SUMUTPOS.CO – Gangguan ginjal akut misterius masih belum memiliki titik terang. Kementerian Kesehatan sendiri masih belum terbuka. Mereka berdalih masih melakukan penyelidikan.
KEPALA Biro Komunikasi Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi menyebut, pada September sampai Oktober ada 40 anak yang mengalami penyakit ini. “Ini angkanya masih dikaji,” kata Nadia kemarin (13/10).
Selain itu, menurut penelitian Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) belum diketahui penyebab gangguan ginjal akut ini. BKPK tidak menemukan adanya bakteri. Namun kemarin Epidemiolog Pandu Riono membeberkan hasil investigasi pasien gangguan ginjal akut misterius di DKI Jakarta. “Ada dua infeksi. Anak bisa mengalami lebih dari satu infeksi,” tuturnya saat menjadi pembicara dalam diskusi daring bertajuk “Misterius! 131 Anak Indonesia Sakit Ginjal Akut”.
Pandu menuturkan data yang dia dapat merupakan hasil investigasi dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta. Dari data itu, ada indikasi leptospirosis dan influenza. “Untuk sementara hasil investigasi yang di Jakarta karena infeksi, bukan obat,” katanya.
Dia menjelaskan ada beberapa hal yang patut menjadi perhatian orang tua. Misal ketika anak demam dan intensitas buang air kecilnya minim atau bahkan tidak sama sekali maka sebisa mungkin dibawa ke rumah sakit. Pandu tidak menyarankan untuk memberikan obat serampangan.
“(Penyakit) ginjal itu ketahuan kalau urium dan keratin tinggi ada penurunan fungsi ginjal,” ujarnya. Pemeriksaan ini hanya bisa dilakukan di layanan kesehatan. Biasanya penurunan fungsi ginjal ini menurut Pandu diakibatkan karena adanya racun atau infeksi.
Guru besar FKUI sekaligus mantan Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2-PL) Kemenkes Tjandra Yoga Aditama turut menyoroti persoalan peningkatan gangguan ginjal pada anak-anak di Indonesia. Dia mengatakan fenomena tersebut perlu dianalisa secara lengkap. Termasuk dari rumah sakit mana saja yang melaporkannya. ’’Perlu dilihat aspek kliniknya secara amat lengkap. Serta aspek pencatatan kasus serupa di RS itu dari waktu ke waktu,’’ katanya kemarin.
Dari pencatatan tersebut, kemudian bisa dilakukan analisa lebih dalam. Analisis ini dilengkapi dengan kunjungan ke rumah pasien. Untuk melihat kemungkinan faktor penyebab atau mencari kasus-kasus lain di rumah atau sekitarnya. Tjandra mengatakan biasanya dalam hitungan hari, sudah bisa didapatkan kesimpulan awal atas fenomena yang sedang terjadi. Termasuk potensi dampaknya untuk kesehatan masyarakat. “Setelah ditemukan kesimpulan awal, maka tentu harus diteruskan untuk mendapatkan kesimpulan lanjut menuju kesimpulan akhir,” katanya.
Upaya ini diantaranya dilakukan dengan fasilitas laboratorium dan genomic mendalam. Tjandra mengatakan sambil proses analisis tersebut berjalan, upaya penanganan maksimal tetap harus dilakukan.
Bahkan jika diberlukan pemerintah bisa membentuk tim ahli khusus. Tim ini melakukan anaisa secara mendalam serta penanganan klinis sesuai dengan bukti ilmiah terkini. ’’Pada kasus ini, organisasi profesi IDAI tentu memang peran utama,’’ kata dia. Tjandra mengatakan kalau memang dianggap diperlukan, keadaan ini dapat dipertimbangkan masuk dalam Disease Outbreak News (DONs) WHO. Tujuannya untuk kewaspadaan negara-negara lain di dunia. (wan/lyn/jpg)