JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin memastikan kasus dugaan korupsi proyek alat pelindung diri (APD) terjadi sebelum dirinya menjabat. Dia mengakui, pada masa itu ada kebutuhan mendesak untuk pengadaan APD lantaran Covid-19 sudah merebak di Indonesia.
Merujuk pada hasil penyidikan KPK, kasus dugaan korupsi tersebut terjadi untuk pengadaan APD pada 2020–2022 dengan total anggaran Rp3,03 triliun. “Saya sudah pelajari, sebelum saya masuk memang ada pembelian-pembelian yang harus cepat dilakukan di awal-awal,” kata Budi di Jakarta, kemarin (11/11).
Menurut Budi, saat itu Kemenkes dituntut bergerak cepat untuk memenuhi kebutuhan penanggulangan Covid-19. Kebutuhan itulah yang kemungkinan berpengaruh terhadap ketidaksesuaian harga APD yang dibeli Kemenkes. “Ada memang saat-saat di mana kami harus mengambil keputusan cepat,” tuturnya.
Sejak dilantik Presiden Joko Widodo dan mulai bertugas sebagai Menkes pada 23 Desember 2020, Budi selalu menekankan keputusan cepat karena kebutuhan penanggulangan Covid-19 harus tetap sesuai aturan. Tidak boleh melanggar.
Namun, saat ini KPK sudah menyidik kasus dugaan korupsi dengan kerugian keuangan negara mencapai ratusan miliar tersebut. Bahkan, ada beberapa orang yang telah berstatus tersangka. KPK telah mengajukan pencekalan terhadap lima orang, yakni dua dari ASN dan tiga pihak swasta.
Karena itu, Budi menegaskan bahwa Kemenkes mendukung jalannya proses hukum. “Kami dukung semua langkah penegakan hukum itu,” ucap Budi.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri menyatakan, pada saatnya KPK akan menyampaikan penanganan kasus tersebut secara terperinci. Dia mempersilakan semua pihak untuk mengikuti jalannya proses hukum atas kasus itu. “Kami pastikan KPK terbuka sepanjang tidak mengganggu proses penyidikan,” katanya.
Terpisah, peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Zaenur Rohman mengatakan, pelaku korupsi proyek APD untuk penanggulangan Covid-19 harus dihukum maksimal. “Pidananya harus dimaksimalkan sesuai yang disediakan dalam undang-undang,” ungkapnya.
Hukuman pidana maksimal yang ada dalam UU saat ini adalah 20 tahun penjara. Tidak hanya itu, KPK juga harus bekerja keras untuk memastikan pengembalian kerugian keuangan negara dari kasus tersebut benar-benar maksimal.
Zaenur mengakui, dalam kondisi darurat seperti pandemi Covid-19, memang ada pengadaan yang berdasar aturan khusus. Syarat dan prosedur pengadaan dalam aturan itu jauh lebih longgar daripada biasanya. Tujuannya, barang atau jasa yang dibutuhkan untuk penanggulangan Covid-19 diperoleh lebih cepat.
Dia menduga, pelonggaran syarat dan prosedur itulah yang dimanfaatkan para pelaku. Modusnya bisa macam-macam. Mulai mark-up harga, downgrade kualitas, pemalsuan kuantitas, hingga persekongkolan penyelenggara negara dengan penyedia barang dan jasa. Akibatnya, masyarakat tidak mendapatkan perlindungan yang maksimal. “Agar tidak terulang pengadaan dalam kondisi darurat, pengawasan harus lebih kuat,” tegasnya. (syn/c7/fal/jpg/ila)