32 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Keberadaan Pilot Sukhoi Masih Misterius

JAKARTA-Kabar mengejutkan sempat beredar dari tim evakuasi di lokasi jatuhnya SSJ 100. Jenazah seorang pria berambut putih yang diduga pilot Alexander Yablontsev tersangkut di sebuah pohon dengan sebuah parasut terkembang. Berbagai dugaan muncul termasuk Alexander mencoba kabur dari pesawat dengan parasut. Temuan jenazah tersebut oleh tim Kopassus yang dipimpin Sertu Abdul Haris di lembah Puncak Salak I Sabtu (12/5) soren
Keyakinan bahwa itu pilot berdasar kulit, rambut dan identitas korban. Namun, Danyon 23 Grup 2 Kopassus Letkol (inf) Sumirating Baskoro tidak yakin sang pilot melarikan diri.

Alasannya, jarak antara jenazah bule yang tersangkut di pohon dengan benda diduga parasut itu berjarak lima meter. Benda tersebut tidak menempel di tubuh korban yang tak lagi utuh itu. Dia juga tidak yakin kalau itu adalah sebuah parasut. “Memang ada tali-tali dari barang itu yang menjulur,” katanya pada Jawa Pos.

Dia memastikan hal itu langsung dari anak buahnya dilapangan setelah isu terevakuasinya pilot merebak. Dia juga belum memastikan apakah sesuatu berwarna oranye itu parasut atau tidak. Alasannya, barang tersebut tertutup pepohonan dan tim memilih untuk tidak mengambil barang tersebut.
Begitu juga dengan jenazah tersebut, Sumirating enggan berpolemik lebih lanjut meski mirip Alexander Yablontsev. Menurutnya, kepastian itu lebih baik menunggu hasil identifikasi tim di Jakarta. Pihaknya juga tidak mau menjelaskan lebih banyak tentang rencana evakuasi hari ini.

Di RS Polri Kramat Jati, Jakarta, pakar Teknologi Informasi (TI) Roy Suryo mengatakan kalau Yablontsev belum tentu melarikan diri. Sebab, menurut anggota komisi I DPR RI tersebut, pesawat SSJ 100 tidak dilengkapi kursi pelontar atau ejection seat yang bisa digunakan dalam keadaan darurat.

“Isu sudah diketemukan pilot dengan parasut itu belum tentu benar. Karena saya di berada di komisi I, saya pernah mengecek langsung ke pabriknya. Dan kami tahu teknis superjet yang tidak dilengkapi dengan ejection seat,” jelasnya.

Politikus partai Demokrat tersebut mengatakan pesawat tempur Sukhoi memang dilengkapi ejection seat. Namun, pesawat komersil Sukhoi seperti jenis Superjet 100 tidak memiliki kursi pelontar tersebut. “Dalam kokpitnya itu tidak ada ejection seat. Makanya kalau ada kabar jenazah pilot tergantung itu tidak mungkin,” katanya sambil menunjukkan foto-foto ruang kokpit SSJ 100.

Karena itu, dia meminta kepada semua pihak untuk tidak menyebarkan informasi yang menyesatkan. Dia juga meminta pihak keluarga tidak terpengaruh dengan kabar jenazah pilot tersebut. “Teknologi informasi tidak untuk menyebarkan kabar yang tidak benar. Mohon bijak dengan teknologi,” imbuhnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Disaster Victim Identification (DIV) Polri, Kombes Pol Dr Anton Castilani menuturkan, hingga kemarin sore, pihaknya belum bisa memastikan bahwa jenazah yang ditemukan tergelantung tersebut benar-benar jasad Alexander Yablontsev. Dia menuturkan, DVI belum bisa memastikan satu persatu identitas jenazah korban Sukhoi, karena masih dalam proses identifikasi.

“Kita tidak bisa bilang itu adalah jenazah pilot, karena sampai sekarang semuanya masih dalam proses. Jadi belum tentu benar jika jenazah itu adalah jenazah pilot. Prosesnya masih panjang,” kata Anton.

Terkait proses identifikasi jenazah, Kepala Pusat Kedokteran dan Kesehatan Polri Brigjen Pol dr Musshadeq Isshad menuturkan jumlah data antemorthem dari pihak keluarga penumpang sudah lengkap. Tercatat, terdapat 35 data antemortem WNI, delapan dari Rusia dan satu dari Amerika. “Sudah lengkap data antemortem dari seluruh penumpang, termasuk profil DNA yang dibutuhkan,” jelas Musshadeq di RS Polri, kemarin.

Musshadeq memaparkan, hingga kemarin, pihaknya sudah menerima total 21 kantong, dengan rincian, 18 kantong merupakan berisikan potongan tubuh korban, sementara sisanya berisi properti penumpang, seperti pakaian, perhiasan, kartu identitas dan lain sebagainya.

Musshadeq mengatakan, begitu kantong yang berisi jasad datang, pihaknya langsung melakukan pemeriksaan kedokteran forensik. 16 kantong  yang sudah datang lebih dulu, sudah dibuka dan tengah diidentifikasi isinya. Sementara, tiga kantong tambahan berisi jasad yang baru datang, akan mulai dilakukan identifikasi kemarin malam.

Musshadeeq menuturkan proses identifikasi jenazah dilakukan dengan identifier primer dengan pemeriksaan biomolekuler. Sebagai informasi, ada dua macam identifier, primer dan sekunder. Identifier primer meliputi sidik jari, gigi geligi dan DNA forensik, sementara identifier sekunder menyangkut data medik dan properti. “Tapi kemungkinan besar kita akan gunakan identifier primer dengan DNA forensik,” jelasnya.

Dia menguraikan, proses identifikasi dimulai dengan pendataan melalui pemeriksaan potongan tubuh jenazah dan sejumlah tanda dari korban. Lalu, tim DVI akan melakukan perbandingan dengan data yang telah diterima dari pihak keluarga korban. Tim lantas menyusun deskripsi pada setiap jaringan dari jasad para korban yang diterima.

“Kemudian pengambilan sampling terhadap jenazah untuk dilakukan pemeriksaan DNA. Langkah berikutnya, melakukan pemeriksaan DNA terhadap jenazah sebagai data postmorthem. Karena itu, kita harapkan malam ini (kemarin) juga seluruh rangkaian kita selesaikan,” jelasnya.

Dalam melakukan proses identifikasi jenazah, Musshadeeq menuturkan, pihaknya dibantu tim dari Rusia. Kemarin, hadir Ketua Pusat Forensik Rusia, Andrey Kovalev. Dia menuturkan pihaknya akan membantu semaksimal mungkin identifikasi jenazah korban. “Kami akan menyelidiki kasus ini sampai tuntas. Selasa nanti, Prof Ivanov yang merupakan pakar biomolekuler akan datang untuk membantu proses identifikasi,” ujarnya.

Ketika ditanya, berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk melakukan proses identifikasi, Kovalev tidak bisa memastikan. Namun, dia mengatakan hal tersebut bisa memakan waktu cukup lama karena banyaknya jumlah potongan jenazah. “Sulit untuk mengatakan berapa lama proses itu berlangsung. Paling cepat dua minggu. Tapi kami seratus persen yakin ada dua potongan besar jasad berasal dari Rusia,” jelas Kovalev.

Kadiv Humas Mabes Polri Boy Rafli Amar menambahkan, tim gabungan antara Indonesia dan Rusia berjumlah 110 personil. Terkait prosedur identifikasi, Musshadeq menjelaskan jika tim DVI Indonesia melakukan prosedur internasional sesuai dengan standar Interpol. “Jadi sudah sesuai dengan standar internasional,”ungkapnya. (kuh/ken/dim/jpnn)

JAKARTA-Kabar mengejutkan sempat beredar dari tim evakuasi di lokasi jatuhnya SSJ 100. Jenazah seorang pria berambut putih yang diduga pilot Alexander Yablontsev tersangkut di sebuah pohon dengan sebuah parasut terkembang. Berbagai dugaan muncul termasuk Alexander mencoba kabur dari pesawat dengan parasut. Temuan jenazah tersebut oleh tim Kopassus yang dipimpin Sertu Abdul Haris di lembah Puncak Salak I Sabtu (12/5) soren
Keyakinan bahwa itu pilot berdasar kulit, rambut dan identitas korban. Namun, Danyon 23 Grup 2 Kopassus Letkol (inf) Sumirating Baskoro tidak yakin sang pilot melarikan diri.

Alasannya, jarak antara jenazah bule yang tersangkut di pohon dengan benda diduga parasut itu berjarak lima meter. Benda tersebut tidak menempel di tubuh korban yang tak lagi utuh itu. Dia juga tidak yakin kalau itu adalah sebuah parasut. “Memang ada tali-tali dari barang itu yang menjulur,” katanya pada Jawa Pos.

Dia memastikan hal itu langsung dari anak buahnya dilapangan setelah isu terevakuasinya pilot merebak. Dia juga belum memastikan apakah sesuatu berwarna oranye itu parasut atau tidak. Alasannya, barang tersebut tertutup pepohonan dan tim memilih untuk tidak mengambil barang tersebut.
Begitu juga dengan jenazah tersebut, Sumirating enggan berpolemik lebih lanjut meski mirip Alexander Yablontsev. Menurutnya, kepastian itu lebih baik menunggu hasil identifikasi tim di Jakarta. Pihaknya juga tidak mau menjelaskan lebih banyak tentang rencana evakuasi hari ini.

Di RS Polri Kramat Jati, Jakarta, pakar Teknologi Informasi (TI) Roy Suryo mengatakan kalau Yablontsev belum tentu melarikan diri. Sebab, menurut anggota komisi I DPR RI tersebut, pesawat SSJ 100 tidak dilengkapi kursi pelontar atau ejection seat yang bisa digunakan dalam keadaan darurat.

“Isu sudah diketemukan pilot dengan parasut itu belum tentu benar. Karena saya di berada di komisi I, saya pernah mengecek langsung ke pabriknya. Dan kami tahu teknis superjet yang tidak dilengkapi dengan ejection seat,” jelasnya.

Politikus partai Demokrat tersebut mengatakan pesawat tempur Sukhoi memang dilengkapi ejection seat. Namun, pesawat komersil Sukhoi seperti jenis Superjet 100 tidak memiliki kursi pelontar tersebut. “Dalam kokpitnya itu tidak ada ejection seat. Makanya kalau ada kabar jenazah pilot tergantung itu tidak mungkin,” katanya sambil menunjukkan foto-foto ruang kokpit SSJ 100.

Karena itu, dia meminta kepada semua pihak untuk tidak menyebarkan informasi yang menyesatkan. Dia juga meminta pihak keluarga tidak terpengaruh dengan kabar jenazah pilot tersebut. “Teknologi informasi tidak untuk menyebarkan kabar yang tidak benar. Mohon bijak dengan teknologi,” imbuhnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Disaster Victim Identification (DIV) Polri, Kombes Pol Dr Anton Castilani menuturkan, hingga kemarin sore, pihaknya belum bisa memastikan bahwa jenazah yang ditemukan tergelantung tersebut benar-benar jasad Alexander Yablontsev. Dia menuturkan, DVI belum bisa memastikan satu persatu identitas jenazah korban Sukhoi, karena masih dalam proses identifikasi.

“Kita tidak bisa bilang itu adalah jenazah pilot, karena sampai sekarang semuanya masih dalam proses. Jadi belum tentu benar jika jenazah itu adalah jenazah pilot. Prosesnya masih panjang,” kata Anton.

Terkait proses identifikasi jenazah, Kepala Pusat Kedokteran dan Kesehatan Polri Brigjen Pol dr Musshadeq Isshad menuturkan jumlah data antemorthem dari pihak keluarga penumpang sudah lengkap. Tercatat, terdapat 35 data antemortem WNI, delapan dari Rusia dan satu dari Amerika. “Sudah lengkap data antemortem dari seluruh penumpang, termasuk profil DNA yang dibutuhkan,” jelas Musshadeq di RS Polri, kemarin.

Musshadeq memaparkan, hingga kemarin, pihaknya sudah menerima total 21 kantong, dengan rincian, 18 kantong merupakan berisikan potongan tubuh korban, sementara sisanya berisi properti penumpang, seperti pakaian, perhiasan, kartu identitas dan lain sebagainya.

Musshadeq mengatakan, begitu kantong yang berisi jasad datang, pihaknya langsung melakukan pemeriksaan kedokteran forensik. 16 kantong  yang sudah datang lebih dulu, sudah dibuka dan tengah diidentifikasi isinya. Sementara, tiga kantong tambahan berisi jasad yang baru datang, akan mulai dilakukan identifikasi kemarin malam.

Musshadeeq menuturkan proses identifikasi jenazah dilakukan dengan identifier primer dengan pemeriksaan biomolekuler. Sebagai informasi, ada dua macam identifier, primer dan sekunder. Identifier primer meliputi sidik jari, gigi geligi dan DNA forensik, sementara identifier sekunder menyangkut data medik dan properti. “Tapi kemungkinan besar kita akan gunakan identifier primer dengan DNA forensik,” jelasnya.

Dia menguraikan, proses identifikasi dimulai dengan pendataan melalui pemeriksaan potongan tubuh jenazah dan sejumlah tanda dari korban. Lalu, tim DVI akan melakukan perbandingan dengan data yang telah diterima dari pihak keluarga korban. Tim lantas menyusun deskripsi pada setiap jaringan dari jasad para korban yang diterima.

“Kemudian pengambilan sampling terhadap jenazah untuk dilakukan pemeriksaan DNA. Langkah berikutnya, melakukan pemeriksaan DNA terhadap jenazah sebagai data postmorthem. Karena itu, kita harapkan malam ini (kemarin) juga seluruh rangkaian kita selesaikan,” jelasnya.

Dalam melakukan proses identifikasi jenazah, Musshadeeq menuturkan, pihaknya dibantu tim dari Rusia. Kemarin, hadir Ketua Pusat Forensik Rusia, Andrey Kovalev. Dia menuturkan pihaknya akan membantu semaksimal mungkin identifikasi jenazah korban. “Kami akan menyelidiki kasus ini sampai tuntas. Selasa nanti, Prof Ivanov yang merupakan pakar biomolekuler akan datang untuk membantu proses identifikasi,” ujarnya.

Ketika ditanya, berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk melakukan proses identifikasi, Kovalev tidak bisa memastikan. Namun, dia mengatakan hal tersebut bisa memakan waktu cukup lama karena banyaknya jumlah potongan jenazah. “Sulit untuk mengatakan berapa lama proses itu berlangsung. Paling cepat dua minggu. Tapi kami seratus persen yakin ada dua potongan besar jasad berasal dari Rusia,” jelas Kovalev.

Kadiv Humas Mabes Polri Boy Rafli Amar menambahkan, tim gabungan antara Indonesia dan Rusia berjumlah 110 personil. Terkait prosedur identifikasi, Musshadeq menjelaskan jika tim DVI Indonesia melakukan prosedur internasional sesuai dengan standar Interpol. “Jadi sudah sesuai dengan standar internasional,”ungkapnya. (kuh/ken/dim/jpnn)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/