JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Senator asal DKI Jakarta, AM Fatwa, mengatakan Front Pembela Islam (FPI) merupakan organisasi masyarakat yang terdaftar di Kementerian Dalam Negeri, sehingga keberadaannya dilindungi oleh undang-undang.
Hal ini disampaikan AM Fatwa menanggapi munculnya desakan pembubaran FPI pascabentrok dengan polisi saat untuk rasa penolakan Basuki T Purnama diangkat sebagai Gubernur DKI Jakarta, 3 OKtober 2014 lalu.
“(FPI) ini ormas terdaftar artinya dilindungi undang-undang. Untuk masalah pembubaran itu panjang prosesnya,” kata AM Fatwa, saat konferensi pers usai menerima kedatangan delegasi FPI di Senayan, Jakarta, Senin (13/10).
Dikatakan, UU 17 Tahun 2013 tentang Ormas mengatur, sebelum dibubarkan, ormas yang melakukan pelanggaran harus mendapat dua kali surat peringatan tertulis, yang masing-masing jangka waktunya 30 hari. Yang ketika diberlakukan, diberikan sanksi pemangkasan dana bantuan hibah dari pemerintah daerah.
Kemudian, penghentian kegiatan ormas harus melalui proses pertimbangan Mahkamah Agung.
“Jadi untuk proses pembubaran ormas itu panjang, sebaliknya pihak ormas itu memang ada larangan tertentu yang harus dipatuhi, misalnya tidak boleh melakukan tindakan kekerasan, anarkis. Kalau ini dilakukan prosesnya di kepolisian dan harus ada pembuktian,” jelas anggota Dewan Perwakilan Daerah itu.(fat/jpnn)
JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Senator asal DKI Jakarta, AM Fatwa, mengatakan Front Pembela Islam (FPI) merupakan organisasi masyarakat yang terdaftar di Kementerian Dalam Negeri, sehingga keberadaannya dilindungi oleh undang-undang.
Hal ini disampaikan AM Fatwa menanggapi munculnya desakan pembubaran FPI pascabentrok dengan polisi saat untuk rasa penolakan Basuki T Purnama diangkat sebagai Gubernur DKI Jakarta, 3 OKtober 2014 lalu.
“(FPI) ini ormas terdaftar artinya dilindungi undang-undang. Untuk masalah pembubaran itu panjang prosesnya,” kata AM Fatwa, saat konferensi pers usai menerima kedatangan delegasi FPI di Senayan, Jakarta, Senin (13/10).
Dikatakan, UU 17 Tahun 2013 tentang Ormas mengatur, sebelum dibubarkan, ormas yang melakukan pelanggaran harus mendapat dua kali surat peringatan tertulis, yang masing-masing jangka waktunya 30 hari. Yang ketika diberlakukan, diberikan sanksi pemangkasan dana bantuan hibah dari pemerintah daerah.
Kemudian, penghentian kegiatan ormas harus melalui proses pertimbangan Mahkamah Agung.
“Jadi untuk proses pembubaran ormas itu panjang, sebaliknya pihak ormas itu memang ada larangan tertentu yang harus dipatuhi, misalnya tidak boleh melakukan tindakan kekerasan, anarkis. Kalau ini dilakukan prosesnya di kepolisian dan harus ada pembuktian,” jelas anggota Dewan Perwakilan Daerah itu.(fat/jpnn)