JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Deadline pengiriman seluruh buku Kurikulum 2013 sejatinya jatuh hari ini (15/8). Tetapi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tidak bisa menjamin seluruh buku terdistribusikan hari ini. Kendala masih terjadi di titik penggandaan buku. Total buku kurikulum baru yang harus didistribuskan mencapai 240 jutaan eksemplar. Rinciannya untuk jenjang SD sebanyak 123 juta eksemplar, SMP (60 juta eksemplar) dan SMA serta SMK (57 juta eksemplar). Buku-buku itu didistribusikan ke 390 ribu unit sekolah.
Inspektur Jenderal (Irjen) Kemendikbud Haryono Umar menuturkan, pengadaan buku kurikulum baru itu sempat mengalami hambatan karena kepala sekolah atau dinas pendidikan tidak segera memesan ke penyedia atau percetakan. “Saat ini posisinya sudah pesan semua. Tetapi di percetakan, belum selesai dicetak semuanya,” kata Haryono di kantor Kemendikbud kemarin.
Kondisi yang terjadi di lapangan saat ini justru semakin pelik. Dia mengatakan ada sejumlah percetakan buku kurikulum baru yang dicoret oleh LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah). Alasannya percetakan itu mengaku rugi jika mencetak sekaligus mendistribusikan buku seusai dengan harga yang ditetapkan pemerintah.
“Saya tidak hafal persis jumlah percetakan yang sudah dicoret LKPP,” katanya. Sebab penandatangan kontrak penggandaan dan pendistribusian buku kurikulum baru ini dilakukan antara LKPP dengan percetakan. Sedangkan uangnya dibayarkan oleh sekolah selaku penerima dana bantuan operasional sekolah (BOS).
Haryono mengatakan percetakan ada yang mengeluh harga unit cost per eksemplar buku yang terlalu murah. Kenapa dulu kok itu tender? Haryono menduga saat tender dulu percetakan melihat angkanya secara gelondongan. Padahal pada kenyataannya, sekolah-sekolah tidak serentak dalam memesan dan membayar buku orderan tadi.
Sehingga bisa berpengaruh pada aliran keuangan di perusahaan percetakan itu. Memang tidak semua percetakan yang menangani penggandaan buku Kurikulum 2013 itu mengeluh harga bukunya terlalu rendah. Tetapi dengan adanya sejumlah percetakan yang “angkat tangan” tadi, bisa mengganggu sistem penggandaan dan pendistribusian buku.
Sebagai gambaran, buku tematik untuk jenjang SD dijual dalam rentang harga Rp 7.000-an hingga Rp 13.000-an per eksemplar. Dengan kualitas dan ketebalan yang sama, buku-buku sejenis yang dijual secara umum harganya berkisar Rp 50 ribu hingga Rp 75 ribu per eksemplar.
Sedangkan untuk buku-buku di jenjang SMP, paling mahal dijual dengan harga Rp 11.000-an per eksemplar. Harga tadi sudah termasuk ongkos kirim. Artinya harga itu sudah menjamin buku sampai di sekolah. (wan/jpnn)
JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Deadline pengiriman seluruh buku Kurikulum 2013 sejatinya jatuh hari ini (15/8). Tetapi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tidak bisa menjamin seluruh buku terdistribusikan hari ini. Kendala masih terjadi di titik penggandaan buku. Total buku kurikulum baru yang harus didistribuskan mencapai 240 jutaan eksemplar. Rinciannya untuk jenjang SD sebanyak 123 juta eksemplar, SMP (60 juta eksemplar) dan SMA serta SMK (57 juta eksemplar). Buku-buku itu didistribusikan ke 390 ribu unit sekolah.
Inspektur Jenderal (Irjen) Kemendikbud Haryono Umar menuturkan, pengadaan buku kurikulum baru itu sempat mengalami hambatan karena kepala sekolah atau dinas pendidikan tidak segera memesan ke penyedia atau percetakan. “Saat ini posisinya sudah pesan semua. Tetapi di percetakan, belum selesai dicetak semuanya,” kata Haryono di kantor Kemendikbud kemarin.
Kondisi yang terjadi di lapangan saat ini justru semakin pelik. Dia mengatakan ada sejumlah percetakan buku kurikulum baru yang dicoret oleh LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah). Alasannya percetakan itu mengaku rugi jika mencetak sekaligus mendistribusikan buku seusai dengan harga yang ditetapkan pemerintah.
“Saya tidak hafal persis jumlah percetakan yang sudah dicoret LKPP,” katanya. Sebab penandatangan kontrak penggandaan dan pendistribusian buku kurikulum baru ini dilakukan antara LKPP dengan percetakan. Sedangkan uangnya dibayarkan oleh sekolah selaku penerima dana bantuan operasional sekolah (BOS).
Haryono mengatakan percetakan ada yang mengeluh harga unit cost per eksemplar buku yang terlalu murah. Kenapa dulu kok itu tender? Haryono menduga saat tender dulu percetakan melihat angkanya secara gelondongan. Padahal pada kenyataannya, sekolah-sekolah tidak serentak dalam memesan dan membayar buku orderan tadi.
Sehingga bisa berpengaruh pada aliran keuangan di perusahaan percetakan itu. Memang tidak semua percetakan yang menangani penggandaan buku Kurikulum 2013 itu mengeluh harga bukunya terlalu rendah. Tetapi dengan adanya sejumlah percetakan yang “angkat tangan” tadi, bisa mengganggu sistem penggandaan dan pendistribusian buku.
Sebagai gambaran, buku tematik untuk jenjang SD dijual dalam rentang harga Rp 7.000-an hingga Rp 13.000-an per eksemplar. Dengan kualitas dan ketebalan yang sama, buku-buku sejenis yang dijual secara umum harganya berkisar Rp 50 ribu hingga Rp 75 ribu per eksemplar.
Sedangkan untuk buku-buku di jenjang SMP, paling mahal dijual dengan harga Rp 11.000-an per eksemplar. Harga tadi sudah termasuk ongkos kirim. Artinya harga itu sudah menjamin buku sampai di sekolah. (wan/jpnn)