JAKARTA-Lagi-lagi citra miring ditempelkan ke para politisi. Anggota Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, Mas Achmad Santosa, blak-blakan menyebut para politisi sebagai pemain utama tindak korupsi. Mantan wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu menyebut ada lima area yang rawan korupsi. Dan kelima-limanya, politisi mengambil peran penting.
Lima area rawan korupsi menurut Ota, panggilan akrabnya, adalah, pertama area pengambilan keputusan politik (political corruption), seperti di DPR atau pun DPRD. “Dengan kewenangan-kewenangan besar sebagai pembuat kebijakan, wilayah ini rawan korupsi,” ujar Ota, dalam diskusi bertema Koruptor Makin Kesohor di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (10/12). Kedua, area penegakan hukum.
Ketiga, pengadaan barang dan jasa. Di area ini, politisi mengambil peran intervensi ke birokrasi dan menjadi beking pengusaha atau kontraktor. Keempat, pelayanan publik, seperti pembuatan KTP, pelayanan kesehatan, pendidikan, dan lain-lain. Kelima, di area pengurusan perizinan, utamanya proses izin pengelolaan sumber daya alam. “Saya lihat, pemain penting di lima wilayah rawan korupsi itu adalah politisi. Jadi kalau ingin bersih, politisi harus bersih dulu,” cetus Ota.
Dia memberi contoh, dalam hal penegakan hukum, jika politisi bersih, maka cukup DPR memanggil jaksa, polisi, dan aparat hukum lain. “Misal DPR memberi deadline tiga bulan harus ada perubahan, maka mereka akan takut,” ujarnya. Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (FORMAPPI), Sebastian Salang, membenarkan pernyataan Ota. Untuk area politik misalnya, DPR punya kewenangan besar dalam hal anggaran, hingga pembahasan tingkat satuan tiga. Para politisi di dewan, lanjut pengamat parlemen ini, punya kewenangan kemana alokasi anggaran akan disalurkan, serta menentukan proyek apa untuk disalurkan di daerah mana.
“Dan siapa yang mengerjakannya. Ini yang membuat korupsi berjamaah oleh para politisi,” cetus pria asal NTT itu. Menurutnya, bukan hal gampang membuat para politisi bisa bersih. Pasalnya, semua aturan dibuat oleh orang-orang parpol. “Menteri- menteri sebagian besar juga orang politik. Penegak hukum juga dipilih orang parpol,” ujar Sebastian. “Republik kita memang republik yang sudah dikepung oleh mafia korupsi,” imbuhnya. (sam)