32 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Setahun Empat Kali Kirim Sumbangan ke Tanah Air

Mutiara Wina, Perkumpulan Ibu-ibu Indonesia di Austria

Ada banyak perkumpulan atau komunitas warga Indonesia di Austria. Salah satu yang cukup menarik adalah perkumpulan Mutiara Wina. Sebuah paguyuban yang anggotanya kalangan ibu-ibu yang telah puluhan tahun menetap di Austria. Apa saja kegiatan komunitas ini?

Ahmad Reza Khomaini 

HIDUP puluhan tahun di negeri orang tak lantas membuat warga Indonesia lupa akan tanah kelahiran. Berbagai cara dilakukan untuk membantu meringankan saudara-saudara di tanah air yang mengalami kendala. Yang paling sederhana, menyisihkan secuil penghasilan mereka selama bekerja dan menetap di luar negeri.

Di Austria, kegiatan-kegiatan di atas acap kali dilakukan warga Indonesia, baik dari kalangan pekerja di Kedutaan RI, Kantor Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), OPEC, para pelajar Indonesia, hingga perkumpulan atau komunitas warga Indonesia lainnya.

Salah satu komunitas yang cukup unik dalam menjalankan kegiatan mulia itu adalah Mutiara Wina. Nah Kamis (8/3) lalu, INDOPOS (grup Sumut Pos) diundang Rusdijana Puja, istri Dubes RI Wina I Gusti Agung Wesaka Puja, untuk melihat secara langsung kegiatan yang dilakukan Mutiara Wina. Lokasi pertemuan perkumpulan ibu-ibu yang telah puluhan tahun menetap di Austria diadakan di rumah makan ETAP di Neulerchenfelder Strasse 13 Wien 1160, Wina.

Selama perjalanan menuju restaurant Turki itu, Rusdijana memberikan sedikit informasi perihal komunitas Mutiara ini.
’’Ini perkumpulan ibu-ibu loh. Mereka kumpul-kumpul sambil makan dan juga mengumpulkan uang untuk disumbangkan ke Indonesia,’’ ucap Rusdijana.

Setibanya di rumah makan yang terletak tak jauh dari stasiun kereta bawah tanah U-6 Josefstaedter Strasse itu, belasan ibu-ibu tengah duduk santai di meja panjang yang telah dipesan untuk kegiatan ini. Mereka yang hadir saat itu di antaranya Lena Waldmayer, Dewi Figl, Rini Utami Schwarz, Meitie Bock, Shinta Santoso, Rosita Gugerel, Hedy Fischer, Rusdijana Puja, Kathrin Prijapratama, Evelyn Ortner dan Ita Siregar. Selain para ibu-ibu, hadir juga tiga ‘non’ Mutiara dalam pertemuan. Mereka adalah Herbert Bock, Freddie Schwarz, dan Hoek Tjhoen Tan. Ketiga pria ini hadir dalam pertemuan itu untuk menemani istrinya masing-masing.

Latar belakang para members Mutiara Wina beragam. Ada yang menetap di Austria karena bekerja, mendampingi suami yang bekerja di Austria, ada juga yang berdomisili di negara berpenduduk 8,4 juta jiwa ini karena menikah dengan warga Austria. Mayoritas pendiri dari Mutiara Wina seperti Lena Waldmayer, Dewi Figl, Rini Utami Schwarz, Meitie Bock, Rosita Gugerel, Vonny Harlik, dan Evelyn Ortner dipersunting oleh bule Austria.
’’Tapi ada juga anggota dan pendiri Mutiara yang menikah dengan pria Indonesia. Seperti Selfinar Damiri, Nurani Setjadipradja, Illke Sahanaya, dan Titien Roesad, suami mereka asli Indonesia,’’ terang Shinta Santoso yang didampingi suaminya, Hoek Tjhoen Tan membuka perbincangan dengan koran ini.

Dijelaskan Shinta, nama Mutiara Wina terbentuk pada 2007 lalu. Kegiatan utama dari perkumpulan ini adalah bersilaturahmi antarsesama warga Indonesia di sebuah restaurant atau rumah pribadi sambil bersedekah. ’’Jadi setiap kumpul makan-makan, seluruh anggota diminta untuk beramal. Besarannya paling kecil Euro 2 (Rp24 ribu). Selebihnya terserah para anggota,’’ jabar Shinta yang sudah puluhan tahun menetap di Austria.

Kegiatan ini, menurut Shinta, dilakukan karena dorongan rasa keprihatinan dirinya dan para pendiri Mutiara Wina terhadap sejumlah musibah yang menimpa di Indonesia. Shinta menerangkan, waktu dirinya pulang ke tanah air, hatinya tersentuh setelah melihat secara langsung penderitaan masyarakat yang terkena musibah banjir dan gempa bumi. ’’Saya lihat anak-anak dipenampungan sangat memprihatinkan. Kondisi rumah-rumahnya yang terkena musibah juga memprihatinkan, sedih melihatnya,’’ ucap Shinta.

Mengenai penentuan nama Mutiara, Lena Waldmayer menjelaskan bahwa kata Mutiara dipilih gara-gara souvenir yang dibawa oleh salah satu pendiri perkumpulan, Mietie Bock. Saat itu, Mietie yang baru saja pulang dari kunjungannya ke Tiongkok membawa oleh-oleh, yang salah satunya berupa perhiasan mutiara.

’’Kita bingung mau namain perkumpulan kita apa” Nah gara-gara Mietie bawa mutiara, spontan saja kita langsung namakan perkumpulan Mutiara. Semua sepakat saat itu juga,’’ terang Lena yang lebih dari 35 tahun menetap di Austria.
Sejak berdiri 2007 silam, Mutiara Wina tak pernah absen dalam urusan penggalangan dana bantuan. Setiap bulan, kata Lena, minimal ada satu kali pertemuan makan-makan dan sumbangan. Dari hasil pertemuan bulanan itu, satu tahun rata-rata dana yang terkumpul mencapai Euro 2000 atau Rp 24 juta (Euro 1 = Rp12 ribu). Hasil dari ‘saweran’ para anggota Mutiara Wina disumbangkan langsung ke sejumlah pihak di tanah air yang membutuhkan.

’’Kita nyumbangnya langsung, tidak transfer. Jadi setiap ada anggota yang pulang ke Indonesia, kita titipkan untuk disumbangkan langsung ke pihak yang membutuhkan. Setahun bisa 3 sampai 4 kali,’’ kata Lena.

Menurut catatan yang diterima koran ini, pihak-pihak yang mendapat bantuan dari perkumpulan Mutiara Wina di antaranya, Yayasan Yatim Piatu Al-Ikhlas di Bandung,   Yayasan Amal Mulia di Jakarta,  Aisyiyah Mekarjaya di Depok,  Rumah Yatim di Bandung. Selain ke sejumlah yayasan, Mutiara Wina juga turut memberikan bantuan dana untuk korban tsunami di Mentawai dan Gunung Merapi di tahun 2010.

Tak hanya menyumbangkan ke tanah air, Mutiara Wina ternyata juga memiliki kepedulian sosial yang besar kepada masyarakat di ibu kota Austria. Pada 2011, perkumpulan ini melakukan kegiatan sosial dengan memberikan makanan gratis untuk 150 tunawisma.

’’Waktu musim dingin tahun lalu, kami membuat masakan di sebuah gereja di distrik 15 untuk ratusan tunawisma di Wina. Makanan yang kami buat seperti spaghetti dan salat,’’ terang Dewi Figl yang telah 35 tahun lebih tinggal di Austria.
Sejak dua tahun terakhir, komunitas Mutiara Wina telah menjadi lebih besar dan sumbangan yang terkumpul pun mulai membesar. Bukan hanya dari para anggota, sumbangan juga datang dari Dharma Wanita di Wina, teman-teman Austria dan Belanda dan kerabat-kerabat pekerja dari PBB. (*)

Mutiara Wina, Perkumpulan Ibu-ibu Indonesia di Austria

Ada banyak perkumpulan atau komunitas warga Indonesia di Austria. Salah satu yang cukup menarik adalah perkumpulan Mutiara Wina. Sebuah paguyuban yang anggotanya kalangan ibu-ibu yang telah puluhan tahun menetap di Austria. Apa saja kegiatan komunitas ini?

Ahmad Reza Khomaini 

HIDUP puluhan tahun di negeri orang tak lantas membuat warga Indonesia lupa akan tanah kelahiran. Berbagai cara dilakukan untuk membantu meringankan saudara-saudara di tanah air yang mengalami kendala. Yang paling sederhana, menyisihkan secuil penghasilan mereka selama bekerja dan menetap di luar negeri.

Di Austria, kegiatan-kegiatan di atas acap kali dilakukan warga Indonesia, baik dari kalangan pekerja di Kedutaan RI, Kantor Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), OPEC, para pelajar Indonesia, hingga perkumpulan atau komunitas warga Indonesia lainnya.

Salah satu komunitas yang cukup unik dalam menjalankan kegiatan mulia itu adalah Mutiara Wina. Nah Kamis (8/3) lalu, INDOPOS (grup Sumut Pos) diundang Rusdijana Puja, istri Dubes RI Wina I Gusti Agung Wesaka Puja, untuk melihat secara langsung kegiatan yang dilakukan Mutiara Wina. Lokasi pertemuan perkumpulan ibu-ibu yang telah puluhan tahun menetap di Austria diadakan di rumah makan ETAP di Neulerchenfelder Strasse 13 Wien 1160, Wina.

Selama perjalanan menuju restaurant Turki itu, Rusdijana memberikan sedikit informasi perihal komunitas Mutiara ini.
’’Ini perkumpulan ibu-ibu loh. Mereka kumpul-kumpul sambil makan dan juga mengumpulkan uang untuk disumbangkan ke Indonesia,’’ ucap Rusdijana.

Setibanya di rumah makan yang terletak tak jauh dari stasiun kereta bawah tanah U-6 Josefstaedter Strasse itu, belasan ibu-ibu tengah duduk santai di meja panjang yang telah dipesan untuk kegiatan ini. Mereka yang hadir saat itu di antaranya Lena Waldmayer, Dewi Figl, Rini Utami Schwarz, Meitie Bock, Shinta Santoso, Rosita Gugerel, Hedy Fischer, Rusdijana Puja, Kathrin Prijapratama, Evelyn Ortner dan Ita Siregar. Selain para ibu-ibu, hadir juga tiga ‘non’ Mutiara dalam pertemuan. Mereka adalah Herbert Bock, Freddie Schwarz, dan Hoek Tjhoen Tan. Ketiga pria ini hadir dalam pertemuan itu untuk menemani istrinya masing-masing.

Latar belakang para members Mutiara Wina beragam. Ada yang menetap di Austria karena bekerja, mendampingi suami yang bekerja di Austria, ada juga yang berdomisili di negara berpenduduk 8,4 juta jiwa ini karena menikah dengan warga Austria. Mayoritas pendiri dari Mutiara Wina seperti Lena Waldmayer, Dewi Figl, Rini Utami Schwarz, Meitie Bock, Rosita Gugerel, Vonny Harlik, dan Evelyn Ortner dipersunting oleh bule Austria.
’’Tapi ada juga anggota dan pendiri Mutiara yang menikah dengan pria Indonesia. Seperti Selfinar Damiri, Nurani Setjadipradja, Illke Sahanaya, dan Titien Roesad, suami mereka asli Indonesia,’’ terang Shinta Santoso yang didampingi suaminya, Hoek Tjhoen Tan membuka perbincangan dengan koran ini.

Dijelaskan Shinta, nama Mutiara Wina terbentuk pada 2007 lalu. Kegiatan utama dari perkumpulan ini adalah bersilaturahmi antarsesama warga Indonesia di sebuah restaurant atau rumah pribadi sambil bersedekah. ’’Jadi setiap kumpul makan-makan, seluruh anggota diminta untuk beramal. Besarannya paling kecil Euro 2 (Rp24 ribu). Selebihnya terserah para anggota,’’ jabar Shinta yang sudah puluhan tahun menetap di Austria.

Kegiatan ini, menurut Shinta, dilakukan karena dorongan rasa keprihatinan dirinya dan para pendiri Mutiara Wina terhadap sejumlah musibah yang menimpa di Indonesia. Shinta menerangkan, waktu dirinya pulang ke tanah air, hatinya tersentuh setelah melihat secara langsung penderitaan masyarakat yang terkena musibah banjir dan gempa bumi. ’’Saya lihat anak-anak dipenampungan sangat memprihatinkan. Kondisi rumah-rumahnya yang terkena musibah juga memprihatinkan, sedih melihatnya,’’ ucap Shinta.

Mengenai penentuan nama Mutiara, Lena Waldmayer menjelaskan bahwa kata Mutiara dipilih gara-gara souvenir yang dibawa oleh salah satu pendiri perkumpulan, Mietie Bock. Saat itu, Mietie yang baru saja pulang dari kunjungannya ke Tiongkok membawa oleh-oleh, yang salah satunya berupa perhiasan mutiara.

’’Kita bingung mau namain perkumpulan kita apa” Nah gara-gara Mietie bawa mutiara, spontan saja kita langsung namakan perkumpulan Mutiara. Semua sepakat saat itu juga,’’ terang Lena yang lebih dari 35 tahun menetap di Austria.
Sejak berdiri 2007 silam, Mutiara Wina tak pernah absen dalam urusan penggalangan dana bantuan. Setiap bulan, kata Lena, minimal ada satu kali pertemuan makan-makan dan sumbangan. Dari hasil pertemuan bulanan itu, satu tahun rata-rata dana yang terkumpul mencapai Euro 2000 atau Rp 24 juta (Euro 1 = Rp12 ribu). Hasil dari ‘saweran’ para anggota Mutiara Wina disumbangkan langsung ke sejumlah pihak di tanah air yang membutuhkan.

’’Kita nyumbangnya langsung, tidak transfer. Jadi setiap ada anggota yang pulang ke Indonesia, kita titipkan untuk disumbangkan langsung ke pihak yang membutuhkan. Setahun bisa 3 sampai 4 kali,’’ kata Lena.

Menurut catatan yang diterima koran ini, pihak-pihak yang mendapat bantuan dari perkumpulan Mutiara Wina di antaranya, Yayasan Yatim Piatu Al-Ikhlas di Bandung,   Yayasan Amal Mulia di Jakarta,  Aisyiyah Mekarjaya di Depok,  Rumah Yatim di Bandung. Selain ke sejumlah yayasan, Mutiara Wina juga turut memberikan bantuan dana untuk korban tsunami di Mentawai dan Gunung Merapi di tahun 2010.

Tak hanya menyumbangkan ke tanah air, Mutiara Wina ternyata juga memiliki kepedulian sosial yang besar kepada masyarakat di ibu kota Austria. Pada 2011, perkumpulan ini melakukan kegiatan sosial dengan memberikan makanan gratis untuk 150 tunawisma.

’’Waktu musim dingin tahun lalu, kami membuat masakan di sebuah gereja di distrik 15 untuk ratusan tunawisma di Wina. Makanan yang kami buat seperti spaghetti dan salat,’’ terang Dewi Figl yang telah 35 tahun lebih tinggal di Austria.
Sejak dua tahun terakhir, komunitas Mutiara Wina telah menjadi lebih besar dan sumbangan yang terkumpul pun mulai membesar. Bukan hanya dari para anggota, sumbangan juga datang dari Dharma Wanita di Wina, teman-teman Austria dan Belanda dan kerabat-kerabat pekerja dari PBB. (*)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/