JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Mutasi baru virus corona kembali ditemukan di Inggris yakni N439K. Mutasi virus corona N439K ini dinilai lebih ‘pintar’ menghadapi antibodi dibanding mutasi virus corona lainnya. Selain di Inggris mutasi virus corona ini sudah tersebar di 30 negara. Di Indonesia, Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eujkman telah menemukan 48 kasus mutasi N439K.
Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Prof Amin Subandrio menyebut, total ada 48 kasus itu ditemukan dari 547 sampel yang disequens dan dikirimkan ke bank data Global Initiative on Sharing ALL Influenza Data (GISAID). Banyak kasus mutasi N439K baru dilaporkan per bulan Maret 2021. Namun, beberapa isolat yang disequens di antaranya dari kasus tahun lalu, 2020.
“Jadi dari 547 sequens yang sudah dilaporkan ke GISAID, itu ada 48 yang membawa mutasi tadi N439K di Indonesia,” ungkapnya Kamis (11/3).
“Kalau dilaporkannya sih baru-baru saja di bulan Maret, tapi isolatnya sendiri ada beberapa yang dari tahun lalu, akhir Desember 2020,” lanjutnya.
Ada di mana saja kasus N439K di Indonesia?
Prof Amin tidak menjelaskan lebih detail. Tetapi beberapa lembaga yang melakukan sequens tersebar di sejumlah wilayah seperti Bogor, Jakarta, hingga Surabaya.
“Dari beberapa laboratorium sih ada yang melaporkan juga, dari ITB, Surabaya, ada yang dari Jakarta Eijkman, ada yang dari FKUI, ada yang dari Litbangkes, ada yang dari ITB Surabaya, ada dari LIPI Bogor,” bebernya.
Berdasarkan beberapa penelitian, Prof Amin menyebut mutasi N439K tak jauh berbeda dengan mutasi Corona yang ada. Baik dari tingkat keganasan, tidak ada perbedaan yang signifikan.
“Kalau dari tingkat keganasannya, prevalensinya, nggak berbeda dengan jenis lainnya. Tetapi dia bisa mengikat pada sel manusia itu lebih kuat, dua kali lebih kuat, dampaknya bisa menginfeksi lebih mudah,” pungkasnya.
Dua Kali Lipat Lebih Menular
Epidemiolog Universitas Griffith Dicky Budiman menjelaskan strain baru virus corona N439K ini banyak ditemukan di Eropa. N439K dianggap sebagai salah satu mutasi yang merugikan karena pola penyebarannya mirip seperti virus awal yang ditemukan di Wuhan, China.
Strain N439k ini tidak lebih ganas dibandingkan yang lainnya, namun lebih menempel secara efektif dan mengikat reseptor ACE2.
Nah reseptor ACE2 pada manusia ini merupakan ‘pintu masuk’ bagi virus untuk memasuki sel inang. Karena virus pada umumnya hidup menempel pada sel inang.
“Nah mutasi (virus corona) itu ada banyak dan salah satunya untuk mutasi yang merugikan itu N439K. Bukan karena lebih ganas ya, tapi dia lebih efektif menempel dan mengikat lebih kuat ke reseptor ACE2,” ujar Dicky, Kamis (11/3).
IDI Minta Masyarakat Waspada
Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Daeng M Faqih, meminta masyarakat untuk mewaspadai adanya mutasi virus corona N439K. Penggunaan masker dan disiplin menjalankan protokol kesehatan menjadi salah satu upaya dalam mencegah mutasi virus corona N439K masuk ke tubuh. Apalagi rata-rata seseorang terpapar Covid-19 tidak memiliki gejala.
Daeng menjelaskan mutasi N439K ini tidak dikenali oleh polyclonal antibody yang terbentuk dari imunitas orang yang pernah terinfeksi.
“Varian N439K ini ternyata lebih smart dari varian sebelumnya karena ikatan terhadap reseptor ACE2 di sel manusia lebih kuat, dan tidak dikenali oleh polyclonal antibody yang terbentuk dari imunitas orang yang pernah terinfeksi,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (11/3).
Daeng mengatakan, penggunaan masker sesuai standar dapat melindungi diri dari penularan virus corona. Ia mengatakan, penggunaan masker dengan baik dan benar 90 persen dapat mencegah penularan virus corona. “Meskipun ada risiko hingga 10 persen keluarnya droplet dan microdroplet dengan pemakaian masker dalam jangka waktu yang lama,” ucapnya.
Penggunaan masker di tempat umum menjadi wajib, mengingat rata-rata seseorang terpapar Covid-19 tidak memiliki gejala. “Dan hal menjadi penyulit dalam pengendalian karena tidak mungkin setiap hari semua orang dites,” pungkasnya.
Sebelumnya, pemerintah mengumumkan kasus mutasi virus corona B.1.1.7 sudah masuk ke Indonesia, Selasa (2/3/2021). Kemenkes melaporkan, mutasi virus corona B.1.1.7 baru ditemukan di lima provinsi. Dua kasus pertama, seperti diketahui, ditemukan di Karawang, Jawa Barat. Kemudian, Sumatera Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, dan Sumatera Selatan. (kps/cnn)