LHOKSUKON- Disaat polemik bendera Aceh yang mirip dengan lambang GAM, masyarakat Ibu Kota Aceh Utara di Lhoksukon, mendadak gempar. Puluhan helai bendera bulan bintang diturunkan oleh orang tak dikenal (OTK) di kawasan Kecamatan Lhoksukon hingga Baktia Barat.
Informasi yang dihimpun Rakyat Aceh Minggu (12/5), penurunan bendera tersebut diduga dilakukan OTK Sabtu malam (11/5) sekitar pukul 20.00 WIB. Menurut keterangan saksi mata kepada Komite Peralihan Aceh (KPA) Kecamatan Lhoksukon atau Sago Kulam Meudelat, penurunan itu dilakukan oleh tiga orang OTK dengan mengendarai sepeda motor.
Puluhan bendera yang raib tersebut ditancapkan di sepanjang jalan Medan- Banda Aceh di sisi kiri dan kanan badan jalan nasional. Seperti di Desa Meunasah Nga sampai Desa Bintang Hu, Kecamatan Lhoksukon. Diperkirakan sekitar 17 helai bendera yang raib. Selebihnya terjadi di kawasan Kecamatan Baktia Barat.
Pasca diturunkan bendera itu oleh pelaku, tiang bendera di buang ke dalam parit, sedangkan bendera itu dibawa kabur. “Usai kejadian itu warga Desa Menasah Nga dan Bintang Hu langsung melaporkan kepada kami,” jelas Nurdin (30) yang diamini Jaliah (35) alias Paro Danru KPA Sago Kulam Meudelat, kepada Rakyat Aceh (Grup Sumut Pos), kemarin. Sebutnya, pihaknya turun ke lapangan dari hasil keterangan yang di peroleh, pelaku tersebut sekitar tiga orang menggunakan dua unit sepeda motor.
Kasus tersebut sudah dilaporkan ke Pimpinan Sagoe Partai Aceh dan KPA Kecamatan Lhoksukon. “Kita sudah berkoordinasi dengan seluruh jajaran PA dan KPA wilayah Lhoksukon,” kata Staf Partai Aceh Sagoe Lhoksukon, Sulaiman Alias Cek Man.
Sementara pengamat politik dan konflik dari Universitas Esa Unggul, Jakarta, Prof Erman Anom mengatakan bahwa pemerintah pusat tidak perlu curiga bahwa di balik penggunaan bendera Angkatan Bersenjata GAM ada upaya pembentukan gerakan mengarah ke Aceh merdeka.
Dia mengatakan, sejak awal Hasan Tiro pun tidak pernah memperjuangan Aceh merdeka lepas dari pangkuan NKRI. “Tapi yang diperjuangkan Hasan Tiro adalah Aceh yang punya kedaulatan penuh seperti Hongkong dan Macau,” ujar Erman Anom kepada koran ini di Jakarta, kemarin.
Guru Besar kelahiran Arun, Aceh, itu mengatakan, penggunaan bendera GAM sebagai bendera Aceh seperti diatur di qanun nomor 3 Tahun 2013, juga diarahkan ke tujuan akhir adanya kedaulatan penuh Aceh, tapi tetap dalam bagian NKRI. Seperti Hongkong dan Macau yang tetap berada dalam wilayah administrasi RRC.
“Pasalnya, secara geo politik internasional, justru tidak akan menguntungkan bagi Aceh jika melepaskan diri dari NKRI,” kata Erman.
Apa kaitannya dengan qanun bendera Aceh? Erman menilai, pembentukan qanun itu hanya strategi para elit di Aceh untuk menekan Jakarta. Tujuannya, agar Jakarta mau segera merealisasikan seluruh poin-poin di MoU Helsinki dan di UU Pemerintahan Aceh. “Qanun itu hanya alat, agar MoU Helsinki dan UU Pemerintahan Aceh diwujudkan,” terang Erman.
Jika poin-poin di MoU Helsinki dan di UU Pemerintahan Aceh semua sudah diwujudkan, maka itu akan menjadi modal penting bagi Aceh untuk menjadi semacam negara federal, mirip Macau dan Hongkong. (sam/mag-46 )