31 C
Medan
Tuesday, July 2, 2024

PDIP Ajak PKS Oposisi

JAKARTA- Hubungan Partai Demokrat dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) semakin memanas. Namun, belum juga ada sikap yang tegas dari kedua kubu. Dalam posisi tak jelas ini, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) memberi pernytaan menarik. Mereka mengajak PKS untuk bergabung dengan mereka menjadi partai oposisi.

Hal ini diungkapkan Sekretaris Fraksi PDIP, Bambang Wuryanto. Menurutnya, PKS bisa beroposisi bila menilai kebijakan pemerintah sudah salah arahn
PDIP yang sejak awal menjadi oposisi dengan senang hati akan menerima PKS jika sikap itu benar-benar diambil.
“Sumonggo (silakan) saja,” kata Bambang di DPR, Jakarta, Jumat (14/6).

Beroposisi bukan kartu mati bagi partai politik. Bambang menyatakan PDIP telah membuktikan hal itu. Menurutnya, meskipun PDIP telah beroposisi selama dua periode pemerintahan, namun hal itu tidak menutup jalan PDIP bekerja kepada rakyat. “Oang mengatakan, kau nanti di luar pemerintahan mati kau bos, tetapi enggak juga, kita masih hidup bos,” ucap anggota Komisi VII DPR tersebut.

Meski berada di oposisi, Bambang menerangkan, PDI Perjuangan bersahabat dengan partai-partai lainnya termasuk PKS. “Semua kita anggap kawan, semua bagian dari anak bangsa. Demokrat, PKS smua bagian dari anak bangsa,” ucapnya.

PDIP menolak untuk ikut-ikutan menghujat PKS secara frontal, seperti yang dilakukan banyak pihak akhir-akhir ini. Terakhir, PKS dicap sebagai ‘muka badak’ oleh Ruhut Sitompul karena tak mau mencopot tiga menterinya dari kabinet.

“Kita punya hubungan baik-baik (dengan PKS). Tentu mereka punya pertimbangan sendiri, kami tidak bisa mengatur, mereka dipimpin dengan cara sendiri,” ujar Bambang.

PDIP juga menantikan konsistensi PKS yang bersikukuh menolak kenaikan BBM. Dibandingkan PDIP, PKS adalah partai koalisi, padahal PKS sudah nyata-nyata bertentangan dengan koalisi. “Kita lihat, konsistenkah sahabat kita PKS? Kita lihat saja,” katanya.
Bak gayung bersambut, Majelis Syuro PKS, Jazuli Juwaini mengatakan, partainya terbuka dengan siapapun termasuk PDI Perjuangan. “Harus terbuka dengan siapa-siapa saja,” kata dia.

Di sisi lain, hujatan yang dikeluarkan ‘pendekar-pendekar’ Demokrat pada PKS terus berlangsung. Hujatan khusus soal keberadaan tiga menetri dalam kabinet. Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, Ahmad Mubarok, bahkan mengatakan PKS tidak tahu malu. “Ya menterinya itu apa nggak malu, partainya seperti itu tapi masih duduk di kabinet,” kata Mubarok.

Demokrat Dituding Incar Kursi Menteri PKS

Wakil Ketua Fraksi Demokrat DPR Sutan Bhatoegana, menilai PKS hanya mau senangnya saja. “Jangan hanya basah-basi, basahnya mau, basinya nggak mau,” katanya, kemarin.

Menurut Sutan koalisi mengikat semua anggotanya untuk patuh keputusan pemerintah. Baik di DPR maupun di parlemen, tidak bisa dikotak-kotakkan. “Ada kebijakan pemerintah yang populer ada yang tak populer, ya harus tetap mendukung dong,” tegas Sutan.

Tak mau kalah, PKS pun melawan. PKS balik menuding Demokrat sengaja memecah belah dan mengusir PKS dari koalisi demi tambahan 3 kursi menteri di kabinet. “PD dorong-dorong PKS keluar supaya dapat kursi yang ditinggalkan PKS. Makanya mereka satu suara, supaya kursi eks PKS didapat,” kata anggota Majelis Syuro PKS, Idris Luthfi.

PKS melihat SBY tak akan sembarangan mengambil keputusan. Tapi PKS yang menolak kenaikan harga BBM sudah siap dengan berbagai konsekuensinya.
“Ada beberapa kemungkinan ke depan. Mungkin kita dikeluarkan penuh, mungkin hanya dikeluarkan satu atau dua menteri. Mungkin menteri dipertahankan tapi kita dikeluarkan dari koalisi,” ujar Luthfi memprediksi.

PKS pun siap-siap saja kalau kehilangan menteri di kabinet. Karena sesuai code of conduct, PKS yang menentang koalisi harus siap dengan risikonya. Dan, Informasi yang dihimpun koran ini, para petinggi Demokrat sudah memberikan masukan ke SBY agar segera mengambil tindakan, mendepak langsung PKS dari setgab partai pendukung koalisi, atau pemberian sanksi berupa pengurangan kursi menteri.

Wakil Ketua Umum Partai Demokrat, Jhony Allen Marbun, mengakui, para kader Demokrat sudah memberi masukan ke SBY, sebagai ketua setgab. Hanya saja, kata Jhony, masukan yang disampaikan ke SBY dalam bahasa yang normatif, yakni agar mengevaluasi posisi PKS sebagai partai pendukung pemerintah.

“Tapi keputusan sepenuhnya ada di tangan presiden. Karena sesungguhnya partai koalisi kompak, tapi hanya PKS yang tidak jelas. PKS kami nilai masuk koalisi karena kepentingan, bukan karena kesamaan platform,” ujar Jhony Allen kepada koran ini di Jakarta, kemarin (14/6).

Jadi, apakah Demokrat dan SBY menunggu PKS sukarela menarik menterinya dari kabinet? Jhony mengatakan, rasanya hal itu tak mungkin. “Kami sebenarnya menunggu sikap gantleman, tapi mana ada yang mau meninggalkan kursi yang empuk,” sindir JAM, panggilan akrabnya.

Sinyal lebih gamblang disampaikan Sutan Bathoegana. “Kalau tak keluar, ya menterinya dikurangi satu. Kan sebelumnya menteri dari PKS juga dikurangi satu, dari empat tinggal tiga. Sebagai partai pendukung koalisi, pengurangan jatah menteri merupakan sanksi berat,” kata Sutan kepada koran ini. Seperti diketahui, pada Oktober 2011, SBY memberhentikan menteri dari PKS, Suharna Surapranata dari jabatannya sebagai Menteri Riset dan Teknologi.

PKS Terlalu Sering Bermanuver

Nah, kemarin, Muhammad Idris Lutfi mengatakan partainya menunggu keputusan SBY mengenai nasib para menteri mereka di kabinet. Kalau ada menteri yang dicopot, dia menduga,  menteri yang akan dicopot adalah Menteri Pertanian Suswono. Apalagi namanya dikaitkan dalam kasus korupsi kuota impor daging sapi di kementerian yang dipimpinnya itu. “Kita lihat Pak SBY gimana, Pak SBY pandai kok,” tegasnya.

Sebelumnya, Sekretaris Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Teguh Juwarno menilai, jika SBY yang mencopot menteri PKS, hal itu akan membawa kesan bahwa mereka dizalimi. “Kalau dicopot tentu akan lebih dramatis dan kesannya dizalimi,” tegasnya.

Benarkah hal itu bisa terjadi? Direktur Indonesia Constitutional Watch Jakarta Razman Arif Nasution membantahnya. “Dengan menolak kenaikan harga BBM, PKS tidak akan terdongkrak karena urusan BBM hal yang berbeda dengan impor daging dengan sejumlah perempuan yang terkait, percuma itu mereka lakukan karena rakyat sudah terlanjur tidak yakin lagi,” ungkapnya, kemarin.

Menurut Caleg DPR RI Sumut 2 dari partai Gerindra itu, PKS sejak bergabung dalam koalisi pemerintahan SBY jilid 1 dan 2 sering sekali bermanuver sehingga terkesan seolah memihak rakyat. “Padahal secara mata telanjang PKS begitu berambisi menempatkan kadernya di kabinet, bahkan persoalan jumlah jatah menteri pun sempat mereka ributkan,” katanya.

“Lihat saja ketika SBY-Boediono akan deklarasi sebagai Capres dan Cawapres tahun 2009 lalu, PKS begitu kencang bermanuver sehingga SBY harus bertemu khusus dengan Petinggi PKS,” tambah Razman.

Lalu, bagaimana dengan kengototan PKS berada di koalisi? “Sungguh tidak patut PKS sebagai partai dakwah ‘mendua’ begini, karena sebagai partai yang mengusung ajaran Islam, harusnya mereka istiqomah menolak atau menerima dengan konsekwensi tetap di dalam Setgab (koalisi) atau keluar dan menarik para menterinya,” pungkasnya.(gil/sam/rm/jpnn)

JAKARTA- Hubungan Partai Demokrat dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) semakin memanas. Namun, belum juga ada sikap yang tegas dari kedua kubu. Dalam posisi tak jelas ini, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) memberi pernytaan menarik. Mereka mengajak PKS untuk bergabung dengan mereka menjadi partai oposisi.

Hal ini diungkapkan Sekretaris Fraksi PDIP, Bambang Wuryanto. Menurutnya, PKS bisa beroposisi bila menilai kebijakan pemerintah sudah salah arahn
PDIP yang sejak awal menjadi oposisi dengan senang hati akan menerima PKS jika sikap itu benar-benar diambil.
“Sumonggo (silakan) saja,” kata Bambang di DPR, Jakarta, Jumat (14/6).

Beroposisi bukan kartu mati bagi partai politik. Bambang menyatakan PDIP telah membuktikan hal itu. Menurutnya, meskipun PDIP telah beroposisi selama dua periode pemerintahan, namun hal itu tidak menutup jalan PDIP bekerja kepada rakyat. “Oang mengatakan, kau nanti di luar pemerintahan mati kau bos, tetapi enggak juga, kita masih hidup bos,” ucap anggota Komisi VII DPR tersebut.

Meski berada di oposisi, Bambang menerangkan, PDI Perjuangan bersahabat dengan partai-partai lainnya termasuk PKS. “Semua kita anggap kawan, semua bagian dari anak bangsa. Demokrat, PKS smua bagian dari anak bangsa,” ucapnya.

PDIP menolak untuk ikut-ikutan menghujat PKS secara frontal, seperti yang dilakukan banyak pihak akhir-akhir ini. Terakhir, PKS dicap sebagai ‘muka badak’ oleh Ruhut Sitompul karena tak mau mencopot tiga menterinya dari kabinet.

“Kita punya hubungan baik-baik (dengan PKS). Tentu mereka punya pertimbangan sendiri, kami tidak bisa mengatur, mereka dipimpin dengan cara sendiri,” ujar Bambang.

PDIP juga menantikan konsistensi PKS yang bersikukuh menolak kenaikan BBM. Dibandingkan PDIP, PKS adalah partai koalisi, padahal PKS sudah nyata-nyata bertentangan dengan koalisi. “Kita lihat, konsistenkah sahabat kita PKS? Kita lihat saja,” katanya.
Bak gayung bersambut, Majelis Syuro PKS, Jazuli Juwaini mengatakan, partainya terbuka dengan siapapun termasuk PDI Perjuangan. “Harus terbuka dengan siapa-siapa saja,” kata dia.

Di sisi lain, hujatan yang dikeluarkan ‘pendekar-pendekar’ Demokrat pada PKS terus berlangsung. Hujatan khusus soal keberadaan tiga menetri dalam kabinet. Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, Ahmad Mubarok, bahkan mengatakan PKS tidak tahu malu. “Ya menterinya itu apa nggak malu, partainya seperti itu tapi masih duduk di kabinet,” kata Mubarok.

Demokrat Dituding Incar Kursi Menteri PKS

Wakil Ketua Fraksi Demokrat DPR Sutan Bhatoegana, menilai PKS hanya mau senangnya saja. “Jangan hanya basah-basi, basahnya mau, basinya nggak mau,” katanya, kemarin.

Menurut Sutan koalisi mengikat semua anggotanya untuk patuh keputusan pemerintah. Baik di DPR maupun di parlemen, tidak bisa dikotak-kotakkan. “Ada kebijakan pemerintah yang populer ada yang tak populer, ya harus tetap mendukung dong,” tegas Sutan.

Tak mau kalah, PKS pun melawan. PKS balik menuding Demokrat sengaja memecah belah dan mengusir PKS dari koalisi demi tambahan 3 kursi menteri di kabinet. “PD dorong-dorong PKS keluar supaya dapat kursi yang ditinggalkan PKS. Makanya mereka satu suara, supaya kursi eks PKS didapat,” kata anggota Majelis Syuro PKS, Idris Luthfi.

PKS melihat SBY tak akan sembarangan mengambil keputusan. Tapi PKS yang menolak kenaikan harga BBM sudah siap dengan berbagai konsekuensinya.
“Ada beberapa kemungkinan ke depan. Mungkin kita dikeluarkan penuh, mungkin hanya dikeluarkan satu atau dua menteri. Mungkin menteri dipertahankan tapi kita dikeluarkan dari koalisi,” ujar Luthfi memprediksi.

PKS pun siap-siap saja kalau kehilangan menteri di kabinet. Karena sesuai code of conduct, PKS yang menentang koalisi harus siap dengan risikonya. Dan, Informasi yang dihimpun koran ini, para petinggi Demokrat sudah memberikan masukan ke SBY agar segera mengambil tindakan, mendepak langsung PKS dari setgab partai pendukung koalisi, atau pemberian sanksi berupa pengurangan kursi menteri.

Wakil Ketua Umum Partai Demokrat, Jhony Allen Marbun, mengakui, para kader Demokrat sudah memberi masukan ke SBY, sebagai ketua setgab. Hanya saja, kata Jhony, masukan yang disampaikan ke SBY dalam bahasa yang normatif, yakni agar mengevaluasi posisi PKS sebagai partai pendukung pemerintah.

“Tapi keputusan sepenuhnya ada di tangan presiden. Karena sesungguhnya partai koalisi kompak, tapi hanya PKS yang tidak jelas. PKS kami nilai masuk koalisi karena kepentingan, bukan karena kesamaan platform,” ujar Jhony Allen kepada koran ini di Jakarta, kemarin (14/6).

Jadi, apakah Demokrat dan SBY menunggu PKS sukarela menarik menterinya dari kabinet? Jhony mengatakan, rasanya hal itu tak mungkin. “Kami sebenarnya menunggu sikap gantleman, tapi mana ada yang mau meninggalkan kursi yang empuk,” sindir JAM, panggilan akrabnya.

Sinyal lebih gamblang disampaikan Sutan Bathoegana. “Kalau tak keluar, ya menterinya dikurangi satu. Kan sebelumnya menteri dari PKS juga dikurangi satu, dari empat tinggal tiga. Sebagai partai pendukung koalisi, pengurangan jatah menteri merupakan sanksi berat,” kata Sutan kepada koran ini. Seperti diketahui, pada Oktober 2011, SBY memberhentikan menteri dari PKS, Suharna Surapranata dari jabatannya sebagai Menteri Riset dan Teknologi.

PKS Terlalu Sering Bermanuver

Nah, kemarin, Muhammad Idris Lutfi mengatakan partainya menunggu keputusan SBY mengenai nasib para menteri mereka di kabinet. Kalau ada menteri yang dicopot, dia menduga,  menteri yang akan dicopot adalah Menteri Pertanian Suswono. Apalagi namanya dikaitkan dalam kasus korupsi kuota impor daging sapi di kementerian yang dipimpinnya itu. “Kita lihat Pak SBY gimana, Pak SBY pandai kok,” tegasnya.

Sebelumnya, Sekretaris Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Teguh Juwarno menilai, jika SBY yang mencopot menteri PKS, hal itu akan membawa kesan bahwa mereka dizalimi. “Kalau dicopot tentu akan lebih dramatis dan kesannya dizalimi,” tegasnya.

Benarkah hal itu bisa terjadi? Direktur Indonesia Constitutional Watch Jakarta Razman Arif Nasution membantahnya. “Dengan menolak kenaikan harga BBM, PKS tidak akan terdongkrak karena urusan BBM hal yang berbeda dengan impor daging dengan sejumlah perempuan yang terkait, percuma itu mereka lakukan karena rakyat sudah terlanjur tidak yakin lagi,” ungkapnya, kemarin.

Menurut Caleg DPR RI Sumut 2 dari partai Gerindra itu, PKS sejak bergabung dalam koalisi pemerintahan SBY jilid 1 dan 2 sering sekali bermanuver sehingga terkesan seolah memihak rakyat. “Padahal secara mata telanjang PKS begitu berambisi menempatkan kadernya di kabinet, bahkan persoalan jumlah jatah menteri pun sempat mereka ributkan,” katanya.

“Lihat saja ketika SBY-Boediono akan deklarasi sebagai Capres dan Cawapres tahun 2009 lalu, PKS begitu kencang bermanuver sehingga SBY harus bertemu khusus dengan Petinggi PKS,” tambah Razman.

Lalu, bagaimana dengan kengototan PKS berada di koalisi? “Sungguh tidak patut PKS sebagai partai dakwah ‘mendua’ begini, karena sebagai partai yang mengusung ajaran Islam, harusnya mereka istiqomah menolak atau menerima dengan konsekwensi tetap di dalam Setgab (koalisi) atau keluar dan menarik para menterinya,” pungkasnya.(gil/sam/rm/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/