SUMUTPOS.CO – Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri terus mandalami kasus dugaan tindak pidana penyelewengan dana di lembaga filantropis Aksi Cepat Tanggap (ACT). Presiden dan mantan Presiden ACT, Ibnu Hajar dan Ahyudin pun menjalani pemeriksaan secara maraton di Bareskrim sejak Senin (14/7) lalu.
KASUS ini awalnya mencuat karena majalah Tempo membuat laporan jurnalistik yang berjudul “Kantong Bocor Dana Umat”. Isinya mengungkap dugaan penyelewengan atau penilapan uang donasi oleh petinggi ACT. Selain itu, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi (PPATK) menemukan ada dugaan penyelewengan terkait dana dalam Yayasan ACT. Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan, penyelewengan dana itu diduga untuk kepentingan pribadi dan aktivitas terlarang.
Terkait dugaan penyelewengan dana itu, Bareskrim pun mulai melakukan pemeriksaan terhadap petinggi di ACT secara maraton. Penyidik juga menemukan sejumlah temuan terkait perkembangan kasus. Penanganan kasus tersebut dinaikkan ke tahap penyidikan pada Senin (14/7) lalu.
Untuk menuntaskan kasus ini, Dittipideksus Bareskrim membentuk tim khusus. Tim tersebut akan melibatkan lima sub-direktorat yang ada di Dittipideksus Bareskrim Polri. “Untuk menangani kasus ACT secara cepat, serius, dan profesional,” ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jakarta, pada 13 Juli 2022.
Dana CSR korban kecelakaan Lion Air
Polisi mengungkapkan penyidik menemukan adanya dugaan penyalahgunaan dana di lembaga filantropis ACT untuk korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 tahun 2018. Diduga, penyalahgunaan itu dilakukan oleh Mantan Presiden sekaligus Pendiri ACT Ahyudin dan Presiden ACT yang menjabat saat ini, Ibnu Khajar. Ia menyampaikan bahwa ACT pernah mendapat rekomendasi dari 68 ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air Boeing JT610 yang terjadi pada tanggal 18 Oktober 2018 untuk mengelola dana sosial atau CSR.
Namun, penyidik Bareskrim menduga pihak ACT tidak merealisasikannya. Diduga, sebagian dana sosial itu justru dipakai untuk pembayaran gaji pimpinan dan staf di ACT. “Sebagian dana sosial/CSR tersebut dimanfaatkan untuk pembayaran gaji ketua, pengurus, pembina, serta staff pada Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) dan juga digunakan untuk mendukung fasilitas serta kegiatan/kepentingan pribadi,” ucap Ramadhan pada Sabtu (9/7).
Potong Donasi 10-20 Persen
Tak hanya memotong sebagian donasi korban Lion Air, ACT juga diduga memotong 10 hingga 20 persen dana sosial atau CSR yang dikelolanya untuk menggaji karyawan. Menurut Ramadhan, donasi yang dikelola ACT di antaranya berasal dari masyarakat umum, perusahaan nasional dan internasional, institusi atau kelembagaan non-korporasi dalam negeri maupun internasional, serta komunitas atau anggota lembaga. “Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) juga mengelola beberapa dana sosial/CSR dari beberapa perusahaan serta donasi dari masyarakat,” ucap dia.
Ramadhan mengatakan, donasi CSR biasanya terkumpul sekitar Rp60 miliar setiap bulannya, namun dipotong sekitar Rp6 miliar– Rp12 miliar untuk keperluan pembayaran gaji pengurus, dan seluruh karyawan. Bahkan, pembina dan pengawas ACT juga mendapat dana operasional yang bersumber dari potongan donasi tersebut.
Perusahaan cangkang
Direktur Tipideksus Bareskrim Polri Brigjen Whisnu Hermawan Brigjen Whisnu Hermawan juga menyebutkan, pihaknya mendalami soal dugaan tindak pidana pencucian uang lembaga filantropis ACT lewat perusahaan cangkang. Adapun perusahaan cangkang adalah perusahaan yang dibentuk secara sengaja tanpa menjalankan operasi bisnis yang sebenarnya dan biasanya dipakai untuk menyembunyikan harta. “Adanya dugaan menggunakan perusahaan-perusahaan baru sebagai cangkang dari perusahaan ACT. Ini didalami,” kata Whisnu di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (14/7).
Whisnu menyatakan, pendalaman soal dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) itu didasari dari hasil temuan yang disampaikan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Kendati demikian ia masih belum mau mengungkapkan identitas dan jumlah dari perusahaan cangkang yang digunakan ACT. “Nanti kita ungkap bahwa ada namanya perusahaan-perusahaan yang menjadi cangkang dari perusahaan ACT,” ucap dia.
Periksa 12 Saksi
Sejak proses penyelidikan, secara total setidaknya sudah 12 saksi dalam kasus dugaan penyelewengan dana di lembaga filantropis ACT hingga Kamis (14/7). “Total sampai dengan saat ini sudah 12 saksi,” kata Kepala Sub-Direktorat (Kasubdit) IV Dittipideksus Bareskrim Polri Kombes Andri Sudarmaji saat dikonfirmasi, Kamis (14/7).
Adapun dari 12 saksi itu di antaranya ada mantan presiden ACT Ahyudin dan presiden ACT saat ini, Ibnu Khajar. Kedua petinggi di ACT itu diperiksa secara maraton. Pada Kamis (14/7) kemarin, penyidik juga memeriksa Ahyudin. Lalu, Manajer PT Lion Mentari Ganjar Rahayu.
Selain itu, ada juga Sekretaris ACT periode 2009-2019 yang saat ini menjabat sebagai ketua dewan pembina ACT, Novariadi Imam Akbari. Pemeriksaan untuk Ahyudin juga masih akan dilanjutkan pada Jumat (15/7).
Selain Ahyudin, penyidik juga akan kembali memeriksa Ibnu Khajar. “Saudara Ahyudin pukul 13.00 WIB. Saudara Ibnu Khajar pukul 14.00 WIB,” ucap Andri.
Ahyudin dan Ibnu Khajar Lelah
Akibat diperiksa secara maraton oleh penyidik, Ahyudin dan Ibnu pun mengaku Lelah. Pasalnya, mereka diperiksa secara terus-menerus sejak 15 Juli 2022. Mereka juga kerap diperiksa dalam waktu yang cukup lama. Setiap harinya, Ahyudin dan Ibnu kerap diperiksa lebih dari 8 jam.
Seperti pada Rabu (13/7) lalu sekitar pukul 23.14 WIB, Ibnu Khajar yang keluar dari Gedung Bareskrim Polri mengaku lelah. “Saya lelah. Belum tahu (besok diperiksa lagi atau tidak). Saya istirahat dulu ya, saya lelah ya. Maraton empat hari,” kata Ibnu sambil berlari kecil di Bareskrim Polri, Jakarta.
Di hari yang sama, Ahyudin yang terlebih dahulu yang keluar sebelum Ibnu juga menyatakan bahwa dirinya mengaku kelelahan. Menurut Ahyudin, pemeriksaan dilakukan secara maraton karena penyidik sedang mencari kebenaran dalam kasus di ACT. “Jadi mengapa panjang sedemikian rupa karena saya yakin ini proses mencari fakta ya kebenaran ya, jadi sangat detil sekali,” kata dia usai pemeriksaan di hari kelima atau pada 14 Juli 2022.
Dalam pemeriksaan Ahyudin mengaku ditanyakan seputar legalitas yayasan ACT, tanggung jawabnya di yayasan itu, serta soal dana sosial dari pihak Boeing yang dikelola ACT untuk korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 tahun 2018. Ahyudin juga sempat menyatakan siap untuk berkorban dan dikorbankan asal ACT dapat terus menjadi lembaga kemanusiaan yang eksis.
“Demi Allah ya, saya siap berkorban atau dikorbankan sekalipun asal semoga ACT sebagai lembaga kemanusiaan yang insya Allah lebih besar manfaatnya untuk masyarakat luas tetap bisa hadir, eksis, berkembang, dengan sebaik-baiknya,” kata Ahyudin usai pemeriksaan di lobi Bareskrim, Jakarta, pada 14 Juli 2022.(kps/adz)