SDA mengatakan, ada sisa kuota haji yang tidak terserap tiap tahunnya. Kisarannya adalah 1-2 persen. SDA menjelaskan, tidak terserapnya sisa kuota haji disebabkan banyak hal.
“‎Dari 211.000 penyelenggara haji yang kami berangkatkan setiap tahun pasti ada yang meninggal dunia sebelum berangkat, yang hamil, ada yang sakit keras, ada yang tidak mampu melunasi. Kemudian, ada juga yang melakukan tugas lain yang dianggap penting. Jadi mereka tidak berangkat haji. Itu selalu ada tiap tahun,” ujar SDA.
SDA menyatakan, menteri agama mendapat kuota dari Menteri Haji di Saudi Arabia. Kuota haji Indonesia 211.000 orang, tapi pemerintah mengelola 194.000 orang.
“(Jumlah) itu ketentuan pemerintah sana. Tapi, realitasnya kita cuma terserap sekitar 190.000 atau 192.000. Jadi selalu ada gap. Sisa itu diberikan kepada mereka di penghujung. Tidak ada jemaah haji yang dirugikan,” tuturnya.
SDA mengungkapkan, dirinya tidak melakukan penyalahgunaan wewenang terkait masalah tender dan anggaran. “Apakah anda menganggap saya sampai pada hal-hal teknis seperti itu? Ada bidang lain. Tolong ini dipahami,” tandasnya
Sebagai informasi, pada Mei 2014 KPK menetapkan SDA sebagai tersangka dugaan korupsi penyelenggaraan haji tahun 2012-2013. Dia diduga menyalahgunakan dana setoran awal haji dari masyarakat untuk membiayai pejabat Kementerian Agama dan keluarganya naik haji.
Pada hari Rabu (8/4) lalu, KPK kembali menetapkan SDA sebagai tersangka kasus korupsi penyelenggaraan haji. Namun kali ini untuk penyelenggaraan haji tahun 2010-2011.
Atas perbuatannya pria berkacamata ini, dijerat dengan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 dan juncto pasal 65 KUHPidana. (dil/gil/jpnn/bbs/val)