28 C
Medan
Thursday, June 27, 2024

Prosedur Pembekuan Ormas Nakal Dipersingkat

JAKARTA- Rumitnya prosedur pembubaran organisasi masyarakat (ormas) nakal, baik yang punya hobi bertindak anarkis atau melakukan tindak pidana penipuan, menjadi bahan pelajaran penting bagi pemerintah dan DPR dalam membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang ormas.

Dalam RUU revisi Undang-Undang (UU) Nomor 8 tahun 1985, mekanisme pembekuan ormas nakal dipersingkat.  Proses pembekuan tak perlu harus menunggu putusan pengadilan.

“Jika rancangan aturan ini disahkan, ormas yang suka bikin kekerasan bisa langsung dibekukan sambil menunggu jalannya persidangan,” ujar Mendagri Gamawan Fauzi, usai membuka acara Forum Penguatan Penghayatan Ideologi Pancasila, di Hotel Aryaduta, Jakarta, Senin (14/11).

Dijelaskan Gamawan, berdasar aturan di UU Nomor 8 Tahun 1985, prosedur untuk menindak ormas nakal, terlalu birokratis dan berputar-putar.  Pemerintah diharuskan melewati sejumlah tahapan terlebih dahulu, sebelum menjatuhkan sanksi.

Tahapannya, kepala daerah menegur ormas yang melanggar aturan di daerah. Kemudian diberi peringatan lanjutan. Dan jika melanggar lagi, baru dibawa ke pengadilan. Dan jika ditemukan unsur pelanggaran, baru diajukan ke Mahkamah Agung (MA) untuk dibubarkan.

Mekanisme yang seperti ini, menurut Gamawan, benar-benar tidak efektif dan terlalu berbelit-belit. Sehingga tidak menguntungkan bagi ketentraman hidup masyarakat dan bangsa.

Ketentuan baru di RUU ormas yang baru ini, menurut Gamawan, sama sekali bukan bertujuan untuk mengekang kebebasan berserikat dan berkumpul sebagaimana diatur dalam UUD1945. Namun sebagai jawaban agar ormas ke depan tidak lagi disalahgunakan untuk kepentingan kelompok yang merugikan negara.

Juru Bicara Kemendagri Reydonnyzar Moenek menambahkan, ketentuan di UU Nomor 8 Tahun 1985 sudah tidak sesuai dengan kebutuhan dan dinamkia kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. “Sehingga perlu diganti, tapi peran pemerintah dalam hal ini lebih kapada fungsi dan pengaturan,” ujar Donny, panggilan akrabnya.
Donny juga mengatakan, seluruh ormas nantinya dilarang menggunakan seragam atau atribut yang mirip dengan seragam atau atribut aparat negara atau aparat hukum. “Ormas dilarang menggunakan atribut atau seragam yang sama atau menyerupai aparat negara atau aparat hukum,” terangnya. (sam)

JAKARTA- Rumitnya prosedur pembubaran organisasi masyarakat (ormas) nakal, baik yang punya hobi bertindak anarkis atau melakukan tindak pidana penipuan, menjadi bahan pelajaran penting bagi pemerintah dan DPR dalam membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang ormas.

Dalam RUU revisi Undang-Undang (UU) Nomor 8 tahun 1985, mekanisme pembekuan ormas nakal dipersingkat.  Proses pembekuan tak perlu harus menunggu putusan pengadilan.

“Jika rancangan aturan ini disahkan, ormas yang suka bikin kekerasan bisa langsung dibekukan sambil menunggu jalannya persidangan,” ujar Mendagri Gamawan Fauzi, usai membuka acara Forum Penguatan Penghayatan Ideologi Pancasila, di Hotel Aryaduta, Jakarta, Senin (14/11).

Dijelaskan Gamawan, berdasar aturan di UU Nomor 8 Tahun 1985, prosedur untuk menindak ormas nakal, terlalu birokratis dan berputar-putar.  Pemerintah diharuskan melewati sejumlah tahapan terlebih dahulu, sebelum menjatuhkan sanksi.

Tahapannya, kepala daerah menegur ormas yang melanggar aturan di daerah. Kemudian diberi peringatan lanjutan. Dan jika melanggar lagi, baru dibawa ke pengadilan. Dan jika ditemukan unsur pelanggaran, baru diajukan ke Mahkamah Agung (MA) untuk dibubarkan.

Mekanisme yang seperti ini, menurut Gamawan, benar-benar tidak efektif dan terlalu berbelit-belit. Sehingga tidak menguntungkan bagi ketentraman hidup masyarakat dan bangsa.

Ketentuan baru di RUU ormas yang baru ini, menurut Gamawan, sama sekali bukan bertujuan untuk mengekang kebebasan berserikat dan berkumpul sebagaimana diatur dalam UUD1945. Namun sebagai jawaban agar ormas ke depan tidak lagi disalahgunakan untuk kepentingan kelompok yang merugikan negara.

Juru Bicara Kemendagri Reydonnyzar Moenek menambahkan, ketentuan di UU Nomor 8 Tahun 1985 sudah tidak sesuai dengan kebutuhan dan dinamkia kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. “Sehingga perlu diganti, tapi peran pemerintah dalam hal ini lebih kapada fungsi dan pengaturan,” ujar Donny, panggilan akrabnya.
Donny juga mengatakan, seluruh ormas nantinya dilarang menggunakan seragam atau atribut yang mirip dengan seragam atau atribut aparat negara atau aparat hukum. “Ormas dilarang menggunakan atribut atau seragam yang sama atau menyerupai aparat negara atau aparat hukum,” terangnya. (sam)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/