32 C
Medan
Friday, June 28, 2024

50 Ribu WNI Ngamuk di Arab

JAKARTA-Ironi nasib TKI di luar negeri terus bermunculan. Kasus terbaru terjadi di komplek Konsul Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Jeddah. Sekitar 50 ribu TKI dan WNI umum mengamuk saat mengurus surat perjalanan laksana paspor (SPLP) Minggu (9/6) malam waktu setempat. Akibatnya, seorang TKI meninggal dunia dan beberapa staf KJRI Jeddah mengalami luka serius. Selain itu, gedung KJRI pun dibakar massa.

Pembakaran diduga dilakukan oleh warga Indonesia yang tidak puas dengan pelayanan phak KJRI. Melalui situs Youtube dapat dilihat asap mengepul dari gedung KJRI. Namun pembakaran itu dibantah Menteri Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar. “Itu hanya plastik yang dibakar. Dilebih-lebihkan saja,” katanya di gedung parlemen, Jakarta, kemarin.

Korban tewas dalam insiden ini adalah Marwah Binti Hasan (58) asal Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur. Kematian Marwah ini sampai sekarang masih simpang siur. Mulai dari kabar dia tewas terinjak-injak, hingga meninggal karena sebelumnya sudah sakit akut.

Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Jumhur Hidayat mengatakan, Marwah memang sebelumnya sakit. “Jadi tidak benar jika dia meninggal karena terinjak-injak,” kata Jumhur di komplek DPR kemarin (10/6). Jumhur mengatakan pihaknya sangat prihatin atas insiden ini.

Jumhur menceritakan bahwa dia terus mengumpulkan informasi langsung dari Arab Saudi. Di antaranya melalui Kementerian Luar Negeri (Kemenlu). Jumhur mengatakan bahwa awalnya antrean pengurusan SPLP di KJRI Jeddah berjalan lancar dan tertib, meskipun jumlah pemohon SPLP berlipat-lipat dari kondisi normal.

Menurut Jumhur, dalam kondisi normal pemohon SPLP paling banter 500 orang. “Bandingkan dengan kondisi Minggu malam itu, pemohonnya hingga 50 ribu orang,” katanya.

Kabar sementara, jumlah pemohon SPLP ini membludak karena ada kabar bohong yang dihembuskan di kalangan TKI. Kabar bohong itu menyebutkan bahwa hari Minggu itu adalah  batas akhir pengajuan SPLP, karena ada masa pemutihan dokumen atau amnesti dari pemerintah Arab Saudi.

Tak ayal, kabar tersebut membuat TKI dari seantero Arab Saudi menyemut di KJRI Jeddah. Sejatinya pengurusan SPLP juga dibuka di KBRI Riyadh. Tetapi di tempat ini pada Minggu lalu hanya ada sekitar 500 pemohon SPLP. Para TKI memilih KJRI Jeddah karena skema pengurusannya lebih mudah ketimbang di KBRI Riyadh. Kalau di KBRI Riyadh dibatasi tembok yang sangat kokoh, sehingga sulit bagi TKI untuk antre dalam jumlah yang banyak.
Setelah terjadi konsentrasi TKI di KJRI Jeddah, Jumhur mengatakan ada pihak-pihak nakal yang menyuluh kericuhan. Kebetulan saat itu meskipun malam hari, cuaca lumayan panas. “Pada siang hari saja bisa mencapai 50 derajat celcius,” katanya.

Jumhur mengatakan jika pihak-pihak yang memprovokasi itu adalah WNI sendiri. Tepatnya WNI yang selama ini menjadi penampung TKI-TKI ilegal untuk dipekerjakan kembali tanpa izin. Nah dengan praktik ini, WNI yang menjadi penampung TKI ilegal tadi mendapatkan uang. Baik dari TKI yang mereka salurkan secara ilegal, maupun dari majikan yang membutuhkan TKI tanpa prosedur legal.

“Orang-orang yang menampung TKI ilegal itu orang kita sendiri. Mereka sudah lama menetap di Arab Saudi,” papar Jumhur. Dia mengatakan orang-orang ini sangat tidak senang ketika pemerintah Arab Saudi membuka masa pemutihan dokumen. Karena mengancam penghasilan mereka.
Umumnya para ‘mafia’ TKI ilegal itu merekrut orang-orang yang satu suku. Misalnya suku Sunda, Jawa, atau Madura. Dengan sistem perekrutan seperti ini, tidak sampai menimbulkan gejolak di antara mereka karena ada rasa saling persaudaraan di negeri orang.

Selain menuding ulah para WNI nakal tadi, Jumhur juga mengkritisi sistem informasi di pemerintahan Arab Saudi. Dia mengatakan, kabar adanya masa pemutihan bagi TKI atau WNI ilegal itu muncul sekitar 11 Mei lalu. Kemudian dibukanya loket amnesti atau pemutihan dokumen itu pekan ketiga Mei. Kondisi itu diperparah dengan deadline yang ditetapkan hingga 3 Juli nanti. Kabar terbaru setelah ada desakan dari banyak negara, Arab Saudi memperpanjang deadline amnesti ini hingga 4 Oktober nanti.

“Bisa dibayangkan di Arab Saudi itu ada kurang lebih 120 ribu WNI atau TKI yang butuh pemutihan dokumen,” papar Jumhur. Dengan waktu yang mepet itu, Jumhur mengatakan setiap hari rata-rata da 5.000 pemohon khusus di KJRI Jeddah. Data terbaru pemohon SPLP sudah mencapai 47 ribuan orang. Tetapi dokumen SPLP yang sudah diterbitkan masih sekitar 12 ribu lembar.

Jumhur mengatakan pihak Arab Saudi seharusnya bisa mencontoh Malaysia. Dia mengatakan negeri jiran itu sudah mengumumkan agenda pemutihan dokumen enam bulan menjelang hari-H. Dengan demikian para TKI di Malaysia bisa bersiap-siap. “Begitu pula dengan staf imigrasi dan perwakilan Indonesia juga bisa siap-siap. Jika di Arab Saudi waktunya mepet sekali,” katanya.

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Muhaimin Iskandar langsung menuai banyak kecaman dari Komisi IX DPR kemarin. Komisi yang membidangi urusan ketenagakerjaan itu menilai, pemerintah Indonesia kebobolan karena tidak bisa memprediksi jumlah pemohon SPLP. Komisi IX DPR juga mengusulkan ke depan pengurusan SPLP tidak terkosentrasi hanya di KJRI Jeddah dan KBRI Riyadh saja.

Muhaimin mengatakan pihaknya sudah berkoordinasi dengan Kementerian Hukum dan HAM serta Kemenlu terkait insiden ini. Dia mengatakan saat ini pemerintah sudah mengambil gerak cepat dengan menambah personel yang melayani pengurusan SPLP. Penambahan staf ini murni dari Arab Saudi, bukan staf baru yang diterbangkan dari Jakarta. “Usulan menggunakan tenaga mahasiswa Indonesia itu layak dikaji,” katanya. Selain itu penjagaan dari kepolisian setempat di KJRI Jeddah juga diperketat.

Muhaimin mengatakan ada banyak jenis TKI ilegal yang mengurus SPLP. Mulai dari TKI yang melanggar batas izin tinggal (over stay), TKI yang mau pulang tetapi menunggu musim umrah Ramadhan hingga yang menunggu musim haji 2013. “Pokoknya kemarin itu tumplek blek para TKI dan WNI umum yang ingin mengurus SPLP,” kata dia.

Terkait kasus meninggalnya seorang WNI dalam insiden ini, Muhaimin mengatakan akibat sakit. “Sudah diselidiki oleh otoritas setempat,” katanya. Muhaimin menepis jika insiden ini berujung pembakaran kantor KJRI Jeddah oleh para TKI. Kasus yang sebenarnya terjadi adalah para TKI yang kesal membakar plastik-plastik pembatas jalan sehingga menimbulkan asap hitam pekat.

Versi Kemenlu menyebutkan jika sejatinya pemerintah Arab Saudi telah mengeluarkan informasi masa pemutihan bagi seluruh warga negara asing dokumen pada 10 April 2013. Dengan kebijakan ini, para TKI ilegal atau undocumented berpeluang pulang ke Indonesia secara mandiri dan tanpa menanggung denda atau menjalani hukuman kurungan akibat melanggar ketentuan imigrasi.

Untuk membantu warga Indonesia, KBRI membuka layanan sejak 18 Mei lalu. Data resmi Kemenlu mencatat hingga 8 Juni ada 48.260 usulan SPLP dan selurunya telah diproses. Hingga posisi Senin kemarin, 12.877 SPLP yang sudah diserahkan ke pemohon. Selanjutnya menyusul penyerahan 5.000 lembar SPLP lainnya. (wan/ken/jpnn)

JAKARTA-Ironi nasib TKI di luar negeri terus bermunculan. Kasus terbaru terjadi di komplek Konsul Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Jeddah. Sekitar 50 ribu TKI dan WNI umum mengamuk saat mengurus surat perjalanan laksana paspor (SPLP) Minggu (9/6) malam waktu setempat. Akibatnya, seorang TKI meninggal dunia dan beberapa staf KJRI Jeddah mengalami luka serius. Selain itu, gedung KJRI pun dibakar massa.

Pembakaran diduga dilakukan oleh warga Indonesia yang tidak puas dengan pelayanan phak KJRI. Melalui situs Youtube dapat dilihat asap mengepul dari gedung KJRI. Namun pembakaran itu dibantah Menteri Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar. “Itu hanya plastik yang dibakar. Dilebih-lebihkan saja,” katanya di gedung parlemen, Jakarta, kemarin.

Korban tewas dalam insiden ini adalah Marwah Binti Hasan (58) asal Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur. Kematian Marwah ini sampai sekarang masih simpang siur. Mulai dari kabar dia tewas terinjak-injak, hingga meninggal karena sebelumnya sudah sakit akut.

Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Jumhur Hidayat mengatakan, Marwah memang sebelumnya sakit. “Jadi tidak benar jika dia meninggal karena terinjak-injak,” kata Jumhur di komplek DPR kemarin (10/6). Jumhur mengatakan pihaknya sangat prihatin atas insiden ini.

Jumhur menceritakan bahwa dia terus mengumpulkan informasi langsung dari Arab Saudi. Di antaranya melalui Kementerian Luar Negeri (Kemenlu). Jumhur mengatakan bahwa awalnya antrean pengurusan SPLP di KJRI Jeddah berjalan lancar dan tertib, meskipun jumlah pemohon SPLP berlipat-lipat dari kondisi normal.

Menurut Jumhur, dalam kondisi normal pemohon SPLP paling banter 500 orang. “Bandingkan dengan kondisi Minggu malam itu, pemohonnya hingga 50 ribu orang,” katanya.

Kabar sementara, jumlah pemohon SPLP ini membludak karena ada kabar bohong yang dihembuskan di kalangan TKI. Kabar bohong itu menyebutkan bahwa hari Minggu itu adalah  batas akhir pengajuan SPLP, karena ada masa pemutihan dokumen atau amnesti dari pemerintah Arab Saudi.

Tak ayal, kabar tersebut membuat TKI dari seantero Arab Saudi menyemut di KJRI Jeddah. Sejatinya pengurusan SPLP juga dibuka di KBRI Riyadh. Tetapi di tempat ini pada Minggu lalu hanya ada sekitar 500 pemohon SPLP. Para TKI memilih KJRI Jeddah karena skema pengurusannya lebih mudah ketimbang di KBRI Riyadh. Kalau di KBRI Riyadh dibatasi tembok yang sangat kokoh, sehingga sulit bagi TKI untuk antre dalam jumlah yang banyak.
Setelah terjadi konsentrasi TKI di KJRI Jeddah, Jumhur mengatakan ada pihak-pihak nakal yang menyuluh kericuhan. Kebetulan saat itu meskipun malam hari, cuaca lumayan panas. “Pada siang hari saja bisa mencapai 50 derajat celcius,” katanya.

Jumhur mengatakan jika pihak-pihak yang memprovokasi itu adalah WNI sendiri. Tepatnya WNI yang selama ini menjadi penampung TKI-TKI ilegal untuk dipekerjakan kembali tanpa izin. Nah dengan praktik ini, WNI yang menjadi penampung TKI ilegal tadi mendapatkan uang. Baik dari TKI yang mereka salurkan secara ilegal, maupun dari majikan yang membutuhkan TKI tanpa prosedur legal.

“Orang-orang yang menampung TKI ilegal itu orang kita sendiri. Mereka sudah lama menetap di Arab Saudi,” papar Jumhur. Dia mengatakan orang-orang ini sangat tidak senang ketika pemerintah Arab Saudi membuka masa pemutihan dokumen. Karena mengancam penghasilan mereka.
Umumnya para ‘mafia’ TKI ilegal itu merekrut orang-orang yang satu suku. Misalnya suku Sunda, Jawa, atau Madura. Dengan sistem perekrutan seperti ini, tidak sampai menimbulkan gejolak di antara mereka karena ada rasa saling persaudaraan di negeri orang.

Selain menuding ulah para WNI nakal tadi, Jumhur juga mengkritisi sistem informasi di pemerintahan Arab Saudi. Dia mengatakan, kabar adanya masa pemutihan bagi TKI atau WNI ilegal itu muncul sekitar 11 Mei lalu. Kemudian dibukanya loket amnesti atau pemutihan dokumen itu pekan ketiga Mei. Kondisi itu diperparah dengan deadline yang ditetapkan hingga 3 Juli nanti. Kabar terbaru setelah ada desakan dari banyak negara, Arab Saudi memperpanjang deadline amnesti ini hingga 4 Oktober nanti.

“Bisa dibayangkan di Arab Saudi itu ada kurang lebih 120 ribu WNI atau TKI yang butuh pemutihan dokumen,” papar Jumhur. Dengan waktu yang mepet itu, Jumhur mengatakan setiap hari rata-rata da 5.000 pemohon khusus di KJRI Jeddah. Data terbaru pemohon SPLP sudah mencapai 47 ribuan orang. Tetapi dokumen SPLP yang sudah diterbitkan masih sekitar 12 ribu lembar.

Jumhur mengatakan pihak Arab Saudi seharusnya bisa mencontoh Malaysia. Dia mengatakan negeri jiran itu sudah mengumumkan agenda pemutihan dokumen enam bulan menjelang hari-H. Dengan demikian para TKI di Malaysia bisa bersiap-siap. “Begitu pula dengan staf imigrasi dan perwakilan Indonesia juga bisa siap-siap. Jika di Arab Saudi waktunya mepet sekali,” katanya.

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Muhaimin Iskandar langsung menuai banyak kecaman dari Komisi IX DPR kemarin. Komisi yang membidangi urusan ketenagakerjaan itu menilai, pemerintah Indonesia kebobolan karena tidak bisa memprediksi jumlah pemohon SPLP. Komisi IX DPR juga mengusulkan ke depan pengurusan SPLP tidak terkosentrasi hanya di KJRI Jeddah dan KBRI Riyadh saja.

Muhaimin mengatakan pihaknya sudah berkoordinasi dengan Kementerian Hukum dan HAM serta Kemenlu terkait insiden ini. Dia mengatakan saat ini pemerintah sudah mengambil gerak cepat dengan menambah personel yang melayani pengurusan SPLP. Penambahan staf ini murni dari Arab Saudi, bukan staf baru yang diterbangkan dari Jakarta. “Usulan menggunakan tenaga mahasiswa Indonesia itu layak dikaji,” katanya. Selain itu penjagaan dari kepolisian setempat di KJRI Jeddah juga diperketat.

Muhaimin mengatakan ada banyak jenis TKI ilegal yang mengurus SPLP. Mulai dari TKI yang melanggar batas izin tinggal (over stay), TKI yang mau pulang tetapi menunggu musim umrah Ramadhan hingga yang menunggu musim haji 2013. “Pokoknya kemarin itu tumplek blek para TKI dan WNI umum yang ingin mengurus SPLP,” kata dia.

Terkait kasus meninggalnya seorang WNI dalam insiden ini, Muhaimin mengatakan akibat sakit. “Sudah diselidiki oleh otoritas setempat,” katanya. Muhaimin menepis jika insiden ini berujung pembakaran kantor KJRI Jeddah oleh para TKI. Kasus yang sebenarnya terjadi adalah para TKI yang kesal membakar plastik-plastik pembatas jalan sehingga menimbulkan asap hitam pekat.

Versi Kemenlu menyebutkan jika sejatinya pemerintah Arab Saudi telah mengeluarkan informasi masa pemutihan bagi seluruh warga negara asing dokumen pada 10 April 2013. Dengan kebijakan ini, para TKI ilegal atau undocumented berpeluang pulang ke Indonesia secara mandiri dan tanpa menanggung denda atau menjalani hukuman kurungan akibat melanggar ketentuan imigrasi.

Untuk membantu warga Indonesia, KBRI membuka layanan sejak 18 Mei lalu. Data resmi Kemenlu mencatat hingga 8 Juni ada 48.260 usulan SPLP dan selurunya telah diproses. Hingga posisi Senin kemarin, 12.877 SPLP yang sudah diserahkan ke pemohon. Selanjutnya menyusul penyerahan 5.000 lembar SPLP lainnya. (wan/ken/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/