuk meningkatkan kualitas perguruan tinggi dan menguatkan riset.

Kemenristekdikti saat ini fokus untuk mengerek posisi kampus tanah air di peringkat dunia. Kualifikasi dosen sebagai tenaga pengajar pun harus meningkat. Salah satunya, melonggarkan batas usia pelamar dosen menjadi 40 tahun dan harus strata tiga (S-3) atau doktor. Begitu juga dengan peneliti dan perekayasa.

“Dengan kualifikasi tersebut, diharapkan (mereka) mempunyai kompetensi untuk lebih mengembangkan penelitian dan penerapan teknologi yang lebih tinggi. Itu masih sangat kami butuhkan,” terang Naim. (far/han/c10/fal/dek)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/