30 C
Medan
Saturday, June 29, 2024

Musuh PDIP Jadi Bos BIN

Sutiyoso
Sutiyoso

Kebijakan Presiden Jokowi tak henti menuai kontroversi. Setelah dikritik tak menggilir jabatan Panglima TNI kepada matra Angkatan Udara, giliran ‘musuh’ lama PDIP yang juga ketua parpol aktif yang diangkat mengepalai Badan Intelijen Negara (BIN).

NAH, bagaimana Kader PDI Perjuangan (PDIP) melihat keputusan Presiden Jokowi menunjuk Sutiyoso menjadi Kepala BIN? “Pertama, kok tua begitu, umurnya 70 tahun dengan kondisi pekerjaan seperti sekarang ini.

Kedua, setahu saya beliau (Sutiyoso) yang serbu kantor DPP PDIP,” kata politikus PDIP di DPR, Tubagus Hasanuddin, Rabu (10/6).

Hanya saja Ketua DPD PDIP Jawa Barat ini mengaku tidak mempersoalkan keputusan Presiden Jokowi karena itu hak prerogatifnya. Apalagi, ketika penyerangan terjadi pada 27 Juli 1996, Letjen TNI (Purn) ini pun mengaku belum menjadi kader partai berlambang banteng.

Soal pendapat kader PDIP tentang keputusan presiden menunjuk orang yang pernah menyerang kantor pusat menjadi Kepala BIN, dia menyerahkannya kepada kader walaupun mereka tidak bisa berbuat apa-apa atas keputusan Presiden Jokowi.

“Saya tidak sayangkan, ya sudah. Saya belum masuk juga (masuk PDIP ketika itu). Apa kata kader. Kader saya ada 6,5 juta di Jawa Barat. Andaikan tidak setuju kader saya, itu hak prerogatif (Presiden), punya kekuasaan, ya bagaimana lah, ya sudahlah,” ujar mantan Asmil era Presiden Megawati ini.

Dia menyarankan Sutiyoso segera melepaskan jabatan ketum PKPI untuk menjaga netralitas dan objektifitas BIN. Walau begitu, dia tidak menampik Sutiyoso sebagai jenderal TNI berpengalaman.

“Terlepas dari politik balas budi dan sebagai politisi, Bang Yos cukup mampu membawa BIN lebih profesional dalam menjaga NKRI dari pelbagai ancaman dari dalam dan luar. Tidak diragukan lagi,” tukasnya.

Direktur Eksekutif Imparsial, Poengky Indarti, tak setuju dengan penunjukan Sutiyoso menjadi orang nomor satu di lingkup intelijen negara.

“Kami setuju bahwa pejabat Kepala BIN adalah sipil. Tetapi kami berharap pejabat yang ditunjuk adalah pejabat yang tidak terkait pelanggaran HAM,” ujar Poengky, Rabu (10/6).

Menurut dia, pada masa Sutiyoso menjabat sebagai Panglima Kodam Jakarta Raya (Pangdam Jaya) terjadi salah satu kasus pelanggaran HAM, yakni peristiwa Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli atau ‘Kudatuli’. Bentrokan setelah pengambilan paksa kantor DPP PDIP itu mengakibatkan lima orang meninggal, 149 orang luka, dan 136 lainnya ditahan.

Berdasarkan laporan Komnas HAM, penyerbuan ini dilakukan oleh Kodam Jaya atas perintah Susilo Bambang Yudhoyono. Poengky menduga ada keterlibatan Ketum PKPI ini dalam kasus ‘Kudatuli’.

Presiden harusnya bisa melihat latar belakang sosok yang dicalonkannya. Ia menyarankan agar Kepala BIN tidak dipilih dari sosok yang memiliki kasus pelanggaran HAM. “Jika dilihat dari Nawa Cita, ada orang yang diduga terlibat kasus pelanggaran HAM kok malah dipilih jadi pejabat,” tanyanya.

Direktur Eksekutif Indostrategi Andar Nubowo justru menyindir gaya berpolitik Jokowi. Dia menilai, dipilihnya Sutiyoso itu semakin menunjukkan sifat Jokowi yang setia kawan dan tahu balas budi.

“Sutiyoso tu pendukung Jokowi-JK bersama PKPI. Semua partai sudah dapat posisi, kecuali PKPI. Sebagai orang yang baik, tentu Pak Jokowi tidak mau dianggap ‘air susu dibalas air tuba’ atau ‘kacang lupa kulitnya’. Jadi dia mau nunjukin setia kawan dan tahu balas budi,” nyinyir Andar kepada JPNN (grup Sumut Pos), Rabu (10/6).

Andar pun menambahkan bahwa sifat kreatif dan inovatif Jokowi dalam berpolitik memang kerap melanggar pakem politik yang sudah ada.

“Bang Yos itu ketua parpol, diajukan jadi kepala BIN. Meski jenderal, tampaknya kurang elok ketua umum parpol jadi kepala BIN, ini pertama kali dalam sejarah politik di Indonesia. Hanya ada di pemerintahan Jokowi,” kata Andar.

Senada dengan Andar, Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras), Haris Azhar, juga menilai sosok Sutiyoso kurang pas menjadi Kepala BIN menggantikan Marciano Norman.

“Ketuaan, dicari sosok yang lebih segar, bukan cuma segar dalam usia tapi juga gagasan,” ujar Haris menjawab wartawan, Rabu (10/6).

Selain itu, lanjut Haris, Sutiyoso merupakan tokoh lama. Seharusnya Jokowi bisa memilih calon lain yang lebih muda dan kaya gagasan.

“Sutiyoso itu kan datang dari masa lalu, kita sudah berkeringat urus masa lalu, kalau hari ini Jokowi menunjuk orang lama, sama saja pemerintahan ini tembang kenangan,” tuturnya.

Haris justru berharap kepala BIN dipimpin dari sosok berlatarbelakang sipil dan bukan militer. “Saya pikir masih ada sosok sipil yang layak, yang bebas pelanggaran HAM, tidak terlibat kasus di masa lalu,” dia menguatkan.

Pengamat intelijen Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati kaget dengan penunjukan Sutiyoso sebagai kepala BIN. Mantan anggota Komisi I DPR itu menilai Sutiyoso sudah terlalu tua untuk menduduki kursi Kepala BIN.

“Sepuuuhhhh,” ujar Nuning, panggilan Susaningtyas, kepada wartawan, Rabu (10/6).

Menurut penulis buku ‘Komunikasi dalam Kinerja Intelijen Keamanan’ ini, intelijen adalah mata dan telinga Presiden. Dibutuhkan sosok yang cocok dengan presiden dan menjiwai visi-misi yang diemban pemerintah yang dipimpinnya.

“Terpilihnya Sutiyoso sebagai Kepala BIN semoga tak menjadikan BIN mundur dalam early warning system. Sutiyoso sendiri sudah lama tak dalam sistem, semoga saja dirinya masih memiliki kepekaan sebagai seorang perwira intel,” jelasnya.

Di era kepemimpinan Sutiyoso, ia berharap BIN memperkuat penanganan potensi gangguan, ancaman faktual, gangguan nyata, dan ambang gangguan. “Harus benar-benar dilaksanakan secara serius dan profesional,” tegasnya.

Nuning juga berharap penguatan kapasitas dan kapabilitas intelijen ke depan harus dilengkapi dengan pelatihan dan pendidikan. Pasalnya, menurut dia, kian ke depan sistem keamanan dan pertahanan negara kian luas dan makin kompetitif.

“Jadi, bukan semata hanya terkait soal intel, intai, dan tempur (taipur), tapi juga mengedepankan intel proxy dan juga cyber,” jelasnya.

Menurutnya, kepala BIN ke depan tantangannya lebih berat, terutama adanya ancaman terorisme dan separatisme yang semakin besar. “Apalagi dengan semakin terbukanya kita pada masuknya pengaruh asing melalui cyber,” ujarnya.

Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengatakan alasýan Presiden Jokowi mengajukan a Sutiyoso sebagai Kepala BIN, karena pengalamannya. Sutiyoso dinilai mempunyai pengalaman intelijen yang mumpuni, sehingga layak menggantikan Kepala BIN saat ini, yang masih dipegang oleh Marciano Norman.

Menurut Pratikno, Sutoyoso juga sempat mengenyam pendidikan intelijen, baik strategis, maupun pertempuran. “Rekam jejak beliau di bidang intelejen cukup banyak,” kata Pratikno di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu, 10 Juni 2015.

Sutiyoso, kata Pratikno, pernah menjabat Komandan Peleton Kombat Intel di Kalimantan Barat serta Intel Tempur Operasi Flamboyan dan Seroja di Timor Timur. Jabatan lain yang pernah diembannya antara lain Kepala Seksi Intel Group II Kopassus, Panglima Daerah Militer, Komandan Resor Militer, serta Gubernur DKI Jakarta dua periode.

Jabatan di bidang pemerintahan, kata Pratikno, juga semakin memperkaya pengalaman Sutiyoso. Pratikno membantah penunjukan Sutiyoso sebagai bagi-bagi jatah. Sebab dalam pemilihan presiden, Sutyoso menjadi salah satu pendukung Jokowi.

Menurut Pratikno, Jokowi memilih Sutiyoso dengan mengutamakan integritas dan kompetensi. Apalagi sebelum menunjuk Sutiyoso, Pratikno mengklaim ada calon lain. Namun dia enggan menyebutkannya.

Ditanya mengenai apakah Sutiyoso akan mundur dari jabatannya sebagai petinggi partai politik, Pratikno hanya menjawab singkat. “Nanti kita lihat,” kata dia.

Jawaban yang sama juga dilontarkannya saat disinggung tentang keterlibatan Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), serta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dalam menentukan kepala BIN.

Dalam jumpa pers di rumahnya di Solo, Rabu (10/6), Jokowi mengaku punya sederet pertimbangan sebelum menunjuk mantan Pandam Jaya era Soeharto tersebut sebagai pucuk pimpinan BIN.

“Sudah melalui banyak pertimbangan dan memperhatikan baik rekam jejak maupun kompetensi dari Pak Sutiyoso,” ujar Jokowi.

Dia yakin keputusannya menunjuk Sutiyoso sebagai calon kepala BIN  bakal mendapat persetujuan DPR.”Saya berharap tidak (ditolak) karena sudah melalui banyak pertimbangan,” imbuhnya.

Hanya saja, Sutiyoso mengaku belum dikonfirmasi soal penunjukannya menjadi orang nomor satu di BIN. Saat dihubungi wartawan dari DPR, Rabu (10/6), dia mengaku kaget.

“Ya saya sendiri belum dikasih tahu. Kaget saya kalau itu terjadi,” katanya. Namun demikian, Sutiyoso mengaku siap menjalankan tugas dari presiden. “ Saya siap mengemban tugas itu,” ujar dia.

Sutiyoso menegaskan,  intelijen merupakan habitatnya ketika masih aktif di TNI. Itu pula sebabnya dia merasa mampu memimpin BIN. “Karena waktu saya lama di Kopassus, di pasukan Sandi Yudha,” ujar mantan Wakil Danjen Kopassus itu.

Saat ditanya apakah sudah ada komunikasi sebelumnya dengan Presiden Jokowi terkait jabatan kepala BIN, Sutiyoso menjawab diplomatis. Ia hanya biasa berkumpul dengan Jokowi karena berada di Koalisi Indonesia Hebat (KIH).

“Ya kita ini kan KIH, jadi sering kumpul-kumpul untuk membicarakan kepala BIN. Tapi saya tidak tahu kalau ditunjuk, dan belum tahu ya. Cukup ya,” pungkasnya. (jpnn/val)

Sutiyoso
Sutiyoso

Kebijakan Presiden Jokowi tak henti menuai kontroversi. Setelah dikritik tak menggilir jabatan Panglima TNI kepada matra Angkatan Udara, giliran ‘musuh’ lama PDIP yang juga ketua parpol aktif yang diangkat mengepalai Badan Intelijen Negara (BIN).

NAH, bagaimana Kader PDI Perjuangan (PDIP) melihat keputusan Presiden Jokowi menunjuk Sutiyoso menjadi Kepala BIN? “Pertama, kok tua begitu, umurnya 70 tahun dengan kondisi pekerjaan seperti sekarang ini.

Kedua, setahu saya beliau (Sutiyoso) yang serbu kantor DPP PDIP,” kata politikus PDIP di DPR, Tubagus Hasanuddin, Rabu (10/6).

Hanya saja Ketua DPD PDIP Jawa Barat ini mengaku tidak mempersoalkan keputusan Presiden Jokowi karena itu hak prerogatifnya. Apalagi, ketika penyerangan terjadi pada 27 Juli 1996, Letjen TNI (Purn) ini pun mengaku belum menjadi kader partai berlambang banteng.

Soal pendapat kader PDIP tentang keputusan presiden menunjuk orang yang pernah menyerang kantor pusat menjadi Kepala BIN, dia menyerahkannya kepada kader walaupun mereka tidak bisa berbuat apa-apa atas keputusan Presiden Jokowi.

“Saya tidak sayangkan, ya sudah. Saya belum masuk juga (masuk PDIP ketika itu). Apa kata kader. Kader saya ada 6,5 juta di Jawa Barat. Andaikan tidak setuju kader saya, itu hak prerogatif (Presiden), punya kekuasaan, ya bagaimana lah, ya sudahlah,” ujar mantan Asmil era Presiden Megawati ini.

Dia menyarankan Sutiyoso segera melepaskan jabatan ketum PKPI untuk menjaga netralitas dan objektifitas BIN. Walau begitu, dia tidak menampik Sutiyoso sebagai jenderal TNI berpengalaman.

“Terlepas dari politik balas budi dan sebagai politisi, Bang Yos cukup mampu membawa BIN lebih profesional dalam menjaga NKRI dari pelbagai ancaman dari dalam dan luar. Tidak diragukan lagi,” tukasnya.

Direktur Eksekutif Imparsial, Poengky Indarti, tak setuju dengan penunjukan Sutiyoso menjadi orang nomor satu di lingkup intelijen negara.

“Kami setuju bahwa pejabat Kepala BIN adalah sipil. Tetapi kami berharap pejabat yang ditunjuk adalah pejabat yang tidak terkait pelanggaran HAM,” ujar Poengky, Rabu (10/6).

Menurut dia, pada masa Sutiyoso menjabat sebagai Panglima Kodam Jakarta Raya (Pangdam Jaya) terjadi salah satu kasus pelanggaran HAM, yakni peristiwa Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli atau ‘Kudatuli’. Bentrokan setelah pengambilan paksa kantor DPP PDIP itu mengakibatkan lima orang meninggal, 149 orang luka, dan 136 lainnya ditahan.

Berdasarkan laporan Komnas HAM, penyerbuan ini dilakukan oleh Kodam Jaya atas perintah Susilo Bambang Yudhoyono. Poengky menduga ada keterlibatan Ketum PKPI ini dalam kasus ‘Kudatuli’.

Presiden harusnya bisa melihat latar belakang sosok yang dicalonkannya. Ia menyarankan agar Kepala BIN tidak dipilih dari sosok yang memiliki kasus pelanggaran HAM. “Jika dilihat dari Nawa Cita, ada orang yang diduga terlibat kasus pelanggaran HAM kok malah dipilih jadi pejabat,” tanyanya.

Direktur Eksekutif Indostrategi Andar Nubowo justru menyindir gaya berpolitik Jokowi. Dia menilai, dipilihnya Sutiyoso itu semakin menunjukkan sifat Jokowi yang setia kawan dan tahu balas budi.

“Sutiyoso tu pendukung Jokowi-JK bersama PKPI. Semua partai sudah dapat posisi, kecuali PKPI. Sebagai orang yang baik, tentu Pak Jokowi tidak mau dianggap ‘air susu dibalas air tuba’ atau ‘kacang lupa kulitnya’. Jadi dia mau nunjukin setia kawan dan tahu balas budi,” nyinyir Andar kepada JPNN (grup Sumut Pos), Rabu (10/6).

Andar pun menambahkan bahwa sifat kreatif dan inovatif Jokowi dalam berpolitik memang kerap melanggar pakem politik yang sudah ada.

“Bang Yos itu ketua parpol, diajukan jadi kepala BIN. Meski jenderal, tampaknya kurang elok ketua umum parpol jadi kepala BIN, ini pertama kali dalam sejarah politik di Indonesia. Hanya ada di pemerintahan Jokowi,” kata Andar.

Senada dengan Andar, Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras), Haris Azhar, juga menilai sosok Sutiyoso kurang pas menjadi Kepala BIN menggantikan Marciano Norman.

“Ketuaan, dicari sosok yang lebih segar, bukan cuma segar dalam usia tapi juga gagasan,” ujar Haris menjawab wartawan, Rabu (10/6).

Selain itu, lanjut Haris, Sutiyoso merupakan tokoh lama. Seharusnya Jokowi bisa memilih calon lain yang lebih muda dan kaya gagasan.

“Sutiyoso itu kan datang dari masa lalu, kita sudah berkeringat urus masa lalu, kalau hari ini Jokowi menunjuk orang lama, sama saja pemerintahan ini tembang kenangan,” tuturnya.

Haris justru berharap kepala BIN dipimpin dari sosok berlatarbelakang sipil dan bukan militer. “Saya pikir masih ada sosok sipil yang layak, yang bebas pelanggaran HAM, tidak terlibat kasus di masa lalu,” dia menguatkan.

Pengamat intelijen Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati kaget dengan penunjukan Sutiyoso sebagai kepala BIN. Mantan anggota Komisi I DPR itu menilai Sutiyoso sudah terlalu tua untuk menduduki kursi Kepala BIN.

“Sepuuuhhhh,” ujar Nuning, panggilan Susaningtyas, kepada wartawan, Rabu (10/6).

Menurut penulis buku ‘Komunikasi dalam Kinerja Intelijen Keamanan’ ini, intelijen adalah mata dan telinga Presiden. Dibutuhkan sosok yang cocok dengan presiden dan menjiwai visi-misi yang diemban pemerintah yang dipimpinnya.

“Terpilihnya Sutiyoso sebagai Kepala BIN semoga tak menjadikan BIN mundur dalam early warning system. Sutiyoso sendiri sudah lama tak dalam sistem, semoga saja dirinya masih memiliki kepekaan sebagai seorang perwira intel,” jelasnya.

Di era kepemimpinan Sutiyoso, ia berharap BIN memperkuat penanganan potensi gangguan, ancaman faktual, gangguan nyata, dan ambang gangguan. “Harus benar-benar dilaksanakan secara serius dan profesional,” tegasnya.

Nuning juga berharap penguatan kapasitas dan kapabilitas intelijen ke depan harus dilengkapi dengan pelatihan dan pendidikan. Pasalnya, menurut dia, kian ke depan sistem keamanan dan pertahanan negara kian luas dan makin kompetitif.

“Jadi, bukan semata hanya terkait soal intel, intai, dan tempur (taipur), tapi juga mengedepankan intel proxy dan juga cyber,” jelasnya.

Menurutnya, kepala BIN ke depan tantangannya lebih berat, terutama adanya ancaman terorisme dan separatisme yang semakin besar. “Apalagi dengan semakin terbukanya kita pada masuknya pengaruh asing melalui cyber,” ujarnya.

Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengatakan alasýan Presiden Jokowi mengajukan a Sutiyoso sebagai Kepala BIN, karena pengalamannya. Sutiyoso dinilai mempunyai pengalaman intelijen yang mumpuni, sehingga layak menggantikan Kepala BIN saat ini, yang masih dipegang oleh Marciano Norman.

Menurut Pratikno, Sutoyoso juga sempat mengenyam pendidikan intelijen, baik strategis, maupun pertempuran. “Rekam jejak beliau di bidang intelejen cukup banyak,” kata Pratikno di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu, 10 Juni 2015.

Sutiyoso, kata Pratikno, pernah menjabat Komandan Peleton Kombat Intel di Kalimantan Barat serta Intel Tempur Operasi Flamboyan dan Seroja di Timor Timur. Jabatan lain yang pernah diembannya antara lain Kepala Seksi Intel Group II Kopassus, Panglima Daerah Militer, Komandan Resor Militer, serta Gubernur DKI Jakarta dua periode.

Jabatan di bidang pemerintahan, kata Pratikno, juga semakin memperkaya pengalaman Sutiyoso. Pratikno membantah penunjukan Sutiyoso sebagai bagi-bagi jatah. Sebab dalam pemilihan presiden, Sutyoso menjadi salah satu pendukung Jokowi.

Menurut Pratikno, Jokowi memilih Sutiyoso dengan mengutamakan integritas dan kompetensi. Apalagi sebelum menunjuk Sutiyoso, Pratikno mengklaim ada calon lain. Namun dia enggan menyebutkannya.

Ditanya mengenai apakah Sutiyoso akan mundur dari jabatannya sebagai petinggi partai politik, Pratikno hanya menjawab singkat. “Nanti kita lihat,” kata dia.

Jawaban yang sama juga dilontarkannya saat disinggung tentang keterlibatan Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), serta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dalam menentukan kepala BIN.

Dalam jumpa pers di rumahnya di Solo, Rabu (10/6), Jokowi mengaku punya sederet pertimbangan sebelum menunjuk mantan Pandam Jaya era Soeharto tersebut sebagai pucuk pimpinan BIN.

“Sudah melalui banyak pertimbangan dan memperhatikan baik rekam jejak maupun kompetensi dari Pak Sutiyoso,” ujar Jokowi.

Dia yakin keputusannya menunjuk Sutiyoso sebagai calon kepala BIN  bakal mendapat persetujuan DPR.”Saya berharap tidak (ditolak) karena sudah melalui banyak pertimbangan,” imbuhnya.

Hanya saja, Sutiyoso mengaku belum dikonfirmasi soal penunjukannya menjadi orang nomor satu di BIN. Saat dihubungi wartawan dari DPR, Rabu (10/6), dia mengaku kaget.

“Ya saya sendiri belum dikasih tahu. Kaget saya kalau itu terjadi,” katanya. Namun demikian, Sutiyoso mengaku siap menjalankan tugas dari presiden. “ Saya siap mengemban tugas itu,” ujar dia.

Sutiyoso menegaskan,  intelijen merupakan habitatnya ketika masih aktif di TNI. Itu pula sebabnya dia merasa mampu memimpin BIN. “Karena waktu saya lama di Kopassus, di pasukan Sandi Yudha,” ujar mantan Wakil Danjen Kopassus itu.

Saat ditanya apakah sudah ada komunikasi sebelumnya dengan Presiden Jokowi terkait jabatan kepala BIN, Sutiyoso menjawab diplomatis. Ia hanya biasa berkumpul dengan Jokowi karena berada di Koalisi Indonesia Hebat (KIH).

“Ya kita ini kan KIH, jadi sering kumpul-kumpul untuk membicarakan kepala BIN. Tapi saya tidak tahu kalau ditunjuk, dan belum tahu ya. Cukup ya,” pungkasnya. (jpnn/val)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/