JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Indonesia Police Watch menilai penghentian perkara Bambang Widjojanto dan Abraham Samad adalah sebuah pelecehan terhadap Polri yang sudah bekerja keras melakukan penegakan hukum.
Ketua Presidium IPW Neta S Pane mengatakan, jika mendeponering perkara BW-Samad, maka Presiden Joko Widodo bukan hanya melecehkan Polri. “Tapi juga akan menimbulkan kegaduhan politik yang bisa berdampak buruk pada perkembangan ekonomi,” kata Neta, Minggu (11/10).
Menurut Neta, meski muncul kontroversial yang tajam, Polri berhasil menuntaskan penanganan perkara BW-Samad hingga P21. Sebab itu, penghentian perkara BW-Samad bisa dinilai sebagai sebuah intervensi hukum dari presiden.
Kalangan oposisi akan menilai Presiden Jokowi sudah melakukan politisasi terhadap proses penegakan hukum. Dampaknya, Jokowi bisa menjadi bulan-bulanan kecaman dari kalangan oposisi dan kegaduhan politik pun akan terjadi. “Jika kegaduhan ini berkembang tentunya akan berdampak pada perkembangan ekonomi,” jelas dia.
Karenanya, para penasehat presiden, pakar hukum dan petinggi di Kejaksaan Agung perlu memberikan kajian-kajian yang jernih agar perkara BW-Samad yang sudah P21 segera dilimpahkan ke pengadilan. Sebab bagaimana pun ujung dari penegakan supremasi hukum adalah penyelesaian di pengadilan.
”Proses pengadilanlah yang akan menguji, apakah BW-Samad melakukan tindak pidana atau tidak,” ungkapnya.
Sebaliknya, ia menambahkan, jika mendeponering perkara BW-Samad, Presiden Jokowi telah membuat sejarah buruk bagi dunia hukum di negeri ini. “Hal itu akan menimbulkan polemik panjang yang bisa menjatuhkan citra Presiden Jokowi,” pungkasnya. (boy/jpnn)
JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Indonesia Police Watch menilai penghentian perkara Bambang Widjojanto dan Abraham Samad adalah sebuah pelecehan terhadap Polri yang sudah bekerja keras melakukan penegakan hukum.
Ketua Presidium IPW Neta S Pane mengatakan, jika mendeponering perkara BW-Samad, maka Presiden Joko Widodo bukan hanya melecehkan Polri. “Tapi juga akan menimbulkan kegaduhan politik yang bisa berdampak buruk pada perkembangan ekonomi,” kata Neta, Minggu (11/10).
Menurut Neta, meski muncul kontroversial yang tajam, Polri berhasil menuntaskan penanganan perkara BW-Samad hingga P21. Sebab itu, penghentian perkara BW-Samad bisa dinilai sebagai sebuah intervensi hukum dari presiden.
Kalangan oposisi akan menilai Presiden Jokowi sudah melakukan politisasi terhadap proses penegakan hukum. Dampaknya, Jokowi bisa menjadi bulan-bulanan kecaman dari kalangan oposisi dan kegaduhan politik pun akan terjadi. “Jika kegaduhan ini berkembang tentunya akan berdampak pada perkembangan ekonomi,” jelas dia.
Karenanya, para penasehat presiden, pakar hukum dan petinggi di Kejaksaan Agung perlu memberikan kajian-kajian yang jernih agar perkara BW-Samad yang sudah P21 segera dilimpahkan ke pengadilan. Sebab bagaimana pun ujung dari penegakan supremasi hukum adalah penyelesaian di pengadilan.
”Proses pengadilanlah yang akan menguji, apakah BW-Samad melakukan tindak pidana atau tidak,” ungkapnya.
Sebaliknya, ia menambahkan, jika mendeponering perkara BW-Samad, Presiden Jokowi telah membuat sejarah buruk bagi dunia hukum di negeri ini. “Hal itu akan menimbulkan polemik panjang yang bisa menjatuhkan citra Presiden Jokowi,” pungkasnya. (boy/jpnn)