JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Masih banyak yang menganggap kawasan perbatasan negara adalah halaman belakang yang tidak menjadi prioritas untuk ditata dan dibangun, padahal hakikatnya wilayah perbatasan merupakan beranda depan yang langsung berbatasan dengan negara tetangga, sehingga seharusnya ditata dan dibangun lebih baik dan menawan karena menjadi citra bangsa kita.
Hal inilah yang mendorong Presiden Joko Widodo menaruh perhatian penuh pada kemajuan kawasan perbatasan negara. “Kawasan perbatasan harus diperhatikan dan dibangun sehingga menjadi beranda terdepan Indonesia serta menjadi etalase bangsa yang membanggakan,” kata Presiden Jokowi.
Komitmennya tersebut, dibuktikan dengan pembangunan infrastruktur di kawasan perbatasan pada saat menjabat sebagai Presiden pada Periode I (Tahun 2014-2019), yakni bangunan 7 (tujuh) Pos Lintas Batas Negara (PLBN) yang lebih modern dan megah, dan menjadi kebanggaan masyarakat di wilayah perbatasan. Mind set wilayah perbatasan negara pun berubah, dari yang dianggap sebagai halaman belakang negara, kini menjadi beranda terdepan Indonesia.
Ketujuh PLBN tersebut dibangun berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2015 tentang Percepatan Pembangunan 7 (tujuh) PLBN Terpadu dan Sarana Prasarana Penunjang di Kawasan Perbatasan, yang tersebar di perbatasan darat Indonesia dengan negara tetangga, yaitu: PLBN Aruk, PLBN Badau, dan PLBN Entikong di Provinsi Kalimantan Barat yang berbatasan dengan negara Malaysia. Lalu PLBN Motaain, PLBN Motamasin, dan PLBN Wini dibangun di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang berbatasan darat dengan negara Republik Demokratik Timor Leste (RDTL). Sedangkan PLBN Skouw dibangun di Provinsi Papua yang berbatasan darat dengan negara Papua New Guinea.
Pada masa jabatan periode ke-2, Presiden Jokowi mengharapkan kawasan perbatasan negara menjadi sentra ekonomi industri melalui pengembangan kawasan pendukung Pos Lintas Batas Negara (PLBN) di Aruk, Motaain, dan Skouw. Kepala Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) yang juga Menteri Dalam Negeri, Muhammad Tito Karnavian mengatakan, Presiden Jokowi ingin kawasan pendukung PLBN yang ada di perbatasan negara menjadi sentra ekonomi industri perdagangan yang bisa berpengaruh dan memberikan pengaruh kepada negara tetangga.
“Jadi Presiden ingin daerah Aruk, Motaain dan Skouw ini menjadi pusat sentra baru ekonomi industri perdagangan, yang tidak hanya bermanfaat bagi masyarakat di sekitarnya, tapi ke daerah sebelah negara tetangga,” ujarnya.
Memasuki 75 tahun kemerdekaan Indonesia, kawasan perbatasan negara yang menjadi bagian tak terpisahkan dari negara Indonesia telah mengalami berbagai persoalan yang menjadi makna tersendiri bagi bangsa yang terdiri dari puluhan ribu pulau ini. Secara fisik, Indonesia merupakan negara terbesar kelima di dunia yang berbatasan laut dengan negara tetangga seperti India, Singapura, Malaysia, Thailand, Vietnam, Filipina, Palau, Australia, Republik Demokratik Timor Leste, dan Papua New Guinea, sedangkan untuk perbatasan darat dengan Malaysia, Republik Demokratik Timor Leste, Papua New Guinea.
Di era yang lalu, sejumlah persoalan di wilayah perbatasan mengemuka. Sebut saja, lepasnya Pulau Sipandan dan Ligitan ke negara tetangga Malaysia pada 2012 lalu, kesulitan ekonomi warga perbatasan, transportasi umum yang langka, jalan rusak dan terjal, penyelundupan narkoba, perdagangan manusia serta bentuk kriminal lainnya.
Meski sudah ada Kementerian/Lembaga yang menangani persoalan di perbatasan saat itu, namun dirasa kurang efektif karena kurangnya keterpaduan antara instansi yang menangani perbatasan. Fakta ini kemudian mendorong pemerintah untuk membentuk lembaga yang fokus menangani di perbatasan negara, baik dari segi lintas batas dengan negara tetangga, pengelolaan potensi serta pembangunan infrastruktur.
Hingga terbitlah Undang-undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara, yang menyebutkan bahwa untuk mengelola batas wilayah negara dan mengelola kawasan perbatasan pada tingkat pusat dan daerah, pemerintah dan pemerintah daerah membentuk Badan Pengelola Nasional dan Badan Pengelola Daerah. Selanjutnya diterbitkan Perpres 12 Tahun 2010 tentang Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP). Badan ini merupakan lembaga pemerintah non struktural yang dipimpin oleh seorang Kepala Badan yang bertanggung jawab kepada Presiden.
Menteri Dalam Negeri, Muhammad Tito Karnavian, adalah Kepala BNPP saat ini. Sementara Ketua Pengarah BNPP adalah Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD.
BNPP bertugas untuk menetapkan kebijakan program pembangunan perbatasan, menetapkan rencana kebutuhan anggaran, mengkoordinasikan pelaksanaan serta melakukan evaluasi dan pengawasan. Adapun anggota BNPP adalah 27 Kementerian/Lembaga dan 13 Gubernur Provinsi Perbatasan, sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 44 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Perpres Nomor 12 Tahun 2010 tentang Badan Nasional Pengelola Perbatasan. Dengan adanya BNPP pembangunan perbatasan negara hingga saat ini lebih terkoordinasi.
“Setelah lahirnya BNPP pengelolaan, pembangunan serta perundingan batas negara menjadi lebih terkoordinasi dari pada tahun-tahun sebelumnya,” ujar Pelaksana tugas (Plt.) Sekretaris BNPP, Suhajar Diantoro.
Wilayah perbatasan sesungguhnya memiliki arti yang sangat vital dan strategis, baik dalam sudut pandang pertahanan keamanan, maupun dalam sudut pandang ekonomi, sosial, dan budaya. Perbatasan negara merupakan manifestasi utama kedaulatan wilayah suatu negara yang memiliki peranan penting dalam penentuan batas wilayah kedaulatan, pemanfaatan sumber daya alam, menjaga keamanan, dan keutuhan wilayah.
Hingga saat ini, ada banyak yang telah dilaksanakan oleh BNPP diantaranya dari segi laporan keuangan, BNPP mengantongi Opini Wajar Tanpa Pengecualian selama enam kali berturut-turut. Dalam Pengelolaan Batas Wilayah Negara, khususnya di darat. BNPP bersama dengan K/L anggota juga telah menyelesaikan 2 segmen Outstanding Boundary Problem (OBP) di Sektor Timur antara Indonesia dan Malaysia. Kedua negara telah sepakat melakukan pengesahan terhadap dokumen OBP yaitu resolusi, action plan dan SOP. Dua segmen OBP itu adalah OBP Simantipal dan OBP C 500 – C 600.
BNPP juga rutin setiap tahunnya menyelenggarakan kegiatan Rapat Koordinasi Pengendalian Pengelolaan Perbatasan Negara, Gerakan Pembangunan Terpadu Kawasan Perbatasan (Gerbangdutas), Rapat Koordinasi Nasional Pengamanan Perbatasan (Rakornas Pamtas), Rapat Koordinasi Penguatan Kapasitas Aparatur Pemerintahan Kecamatan di Kawasan Perbatasan Negara (Rakor Camat), serta upacara peringatan hari kemerdekaan Indonesia di perbatasan negara.
BNPP juga telah menyusun Rencana Induk (Renduk) Tahun 2015-2019. Renduk merupakan acuan bagi Kementerian/Lembaga anggota BNPP untuk Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan (PBWN-KP), dan kini sedang dipersiapkan rancangan Renduk Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan Tahun 2020-2024 yang akan ditetapkan Presiden, dengan fokus untuk mewujudkan visi Presiden Joko Widodo di perbatasan negara yaitu mewujudkan kawasan perbatasan yang maju, berdaulat, mandiri, dan berkepribadian berlandaskan gotong royong.
Dalam Rancangan Renduk tersebut BNPP telah mencanangkan beberapa arah strategis seperti Penyelesaian tujuh segmen batas RI-Malaysia, satu Unsurveyed dan dua Unresolved Segmen RI-RDTL dan Perapatan Pilar RI-PNG.
Selain itu komitmen meningkatkan manajemen pengelolaan dan meneruskan pembangunan 26 Pos Lintas Batas Negara (PLBN) pada lima tahun mendatang. Dimana saat ini melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang merupakan anggota BNPP, telah terbangun delapan PLBN, dan 10 PLBN lainnya masih dalam proses pembangunan berdasarkan Inpres Nomor 1 Tahun 2019 serta delapan PLBN tambahan sesuai amanat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024.
Beberapa arah strategis lain yang masuk dalam Rancangan Renduk ini adalah pembangunan sentra ekonomi baru di kawasan perbatasan melalui pengembangan 18 Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN), dimana tiga dari enam PKSN Major Project (Aruk, Motaain dan Skouw) sesuai arahan Kepala BNPP telah disiapkan rencana pengembangannya pada tahun ini dan selanjutnya secara bertahap akan diteruskan pada 15 PKSN lainnya hingga akhir 2024.
Pembangunan infrastruktur pembuka keterpencilan dan layanan dasar yang lebih merata serta pembangunan ekonomi berbasis potensi lokal di 222 Kecamatan Lokasi Prioritas (Lokpri). Serta pembangunan sarpras Pertahanan Keamanan (Hankam) di 49 Pulau Pulau Kecil Terluar (PPKT) tidak berpenduduk masuk dalam Rancangan Renduk ini.(rel)