JAKARTA- Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) tidak bosan-bosan untuk mengajak siswa, guru, dan pejabat terkait untuk jujur dalam pelaksanaan Ujian Nasional (Unas). Meskipun kecurangan sulit dideteksi, Kemendiknas tetap yakin ancaman sanksi bisa membuat semua yang terkait lebih jujur. Ancaman sanksi tahun ini, nilai siswa yang curang akan dihapus.
Ancaman tersebut disampaikan langsung Mendiknas Mohamad Nuh. Dia menjelaskan, tahun ini pihaknya memiliki sistem baru untuk mendeteksi kecurangan pengerjaan unas. Setiap lembar jawaban siswa memiliki kode rahasia. Kode tersebut, hanya diketahui oleh kemendiknas, percetakan, dan pengawas.
Dengan kode rahasia tersebut, pelaksana Unas bisa mengetahui langsung siapa-siapa siswa yang melakukan kecurangan. “Semua harus mengikuti tema Unas tahun ini, prestasi yes, jujur harus,” tandasnya.
Selain mewanti-wanti siswa supaya mengerjakan soal dengan jujur, Kemendiknas juga masih mencium potensi sekolahan yang mendongkrak nilai unas siswanya. Tujuannya satu, yaitu untuk mencapai angka kelulusan 100 persen.
Untuk kasus ini, Nuh mengatakan, pihak sekolah yang curang akan mendapatkan sanksi administratif. Yaitu, Kemendiknas tidak menerima nilai ujian sekolah. Seperti diketahui, ketentuan kelulusan diambil dari dua aspek. Pertama, dari nilai ujian nasional sebesar 60 persen, dan kedua dari nilai ujian sekolah sebesar 40 persen. “Jika sekolah nakal, peresentase ujian sekolah kami hapus. Jadi murni kelulusan dari nilau unas saja,” tegas mantan rektor ITS tersebut. Jika nilai ujian sekolah yang diambil berdasarkan rapor dihapus, otomatis siswa berharap penuh pada hasil unas.
Sementara untuk wali murid yang akan menjalani unas, Nuh mengatakan jangan mudah terpengaruh isu jual beli bocoran naskah soal. Dia mengatakan, selama ini banyak sekali modus yang digunakan penipu untuk mencari duit menjelang detik-detik akhir pelaksanaan Unas. Nuh mencontohkan, ada penipu yang mengatakan jika lembar soal yang dijualnya 50 persen persis seperti naskah unas. Harga yang dipatok bisa sampai Rp 1 juta.
Ada juga yang memasang iming-iming jika naskah soal itu akurasinya adalah 75 persen bahkan seratus persen. “Semua itu bohong. Kalau dipercaya, risikonya besar,” sebut Nuh. Risiko muncul karena siswa bisa jadi ogah belajar karena merasa sudah memegang duplikat lembar soal Unas. Padahal, lembar duplikat tersebut bohongan.
Pintu kebocoran naskah Unas lainnya diduga muncul dari lembaga bimbingan belajar. Untuk menarik peminat, biasanya lembaga bimbingan belajar melobi percetakan untuk mendapatkan soal. Untuk kasus ini, Nuh mengatakan tahun ini tidak akan terjadi.(wan/pnn)