25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Patroli Kawasan Bersama Gajah Jinak dan Mahout

LAMPUNG, SUMUTPOS.CO – Mahout adalah istilah yang digunakan secara Internasional untuk seorang Pawang Gajah. Mahout sendiri diserap dari bahasa Hindi (mahaut) dan bahasa Sansekerta (mahamatra). India, Sri Langka, Kamboja, Myanmar, Thailand, dan Indonesia juga menggunakan sebutan kata Mahout untuk mengistilahkan profesi Pawang Gajah.

BERI MAKAN: Mahout Putra memberi makan gajahnya bernama Jo,  di Camp ERU (Elephant Respons Unit) Brajaharjosari, Lampung Timur, kamis (5/11). Triadi Wibowo/Sumut Pos.

Menjadi seorang Mahout, bukanlah tugas yang ringan. Meskipun terlatih, gajah jinak tetaplah satwa liar dengan prilaku alaminya.
 
Seorang Mahout dituntut untuk tetap waspada terutama ketika gajah sedang memasuki masa Musth, yakni masa periode pada gajah jantan ketika terjadi peningkatan Hormone Reproduktif secara signifikan yang menyebabkan gajah menjadi sangat agresif.

Selain sebagai unit patroli hutan, gajah jinak bersama Mahout juga diandalkan dalam respons konflik pengusiran kawanan gajah liar yang akan masuk ke pemukiman atau ladang warga.

Salah satu Mahout di Taman Nasional Way kambas (TNWK), Putra mengatakan, menjadi Mahout sudah menjadi bagian hidup. Bagi dirinya, berinteraksi dengan gajah setiap harinya menimbulkan kenyamanan yang sulit dirasakan oleh orang lain.

“Saya menjadi Mahout meneruskan profesi ayah, yang sebelumnya menjadi Mahot di sini. Bagi saya menjadi Mahout merupakan warisan darah ayah,”ujar Putra saat ditemui di Camp ERU (Elephant Respons Unit) Brajaharjosari, Lampung Timur, Kamis (5/11) lalu.

Putra merupakan Mahout dari gajah yang diberi nama Jo. Jo merupakan gajah jinak yang sebelumnya berada di Pusat Pelatihan Gajah Way Kambas.

“Jo ini sebelumnya gajah liar yang sudah jinak, mas. Jo sudah saya anggap sebagai anak, karena dari awal saya sudah merawatnya,”sambungnya sembari memberi makan Jo.

Putra menambahkan, Jo merupakan salah satu gajah jinak pilihan dan bertugas bersama Mahout menjadi gajah patroli penghalau konflik gajah-manusia. Mereka tergabung dalam ERU(Elephant Respons Unit). 

Gajah patroli penghalau konflik biasanya merupakan gajah jantan atau betina bertubuh besar. Mereka dipilih untuk melakukan penggiringan gajah-gajah liar yang melintas keluar batas kawasan taman nasional hingga merusak perladangan warga.

Ada hal yang menarik dari proses interaksi manusia dan gajah tersebut.  Gajah dan para mahoutnya bagaikan sepasang sepatu yang selalu bersama. Sebuah pemandangan yang unik jika Mahout memperlakukan gajahnya seperti anak sendiri, hingga menganggapnya seperti manusia, mengajaknya berbicara dan bercerita tentang kehidupan sehari-hari. (tri/han)

LAMPUNG, SUMUTPOS.CO – Mahout adalah istilah yang digunakan secara Internasional untuk seorang Pawang Gajah. Mahout sendiri diserap dari bahasa Hindi (mahaut) dan bahasa Sansekerta (mahamatra). India, Sri Langka, Kamboja, Myanmar, Thailand, dan Indonesia juga menggunakan sebutan kata Mahout untuk mengistilahkan profesi Pawang Gajah.

BERI MAKAN: Mahout Putra memberi makan gajahnya bernama Jo,  di Camp ERU (Elephant Respons Unit) Brajaharjosari, Lampung Timur, kamis (5/11). Triadi Wibowo/Sumut Pos.

Menjadi seorang Mahout, bukanlah tugas yang ringan. Meskipun terlatih, gajah jinak tetaplah satwa liar dengan prilaku alaminya.
 
Seorang Mahout dituntut untuk tetap waspada terutama ketika gajah sedang memasuki masa Musth, yakni masa periode pada gajah jantan ketika terjadi peningkatan Hormone Reproduktif secara signifikan yang menyebabkan gajah menjadi sangat agresif.

Selain sebagai unit patroli hutan, gajah jinak bersama Mahout juga diandalkan dalam respons konflik pengusiran kawanan gajah liar yang akan masuk ke pemukiman atau ladang warga.

Salah satu Mahout di Taman Nasional Way kambas (TNWK), Putra mengatakan, menjadi Mahout sudah menjadi bagian hidup. Bagi dirinya, berinteraksi dengan gajah setiap harinya menimbulkan kenyamanan yang sulit dirasakan oleh orang lain.

“Saya menjadi Mahout meneruskan profesi ayah, yang sebelumnya menjadi Mahot di sini. Bagi saya menjadi Mahout merupakan warisan darah ayah,”ujar Putra saat ditemui di Camp ERU (Elephant Respons Unit) Brajaharjosari, Lampung Timur, Kamis (5/11) lalu.

Putra merupakan Mahout dari gajah yang diberi nama Jo. Jo merupakan gajah jinak yang sebelumnya berada di Pusat Pelatihan Gajah Way Kambas.

“Jo ini sebelumnya gajah liar yang sudah jinak, mas. Jo sudah saya anggap sebagai anak, karena dari awal saya sudah merawatnya,”sambungnya sembari memberi makan Jo.

Putra menambahkan, Jo merupakan salah satu gajah jinak pilihan dan bertugas bersama Mahout menjadi gajah patroli penghalau konflik gajah-manusia. Mereka tergabung dalam ERU(Elephant Respons Unit). 

Gajah patroli penghalau konflik biasanya merupakan gajah jantan atau betina bertubuh besar. Mereka dipilih untuk melakukan penggiringan gajah-gajah liar yang melintas keluar batas kawasan taman nasional hingga merusak perladangan warga.

Ada hal yang menarik dari proses interaksi manusia dan gajah tersebut.  Gajah dan para mahoutnya bagaikan sepasang sepatu yang selalu bersama. Sebuah pemandangan yang unik jika Mahout memperlakukan gajahnya seperti anak sendiri, hingga menganggapnya seperti manusia, mengajaknya berbicara dan bercerita tentang kehidupan sehari-hari. (tri/han)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/