SIDOARJO, SUMUTPOS.CO – Fakta kriminalisasi terhadap Dahlan Iskan dalam restrukturisasi aset PT Panca Wira Usaha (PWU) Jatim makin terang. Saksi kunci yang dihadirkan jaksa dalam sidang kemarin (13/1) justru tidak menyebut peran dan keterlibatan Dahlan. Padahal, saksi-saksi tersebut diajukan pihak jaksa.
Menurut para saksi, segala proses pelepasan aset diatur Sam Santoso dan Wisnu Wardhana (WW). Saksi kunci yang dihadirkan jaksa itu adalah Oepojo Sardjono. Pria 73 tahun tersebut berkongsi mendirikan PT Sempulur Adi Mandiri bersama Sam Santoso. Perusahaan itu yang kemudian membeli dua lahan PT PWU di Kediri (bekas pabrik minyak) dan di Tulungagung (bekas pabrik keramik).
Dalam sidang di Pengadilan Tipikor Surabaya, Oepojo panjang lebar mengungkap fakta penjualan aset PWU. Banyak keterangannya yang menguntungkan Dahlan Iskan selaku terdakwa. Sejak awal dia menyebutkan, segala proses pembelian tanah diatur koleganya, Sam Santoso. Sementara itu, dari pihak PWU, Oepojo berkali-kali menyebut peran WW.
Ketika jaksa memulai pertanyaan soal awal mula pembelian lahan, misalnya, Oepojo mengaku awalnya tidak tahu ada aset PWU yang akan dijual. Dia tahunya dari Sam. Mulanya Oepojo datang menemui Sam untuk menawarkan tanah di Jakarta. Namun, Sam justru menawari Oepojo berkongsi membeli tanah PWU yang merupakan bekas pabrik minyak di Jalan Hayam Wuruk, Balowerti, Kediri.
”Waktu itu Pak Sam bilang nanti ada orang PWU datang ke Kediri membawa gambar tanah yang akan dijual, temui saja,” cerita Oepojo.
Jaksa langsung mengejar cerita Oepojo. ”Siapa orang PT PWU yang Saudara maksud?” tanya jaksa Trimo. Oepojo menjawab, ”Ir Wisnu Wardhana.”
Oepojo mengaku sering mendengar cerita dari Sam bahwa selama ini koleganya itu selalu berhubungan dengan WW soal urusan pembelian lahan PWU. Baik tanah di Kediri maupun Tulungagung. Kala itu WW memang menjabat kepala biro aset di PWU.
Bukan hanya kata Sam, Oepojo juga sempat melihat sendiri. Ketika itu Oepojo pernah pergi ke kantor Sam. Di sana datang WW. Oepojo juga pernah diajak Sam ke kantor PWU di Jalan Basuki Rahmat, Surabaya. ”Di sana kami ditemui pejabat PT PWU. Bukan Pak Dahlan. Kalau tidak salah Pak Suhardi,” katanya. Suhardi merupakan mantan direktur keuangan PWU.
Jaksa tampaknya tak puas atas pengakuan Oepojo. Jaksa Trimo sempat mengejar agar nama Dahlan keluar dari mulut Oepojo. ”Terdakwa pernah ketemu?” tanya jaksa.
Oepojo menjawab tak pernah bertemu dengan Dahlan untuk membicarakan penjualan tanah. ”Saya itu ketemu Pak Dahlan pertama kali ya tanda tangan akta jual beli saja di hadapan notaris,” ujar Oepojo.
Nah, keterangan Oepojo itu ternyata dipelintir jaksa penyidik. Dalam BAP, penyidik menuliskan bahwa Oepojo pernah bertemu dengan Dahlan di kantor notaris. Dengan menulis seperti itu, seolah-olah jaksa ingin menunjukkan bahwa Dahlan terlibat dalam negosiasi dan pengaturan harga penjualan di notaris.
Padahal, versi Oepojo, dirinya tak pernah bertemu Dahlan di kantor notaris. Di hadapan sidang, Oepojo mengaku kali pertama bertatap muka dengan Dahlan ketika menghadap notaris Warsiki Poernomowati. Namun, di mana menghadapnya, Oepojo mengaku lupa.
Di hadapan notaris yang telah meninggal dunia pada 2013 itu, Oepojo bersama Sam Santoso. Di sana para pihak tak membicarakan harga. ”Kami hanya mendengarkan pembacaan poin-poin dalam akta,” ujarnya.
Lantaran ucapannya dipelintir penyidik, Oepojo memilih mencabut keterangannya dalam BAP. Keterangan Oepojo itu menegaskan, Dahlan sebenarnya hanya bertindak menandatangani akta. Sebab, tak ada pembicaraan mengenai apa yang harus dituangkan dalam akta. Isi akta mungkin telah diatur Sam dan WW.