25 C
Medan
Monday, July 1, 2024

Kasus Suap Proyek PLTU Riau-1, Setnov Bantah Terima 6 Juta Dollar AS

BANTAH: Mantan Ketua DPR RI Setya Novanto membantah telah menerima imbalan sebesar 6 juta Dollar AS, atau lebih dari Rp80 miliar dari terpidana Johannes Budisutrisno Kotjo di dalam Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (12/8).
Ridwan/JawaPos.com

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Mantan Ketua DPR RI Setya Novanto, membantah telah menerima imbalan sebesar 6 juta Dollar AS, atau lebih dari Rp80 miliar, dari terpidana Johannes Budisutrisno Kotjo. Bantahan tersebut diungkapkan politikus Partai Golkar itu, dalam sidang lanjutan kasus suap proyek PLTU Riau-1, dengan terdakwa mantan Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir.

Soesilo Ariwibowo, selaku Kuasa Hukum Sofyan Basir, mulanya bertanya kepada Setnov, apakah mengetahui soal surat dakwaan kliennya yang menyebutkan, adanya pertemuan di rumahnya serta pemberiaan fee sebesar 6 juta Dollar AS.

“Pertama saya juga baru tahu dari dakwaan yang disampaikan. Kedua, kalau pemberian fee itu dasar uangnya dari mana, saya sendiri uang dari mana? Saya tidak tahu juga proyek itu nilainya berapa, karena enggak pernah disampaikan kepada saya. Waktu itu saya kena proses e-KTP, dan ini (PLTU Riau-1) mulai menjauh dari saya juga,” ungkap Setnov di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (12/8).

Setnov pun membantah, perihal pemberian fee dari Johannes Kotjo kepada Eni Maulani Saragih, yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi Energi DPR. Dia mengatakan, Johannes Kotjo tak pernah bercerita kepada dia soal imbalan tersebut.

“Apakah ketika itu saudara tahu akan ada pemberian janji atau fee dari Kotjo ke Eni?” tanya kuasa hukum.

“Kotjo enggak pernah cerita. Karena yang pertama berhubungan dengan saya, waktu itu saya baru tahu belakangan ramai di media, Kotjo dekat dengan Eni,” ujar Setnov.

Dalam dakwaan Sofyan sebelumnya, nama Setnov muncul beberapa kali. Dia diduga ikut berperan dalam sejumlah pertemuan dan pengawalan proyek PLTU Riau-1. Bahkan satu di antara pertemuannya, diadakan di rumah Setnov.

Diketahui, dalam pertemuan itu, hadir Eni dan Supangkat Iwan Santoso, yang menjabat sebagai Direktur Pengadaan Strategis 2 PLN. Sofyan membeberkan, Setnov meminta proyek PLTGU Jawa III kepada Sofyan, untuk diberikan kepada Kotjo, selaku seorang pemegang saham Blackgold Natural Resources.

Hanya saja, Sofyan ketika itu menjawab, PLTGU Jawa III sudah ada kandidat calon perusahaan yang akan mendapatkan proyek, dan malah mengarahkan Setnov untuk mencari proyek pembangkit listrik lainnya.

Selain itu, Setnov juga yang mengenalkan Kotjo dengan Eni, dan meminta agar Eni mengawal proyek PLTU MT Riau-1 yang tengah dibidik Kotjo. Dalam prosesnya, terjadi sejumlah pertemuan antara Kotjo, Eni, dan direksi PLN, guna membahas proyek tersebut.

Dalam kasus proyek PLTU Riau-1 ini, Eni dan Kotjo sudah lebih dulu divonis bersalah. Eni terbukti menerima suap senilai Rp4,75 miliar dari Kotjo.

Sementara Sofyan Basir didakwa telah melakukan pemufakatan jahat dengan memfasilitasi pertemuan antara Eni, eks Menteri Sosial Idrus Marham, dan Kotjo, dengan jajaran direksi PLN. Hal itu bertujuan untuk mempercepat proses kesepakatan Independent Power Producer (IPP) PLTU Riau-1, antara PT PJB Investasi (PJBI), BNR, dan China Huadian Engineering Company Limited (CHEC).

Padahal menurut jaksa, Sofyan sudah mengetahui, Eni dan Idrus akan mendapatkan sejumlah uang atau fee sebagai imbalan dari Kotjo, selaku pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited. Sehingga Eni menerima hadiah berupa uang secara bertahap yang seluruhnya berjumlah Rp4,75 miliar.

Atas perbuatannya, Sofyan didakwa melakukan pidana Pasal 12 huruf a jo Pasal 15 jo Pasal 11 jo Pasal 15 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001, tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 56 ke-2 KUHP. (jpc/saz)

BANTAH: Mantan Ketua DPR RI Setya Novanto membantah telah menerima imbalan sebesar 6 juta Dollar AS, atau lebih dari Rp80 miliar dari terpidana Johannes Budisutrisno Kotjo di dalam Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (12/8).
Ridwan/JawaPos.com

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Mantan Ketua DPR RI Setya Novanto, membantah telah menerima imbalan sebesar 6 juta Dollar AS, atau lebih dari Rp80 miliar, dari terpidana Johannes Budisutrisno Kotjo. Bantahan tersebut diungkapkan politikus Partai Golkar itu, dalam sidang lanjutan kasus suap proyek PLTU Riau-1, dengan terdakwa mantan Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir.

Soesilo Ariwibowo, selaku Kuasa Hukum Sofyan Basir, mulanya bertanya kepada Setnov, apakah mengetahui soal surat dakwaan kliennya yang menyebutkan, adanya pertemuan di rumahnya serta pemberiaan fee sebesar 6 juta Dollar AS.

“Pertama saya juga baru tahu dari dakwaan yang disampaikan. Kedua, kalau pemberian fee itu dasar uangnya dari mana, saya sendiri uang dari mana? Saya tidak tahu juga proyek itu nilainya berapa, karena enggak pernah disampaikan kepada saya. Waktu itu saya kena proses e-KTP, dan ini (PLTU Riau-1) mulai menjauh dari saya juga,” ungkap Setnov di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (12/8).

Setnov pun membantah, perihal pemberian fee dari Johannes Kotjo kepada Eni Maulani Saragih, yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi Energi DPR. Dia mengatakan, Johannes Kotjo tak pernah bercerita kepada dia soal imbalan tersebut.

“Apakah ketika itu saudara tahu akan ada pemberian janji atau fee dari Kotjo ke Eni?” tanya kuasa hukum.

“Kotjo enggak pernah cerita. Karena yang pertama berhubungan dengan saya, waktu itu saya baru tahu belakangan ramai di media, Kotjo dekat dengan Eni,” ujar Setnov.

Dalam dakwaan Sofyan sebelumnya, nama Setnov muncul beberapa kali. Dia diduga ikut berperan dalam sejumlah pertemuan dan pengawalan proyek PLTU Riau-1. Bahkan satu di antara pertemuannya, diadakan di rumah Setnov.

Diketahui, dalam pertemuan itu, hadir Eni dan Supangkat Iwan Santoso, yang menjabat sebagai Direktur Pengadaan Strategis 2 PLN. Sofyan membeberkan, Setnov meminta proyek PLTGU Jawa III kepada Sofyan, untuk diberikan kepada Kotjo, selaku seorang pemegang saham Blackgold Natural Resources.

Hanya saja, Sofyan ketika itu menjawab, PLTGU Jawa III sudah ada kandidat calon perusahaan yang akan mendapatkan proyek, dan malah mengarahkan Setnov untuk mencari proyek pembangkit listrik lainnya.

Selain itu, Setnov juga yang mengenalkan Kotjo dengan Eni, dan meminta agar Eni mengawal proyek PLTU MT Riau-1 yang tengah dibidik Kotjo. Dalam prosesnya, terjadi sejumlah pertemuan antara Kotjo, Eni, dan direksi PLN, guna membahas proyek tersebut.

Dalam kasus proyek PLTU Riau-1 ini, Eni dan Kotjo sudah lebih dulu divonis bersalah. Eni terbukti menerima suap senilai Rp4,75 miliar dari Kotjo.

Sementara Sofyan Basir didakwa telah melakukan pemufakatan jahat dengan memfasilitasi pertemuan antara Eni, eks Menteri Sosial Idrus Marham, dan Kotjo, dengan jajaran direksi PLN. Hal itu bertujuan untuk mempercepat proses kesepakatan Independent Power Producer (IPP) PLTU Riau-1, antara PT PJB Investasi (PJBI), BNR, dan China Huadian Engineering Company Limited (CHEC).

Padahal menurut jaksa, Sofyan sudah mengetahui, Eni dan Idrus akan mendapatkan sejumlah uang atau fee sebagai imbalan dari Kotjo, selaku pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited. Sehingga Eni menerima hadiah berupa uang secara bertahap yang seluruhnya berjumlah Rp4,75 miliar.

Atas perbuatannya, Sofyan didakwa melakukan pidana Pasal 12 huruf a jo Pasal 15 jo Pasal 11 jo Pasal 15 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001, tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 56 ke-2 KUHP. (jpc/saz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/