JAKARTA – Pelanggaran demi pelanggaran masih saja mewarnai penerimaan siswa baru (PSB). Posko bersama yang dibentuk ICW (Indonesia Corruption Watch) dan Ombudsman RI menerima 112 laporan kasus pelanggaran PSB dari seluruh tanah air.
Koordinator Divisi Monitoring Pelayanan Publik ICW Febri Hendri mengatakan, sebanyak 112 kasus yang dilaporkan masyarakat itu muncul dari 108 sekolah di berbagai jenjang. Jenis pelanggaran yang paling banyak dilaporkan adalah pungutan sekolah.
Febri mengungkapkan, laporan terkait dengan pungutan saat PSB mencapai 60 kasus. Selain itu juga ada laporan kekacauan proses (18 kasus) dan pungutan daftar ulang sejumlah (10 kasus). Selain itu juga ada laporan terkait dengan penahanan ijazah.
Jika dihitung berdasarkan tarif, besaran pungutan beraneka ragam. Tarif di sekolah negeri dan swasta juga berbeda. Pungutan rata-rata di jenjang SD adalah Rp1,3 juta hingga Rp1,5 juta. Sementara untuk jenjang SMP mencapai Rp2 juta. Nah, untuk jenjang SMA, pungutan berkisar pada angka Rp2,4 juta.
Pihak sekolah menarik pungutan dengan bermacam dalih. Di antaranya untuk biaya seragam. Ada juga pungutan dengan dasar untuk biaya operasional. Hal ini mengundang pertanyaan karena sekolah sesungguhnya sudah menerima bantuan operasional sekolah (BOS).
Febri prihatin dengan banyaknya laporan terkait dengan pungutan ini. ICM merekomendasikan kepada Ombudsman RI dan perwakilannya di daerah untuk memanggil jajaran kepala sekolah, kepala dinas pendidikan, hingga kepala daerah.
“Terus maraknya pelanggaran dalam bentuk pungutan ini karena penegakan hukum kurang aktif,” kata dia.
Banyaknya laporan dugaan pelanggaran selama masa PSB ini juga disorot Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Inspektur Jenderal (Irjen) Kemendikbud Haryono Umar mengatakan, pengawasan terhadap masa PSB ini tidak main-main. Pengawasannya seketat masa ujian nasional (unas).
Kemendikbud sendiri membuka posko pengaduan masa PSB. Dari laporan tersebut, Haryono mengatakan rata-rata masyarakat mengadu terkait transparansi penerimaan siswa baru. “Laporan pungutan juga ada,” kata dia.
Haryono menuturkan, jika memang terbukti ada pelanggaran pungutan sekolah, solusi terbaik adalah uang pungutan dikembalikan lagi ke siswa. “Khusus untuk tahun ini, belum saya terima ada sekolah yang mengembalikan pungutan,” katanya.
Haryono masih menunggu hasil pemantauan masa PSB yang dijalankan oleh tim auditor dari Itjen Kemendikbud. Tim ini terus memantau PSB di daerah. Jika tim mengatakan terbukti ada pengungutan, Kemendikbud tidak menunggu lama untuk memerintahkan sekolah mengembalikan uang pungutan kepada siswa. “Karena sekolah itu di bawah wewenang pemda, kami menerbitkan surat rekomendasi penjatuhan sanksi,” katanya.
Mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu mengatakan, sanksi yang paling mudah dijalankan dan tidak membutuhkan banyak tenaga adalah pihak sekolah mengembalikan uang pungutan tersebut. Dia berharap kepala daerah tegas dalam menyikapi laporan masyarakat yang menyebutkan masih banyak pungutan dalam PSB. (wan/ca/jpnn)