26.7 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Waduh! 800 Perawat Indonesia di Kuwait Bakal Dipaksa Mudik

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Para perawat asal Indonesia yang bekerja di Kuwait terancam berhenti bekerja. Para majikan, pengerah tenaga kerja di sana, hingga pemerintah Kuwait berencana memulangkan mereka karena legalitas ijazah. Para perawat yang jumlahnya sekitar 800 orang itu diketahui jebolan kampus yang tidak terakreditasi.

 

Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan Ditjen Pendidikan Tinggi (Dikti) Kemenristek-Dikti Illah Sailah mengatakan, awal persoalan ini karena status akreditasi kampus di ijazah para perawat itu. “Memang dalam ijazah itu, ada yang tidak terakreditasi,” kata Illah di Jakarta kemarin.

Menurut Illah, masalah akreditasi kampus ini menjadi ramai karena ada regulasi baru yang dijalankan oleh pemerintah Kuwait.

 

Dia mengatakan pemerintah Kuwait yang baru menjalankan masa transisi, melakukan regulasi yang ketat soal tenaga kerja asing. “Diantaranya terkait dengan akreditasi dan legalitas kampus tempat para tenaga kerja dulu kuliah,” jelas dia.

Illah mengaku tidak hafal rincian kampus asal para perawat itu. Dia hanya menjelaskan para perawat yang terancam pekerjaannya itu umumnya lulusan 1993-1997. Dia menjelaskan pada masa itu, memang belum ada regulasi kewajiban akreditasi untuk kampus-kampus kesehatan di Indonesia.

 

“Tidak terakreditasi waktu itu bukan berarti kampusnya tidak berizin. Saat itu memang belum ada aturan kewajiban akreditasi,” jelas dia. Illah mengatakan kewajiban akreditasi baru keluar sekitar 2000 lalu.

 

Dengan demikian Illah mengatakan tidak adanya akreditasi itu bukan kesalahan dari para perawat atau alumni perguruan tinggi. Dia juga menjelaskan para perawat itu terbukti terampil karena sudah bekerja di Kuwait cukup lama.

“Saya akan jelaskan kepada pemerintah Kuwait serta para majikan dan biro tenaga kerja di sana,” kata Illah. Dia mengatakan beberapa waktu lalu sejatinya sudah mengirim tim ke Kuwait untuk mengurus kepastian nasib para perawat itu. Tim ini dikirim ke Kuwait untuk menjelaskan bahwa pada periode 1993-1997 tidak ada kewajiban akreditasi untuk setiap perguruan tinggi.

 

Illah mengaku sampai saat ini masih sering menerima pertanyaan tentang gelar akademik perawat di Kuwait. Pejabat yang juga dosen Institut Pertanian Bogor (IPB) itu mengatakan, sangat disayangkan jika para perawat yang sudah nyaman bekerja di Kuwait itu dipulangkan.

 

Untuk urusan gaji misalnya, mereka rata-rata mendapatkan penghasilan Rp 20 juta per bulan. Para perawat ini umumnya bekerja sebagai perawat rumahan atau perawat pribadi para manula di rumah-rumah penduduk.

 

Illah mengatakan pemerintah Indonesia mencegah kasus seperti ini terulang lagi. Illah menuturkan setiap perguruan tinggi bidang kesehatan atau bidang lainnya harus terakreditasi.

Khusus untuk perguruan tinggi bidang kesehatan, setiap lulusan otomatis mendapatkan sertifikasi keahlian dan akademik. Sehingga para pemberi kerja tidak perlu lagi mempertanyakan urusan akreditasi dan sertifikasi. (wan)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Para perawat asal Indonesia yang bekerja di Kuwait terancam berhenti bekerja. Para majikan, pengerah tenaga kerja di sana, hingga pemerintah Kuwait berencana memulangkan mereka karena legalitas ijazah. Para perawat yang jumlahnya sekitar 800 orang itu diketahui jebolan kampus yang tidak terakreditasi.

 

Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan Ditjen Pendidikan Tinggi (Dikti) Kemenristek-Dikti Illah Sailah mengatakan, awal persoalan ini karena status akreditasi kampus di ijazah para perawat itu. “Memang dalam ijazah itu, ada yang tidak terakreditasi,” kata Illah di Jakarta kemarin.

Menurut Illah, masalah akreditasi kampus ini menjadi ramai karena ada regulasi baru yang dijalankan oleh pemerintah Kuwait.

 

Dia mengatakan pemerintah Kuwait yang baru menjalankan masa transisi, melakukan regulasi yang ketat soal tenaga kerja asing. “Diantaranya terkait dengan akreditasi dan legalitas kampus tempat para tenaga kerja dulu kuliah,” jelas dia.

Illah mengaku tidak hafal rincian kampus asal para perawat itu. Dia hanya menjelaskan para perawat yang terancam pekerjaannya itu umumnya lulusan 1993-1997. Dia menjelaskan pada masa itu, memang belum ada regulasi kewajiban akreditasi untuk kampus-kampus kesehatan di Indonesia.

 

“Tidak terakreditasi waktu itu bukan berarti kampusnya tidak berizin. Saat itu memang belum ada aturan kewajiban akreditasi,” jelas dia. Illah mengatakan kewajiban akreditasi baru keluar sekitar 2000 lalu.

 

Dengan demikian Illah mengatakan tidak adanya akreditasi itu bukan kesalahan dari para perawat atau alumni perguruan tinggi. Dia juga menjelaskan para perawat itu terbukti terampil karena sudah bekerja di Kuwait cukup lama.

“Saya akan jelaskan kepada pemerintah Kuwait serta para majikan dan biro tenaga kerja di sana,” kata Illah. Dia mengatakan beberapa waktu lalu sejatinya sudah mengirim tim ke Kuwait untuk mengurus kepastian nasib para perawat itu. Tim ini dikirim ke Kuwait untuk menjelaskan bahwa pada periode 1993-1997 tidak ada kewajiban akreditasi untuk setiap perguruan tinggi.

 

Illah mengaku sampai saat ini masih sering menerima pertanyaan tentang gelar akademik perawat di Kuwait. Pejabat yang juga dosen Institut Pertanian Bogor (IPB) itu mengatakan, sangat disayangkan jika para perawat yang sudah nyaman bekerja di Kuwait itu dipulangkan.

 

Untuk urusan gaji misalnya, mereka rata-rata mendapatkan penghasilan Rp 20 juta per bulan. Para perawat ini umumnya bekerja sebagai perawat rumahan atau perawat pribadi para manula di rumah-rumah penduduk.

 

Illah mengatakan pemerintah Indonesia mencegah kasus seperti ini terulang lagi. Illah menuturkan setiap perguruan tinggi bidang kesehatan atau bidang lainnya harus terakreditasi.

Khusus untuk perguruan tinggi bidang kesehatan, setiap lulusan otomatis mendapatkan sertifikasi keahlian dan akademik. Sehingga para pemberi kerja tidak perlu lagi mempertanyakan urusan akreditasi dan sertifikasi. (wan)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/