25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Jokowi Pilih Kapolri Gendut

Komjen Polisi Budi Gunawan
Komjen Polisi Budi Gunawan

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Presiden Joko Widodo boleh-boleh saja memilih Komisari Jenderal (Komjen) Polisi Budi Gunawan sebagai Kapolri pengganti Jenderal Sutarman. Namun, tidak dengan DPR. Pasalnya calon tunggal itu dianggap kegendutan. Ini bukan sekadar fisik, tapi karena Budi Gunawan diduga punya rekening gendut.

Itulah sebab wakil rakyat berjanji akan menggagalkan Budi menjabat Kapolri jika memang dia terlibat kasus rekening gendut. “Kepastian itu dikatakan oleh Sekretaris Fraksi Partai Demokrat Didik Mukrianto kemarin (12/1). Saat dihubungi Jawa Pos (grup Sumut Pos), Didik mengatakan bahwa pihaknya sudah mendengar bahwa Jokowi sudah mengajukan Budi Gunawan sebagai Kapolri. “Kami sudah dengar. Budi Gunawan merupakan satu-satunya yang diajukan oleh Jokowi,” jelasnya.

Didik menjelaskan, proses pengajuan Budi tidak menyalahi aturan. Awalnya calon kapolri digodok oleh Kompolnas. Setelah muncul satu nama, Kompolnas akan menyerahkan ke Presiden untuk mendapatkan persetujuan. “Baru diajukan ke DPR. Prosesnya tidak ada yang salah. Sesuai dengan UU nomor 2/2002 Polri,” paparnya.

Meski pengajuannya bersifat normal, namun tidak dengan sosok Budi. Pria yang lahir di Surakarta itu merupakan sosok kontroversial. Rekam jejak Budi dinilai tidak bersih. Selain diduga terlibat dalam kasus rekening gendut Polri, mantan ajudan Megawati ketika masih menjabat presiden itu dikenal sebagai tim sukses Jokowi. Padahal seharusnya Polri atau TNI tidak boleh ikut campur tangan dalam politik praktis.

Menurut dia, saat ini masyarakat menginginkan korps baju coklat itu berubah semakin kuat. Sama seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Didik mengaku, untuk melakuikan reformasi Polri dibutuhkan Kapolri yang benar-benar bersih.

Selain itu, Budi juga dikabarkan menjadi pendukung setia Jokowi saat maju menjadi capres. Bahkan disinyalir dia turut membuat visi dan misi Jokowi. Didik mengaku tidak sepantasnya seorang pejabat polri yang masih aktif ikut berpolitik praktis. “Ini melanggar netralitas Polri,” terangnya.

Didik mengatakan, secepatnya Komisi III DPR akan memanggil Budi untuk mengikuti fit and proper test. Didik berjanji, dalam uji kelayakan nantinya akan menanyakan pada Budi terkait rekening gendut dan ketidaknetralannya karena membantu Jokowi memenangkan pemilu.

Posisi DPR sangat menentukan lolos tidaknya Budi menjadi Kapolri. Jika jawaban Budi bisa diterima dan dibuktikan, maka dia akan lolos menjadi Kapolri. Namun, jika dia tidak mampu menjawab pertanyaan atau tidak bisa menghadirkan bukti tentang kepemilikannya rekening puluhan miliar tersebut, maka DPR bisa menolak penunjukkan Budi sebagai Kapolri. “Kalau ditolak DPR, otomatis Jokowi harus cari penggantinya,” jelasnya.

Kekecewaan Didik tidak hanya terhadap sosok Budi. Namun terkait mekanisme pemilihan Budi yang cenderung tertutup dan tidak transparan. Salah satu indikator bahwa pemilihan Budi tidak transparan yaitu tidak dilibatkannya KPK dan PPATK dalam menyeleksi calon Kapolri.

Didik mengaku tidak tahu mengapa pemerintah menggunakan standar yang berbeda dalam memilih Kapolri dan Menteri. Padahal Kapolri juga bekerja untuk presiden. “Mari kita tanyakan saja pada presiden. Mengapa presiden tidak pakai KPK dan PPATK,” terangnya.

Pencalonan Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri menjadi pekerjaan rumah yang serius bagi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Menyadari bahwa sosok Budi banyak menuai kontroversi, PDIP menyatakan akan segera melakukan komunikasi politik demi mendapat dukungan para fraksi atas pencalonan Budi.

Plt Sekretaris Jenderal DPP PDIP Hasto Kristiyanto menyatakan, PDIP menyatakan dukungan penuh atas keputusan Presiden Joko Widodo untuk mencalonkan Budi yang saat ini menjabat Kalemdikpol itu. Hasto menaruh kepercayaan bahwa Jokowi mengambil keputusan melalui pertimbangan yang matang.

“Dipastikan juga (Presiden) menerapkan target-target dan agenda yang harus dijalankan Kapolri baru,” ujar Hasto dalam keterangannya, kemarin (11/1).

Hasto menilai, munculnya kritikan publik atas pencalonan mantan ajudan Megawati saat menjadi Presiden itu wajar. Dalam hal ini, banyak yang menilai calon Kapolri sebaiknya tidak hanya satu calon, tapi bisa memunculkan alternatif untuk dipilih bagi DPR. Namun, Hasto menilai bahwa penunjukan Budi sebagai calon tunggal bukanlah sesuatu yang aneh.

“Praktik politik dimana pun, Presiden selalu menunjuk orang yang sudah dikenal kepemimpinan dan profesionalitasnya untuk membantu presiden,” ujarnya. Hasto mengingatkan, di era SBY, pencalonan Kapolri juga mengajukan nama tunggal.

Hasto menyatakan, sosok Budi dalam hal ini sudah dikenal oleh Jokowi. Hal itu menjadi salah satu pertimbangan. Namun, penunjukan Budi juga sudah sesuai dengan tahapan sesuai Undang Undang dan mekanisme dari Polri. (aph/bay/dim/idr/dyn/end/jpnn/rbb)

Komjen Polisi Budi Gunawan
Komjen Polisi Budi Gunawan

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Presiden Joko Widodo boleh-boleh saja memilih Komisari Jenderal (Komjen) Polisi Budi Gunawan sebagai Kapolri pengganti Jenderal Sutarman. Namun, tidak dengan DPR. Pasalnya calon tunggal itu dianggap kegendutan. Ini bukan sekadar fisik, tapi karena Budi Gunawan diduga punya rekening gendut.

Itulah sebab wakil rakyat berjanji akan menggagalkan Budi menjabat Kapolri jika memang dia terlibat kasus rekening gendut. “Kepastian itu dikatakan oleh Sekretaris Fraksi Partai Demokrat Didik Mukrianto kemarin (12/1). Saat dihubungi Jawa Pos (grup Sumut Pos), Didik mengatakan bahwa pihaknya sudah mendengar bahwa Jokowi sudah mengajukan Budi Gunawan sebagai Kapolri. “Kami sudah dengar. Budi Gunawan merupakan satu-satunya yang diajukan oleh Jokowi,” jelasnya.

Didik menjelaskan, proses pengajuan Budi tidak menyalahi aturan. Awalnya calon kapolri digodok oleh Kompolnas. Setelah muncul satu nama, Kompolnas akan menyerahkan ke Presiden untuk mendapatkan persetujuan. “Baru diajukan ke DPR. Prosesnya tidak ada yang salah. Sesuai dengan UU nomor 2/2002 Polri,” paparnya.

Meski pengajuannya bersifat normal, namun tidak dengan sosok Budi. Pria yang lahir di Surakarta itu merupakan sosok kontroversial. Rekam jejak Budi dinilai tidak bersih. Selain diduga terlibat dalam kasus rekening gendut Polri, mantan ajudan Megawati ketika masih menjabat presiden itu dikenal sebagai tim sukses Jokowi. Padahal seharusnya Polri atau TNI tidak boleh ikut campur tangan dalam politik praktis.

Menurut dia, saat ini masyarakat menginginkan korps baju coklat itu berubah semakin kuat. Sama seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Didik mengaku, untuk melakuikan reformasi Polri dibutuhkan Kapolri yang benar-benar bersih.

Selain itu, Budi juga dikabarkan menjadi pendukung setia Jokowi saat maju menjadi capres. Bahkan disinyalir dia turut membuat visi dan misi Jokowi. Didik mengaku tidak sepantasnya seorang pejabat polri yang masih aktif ikut berpolitik praktis. “Ini melanggar netralitas Polri,” terangnya.

Didik mengatakan, secepatnya Komisi III DPR akan memanggil Budi untuk mengikuti fit and proper test. Didik berjanji, dalam uji kelayakan nantinya akan menanyakan pada Budi terkait rekening gendut dan ketidaknetralannya karena membantu Jokowi memenangkan pemilu.

Posisi DPR sangat menentukan lolos tidaknya Budi menjadi Kapolri. Jika jawaban Budi bisa diterima dan dibuktikan, maka dia akan lolos menjadi Kapolri. Namun, jika dia tidak mampu menjawab pertanyaan atau tidak bisa menghadirkan bukti tentang kepemilikannya rekening puluhan miliar tersebut, maka DPR bisa menolak penunjukkan Budi sebagai Kapolri. “Kalau ditolak DPR, otomatis Jokowi harus cari penggantinya,” jelasnya.

Kekecewaan Didik tidak hanya terhadap sosok Budi. Namun terkait mekanisme pemilihan Budi yang cenderung tertutup dan tidak transparan. Salah satu indikator bahwa pemilihan Budi tidak transparan yaitu tidak dilibatkannya KPK dan PPATK dalam menyeleksi calon Kapolri.

Didik mengaku tidak tahu mengapa pemerintah menggunakan standar yang berbeda dalam memilih Kapolri dan Menteri. Padahal Kapolri juga bekerja untuk presiden. “Mari kita tanyakan saja pada presiden. Mengapa presiden tidak pakai KPK dan PPATK,” terangnya.

Pencalonan Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri menjadi pekerjaan rumah yang serius bagi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Menyadari bahwa sosok Budi banyak menuai kontroversi, PDIP menyatakan akan segera melakukan komunikasi politik demi mendapat dukungan para fraksi atas pencalonan Budi.

Plt Sekretaris Jenderal DPP PDIP Hasto Kristiyanto menyatakan, PDIP menyatakan dukungan penuh atas keputusan Presiden Joko Widodo untuk mencalonkan Budi yang saat ini menjabat Kalemdikpol itu. Hasto menaruh kepercayaan bahwa Jokowi mengambil keputusan melalui pertimbangan yang matang.

“Dipastikan juga (Presiden) menerapkan target-target dan agenda yang harus dijalankan Kapolri baru,” ujar Hasto dalam keterangannya, kemarin (11/1).

Hasto menilai, munculnya kritikan publik atas pencalonan mantan ajudan Megawati saat menjadi Presiden itu wajar. Dalam hal ini, banyak yang menilai calon Kapolri sebaiknya tidak hanya satu calon, tapi bisa memunculkan alternatif untuk dipilih bagi DPR. Namun, Hasto menilai bahwa penunjukan Budi sebagai calon tunggal bukanlah sesuatu yang aneh.

“Praktik politik dimana pun, Presiden selalu menunjuk orang yang sudah dikenal kepemimpinan dan profesionalitasnya untuk membantu presiden,” ujarnya. Hasto mengingatkan, di era SBY, pencalonan Kapolri juga mengajukan nama tunggal.

Hasto menyatakan, sosok Budi dalam hal ini sudah dikenal oleh Jokowi. Hal itu menjadi salah satu pertimbangan. Namun, penunjukan Budi juga sudah sesuai dengan tahapan sesuai Undang Undang dan mekanisme dari Polri. (aph/bay/dim/idr/dyn/end/jpnn/rbb)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/