26 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Aset Eks BP Migas Diaudit

JAKARTA-Setelah dibubarkan Mahkamah Agung, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan audit menyeluruh terhadap aset BP Migas (Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas). Selanjutnya, aset tersebut dikuasai sepenuhnya oleh negara.”Saya harus menerima keputusan ini meskipun seperti pil pahit. Sekarang saya ini sedang mempersiapkan file untuk audit untuk transisi dari BP Migas ke lembaga sementara dibawah Kementerian ESDM,” ujar mantan Kepala BP Migas, R Priyono saat dihubungi kemarin (15/11). Meski begitu ia masih menyayangkan keputusan MK yang terkesan buru-buru itu.

Pihaknya masih merasa didzalimi oleh putusan MK tersebut. “Bagi kami eks-BP Migas, masalah mendasarnya adalah kedzaliman MK, karena untuk suatu keputusan yang penting seperti itu MK tidak meminta dan menghadirkan BP Migas untuk memberikan penjelasan,” cetusnya.

Priyono menegaskan, MK secara tiba-tiba tanpa dikonfrontir, langsung memberikan sanksi tegas, dan BP Migas harus langsung menerima untuk dibubarkan. “Ya kami langsung divonis, tanpa pernah saya (Kepala Bp Migas saat itu) diminta hadir, untuk dikonfrontir atau memberi pejelasan kepada MK. Zaman transparan seperti ini kok masih ada seperti itu,” keluhnya.

Secara terpisah, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Laode Ida menyoroti kebijakan Presiden SBY pasca pembubaran BP Migas. Sebelumnya SBY menyatakan semua kontrak kerjasama (KKS) yang sudah ditanda tangani tetap berjalan sebagaimana mestinya. Menurut Laode, kebijakan ini perlu dicermati secara hati-hati, karna berpotensi melanggar substansi judicial review UU Migas dan sekaligus melanggar pasal 33 UUD 1945.

“Seharusnya seluruh KKS ditinjau kembali untuk menyesuaikannya dengan original intent atau hakekat maksud dari judicial review itu,” kata Laode yang aktif mengikuti proses persidangan di MK, itu.

Dia mengingatkan judicial review itu diajukan karena para pihak penggugat prihatin dengan adanya eksploitasi sumber daya alam (SDA) nasional, khususnya migas yang dilakukan berdasarkan KKS. Praktek ekploitasi tersebut hanya menguntungkan sekelompok pengusaha, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Adanya KKS yang eksploitatif itu menjadi inti gugatan ke MK.

“Artinya, Presiden SBY seharusnya terlebih dahulu berkonsultasi dengan pihak pemohon judicial review sehingga tidak kembali mengulang pelanggaran konstitusi,” tegas Laode.

Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin selaku pengaju judicial review juga merasa tidak puas dengan langkah Presiden SBY menerbitkan Perpres Nomor 95 Tahun 2012. Peraturan tentang pengalihan pelaksana tugas dan fungsi kegiatan usaha hulu minyak dan gas itu dianggap bertentangan dengan keputusan MK.

Bukan tanpa alasan Din menyebut hal itu. Menurutnya pembentukan unit kerja pelaksana kegiatan usaha hulu migas di Kementerian ESDM tetap tidak mewakili pemerintah dalam mengurus migas. Adanya unit itu membuat kontrak kerja sama antara asing tidak dengan pemerintah.

“Tidak G to B (Goverment to Bussiness) atau B to G (Bussiness to Goverment). Masih B to B (Bussiness to Bussiness) lantas dibawa ke Kementerian ESDM,” ujarnya di kantor PP Muhammadiyah, Jakarta Pusat kemarin.

Termasuk langkah presiden yang menarik eks BP Migas di bawah kordinasi Kementerian ESDM. Itulah kenapa, dia khawatir kalau lembaga yang kabarnya hanya bersifat sementara itu bakal permanen. Kalau sampai jadi permanen, menurut Din sama saja dengan mendirikan BP Migas lagi.
Direktur ReforMiner Institute Pri Agung Rahmanto mengatakan, sebaiknya pengambilalihan fungsi BP Migas oleh Kementerian ESDM dilakukan sementara. Karena jika permanen, maka tidak ada bedanya dengan BP Migas sebelumnya. “Jika fungsi BP Migas diambil alih Kementerian ESDM, maka itu sebaiknya hanya untuk sementara, di masa transisi saja,” katanya

Pri menambahkan, sistem di mana BP Migas dibubarkan sekarang ini menggunakan pola Government to Business dan itu akan tetap rawan dari sudut pandang konstitusi. Kedepan, lewat undang-undang migas yang baru, pemerintah perlu membentuk sebuah perusahaan hulu migas negara yang khusus menjalankan kegiatan usaha hulu migas. “Cikal bakalnya sekarang sebenarnya sudah ada, yaitu Pertamina Hulu Energi,” tutupnya. (wir/pri/dim/jpnn)

Pernyataan Sikap Atas Pembubaran BPMigas

  1. Karena sudah dibubarkan, pemerintah harus membayarkan seluruh hak pegawai BPMigas tanpa ada negosiasi. Jika ini tidak dilakukan, pemerintah dalam hal ini Menteri ESDM melakukan tindakan inkonstitusional karena melanggar Undang-undang Tenaga Kerja.
  2. Pegawai BPMigas adalah aset yang sangat berharga karena menjaga industri migas berjalan dengan baik. Pemerintah sebaiknya melakukan usaha ekstra agar pegawai BPMigas juga tetap mau  bekerja lagi dalam kondisi yang sangat baik.  Ini perlu dilakukan karena sepertiga kekuatan ekonomi Indonesia ditopang oleh migas.
  3. Jika BPMigas adalah inskonstitusional karena tidak sesuai dengan UUD 1945, pemerintah harus konsekuens bahwa produk hukum, kontrak yang terkait dengan BPMigas adalah inskonstitusional. Jika ada menteri yang mengatakan segala perjanjian atau kontrak tetap berlaku, dengan siapakah para pihak melakukan perjanjian, jika salah satu pihak adalah inskonstitusional. Dengan demikian, pertanyaannya adalah apakah itu berarti hanya lembaganya saja yang inkonstitusional dan bukan masalah perjanjian yang dilakukan, peraturan turunan yang dilakukan?
  4. Jika segala perjanjian ataupun kontrak tetap berlaku meski salah satu pihak inkostitusional, yang terjadi sebenarnya bukankah itu pembenaran atas apa yang diminta tetapi tindakan semena-mena atas lembaga negara yang namanya BPMigas.
  5. Yang lebih jauh adalah, jika BPMigas adalah inkonstitusional, maka pembuat UU pun inkonstitusional karena telah melanggar UUD 1945.
  6. UUD 1945 dibuat pada 18 Agustus 1945 dan bukan pada 1 November 2012 misalnya. Sehingga jika, BPMigas dibubarkan karena inskonstitusional pada 13 November 2012 maka segala peraturan turunan dan juga kontrak yang dibuat adalah batal demi hukum. Ini adalah konsekuensi logis dari sebuah keputusan hukum yang diambil.
  7.  Yang terjadi terkait dengan pembubaran BPMigas adalah soal bangsa & negara dan juga soal konflik yang panjang soal industri migas. Ini bukan soal nasionalisme. Jika soal nasionalisme memang harus dikedepankan kita harus benar-benar melakukan nasionalisme di semua bidang – misalnya soal industri air minum kemasan. Apakah dengan minum air kemasan yang hanya berharga Rp 3000 kita juga nasionalisme , yang sebenarnya kita tahu itu adalah dimiliki oleh perusahaan asing?
  8. Bukankah dalam UUD 1945 secara jelas dikatakan AIR adalah dimiliki oleh negara.

Terimakasih
AM  Putut Prabantoro
Mantan Penasehat Ahli Kepala BPMigas Bidang Komunikasi

JAKARTA-Setelah dibubarkan Mahkamah Agung, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan audit menyeluruh terhadap aset BP Migas (Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas). Selanjutnya, aset tersebut dikuasai sepenuhnya oleh negara.”Saya harus menerima keputusan ini meskipun seperti pil pahit. Sekarang saya ini sedang mempersiapkan file untuk audit untuk transisi dari BP Migas ke lembaga sementara dibawah Kementerian ESDM,” ujar mantan Kepala BP Migas, R Priyono saat dihubungi kemarin (15/11). Meski begitu ia masih menyayangkan keputusan MK yang terkesan buru-buru itu.

Pihaknya masih merasa didzalimi oleh putusan MK tersebut. “Bagi kami eks-BP Migas, masalah mendasarnya adalah kedzaliman MK, karena untuk suatu keputusan yang penting seperti itu MK tidak meminta dan menghadirkan BP Migas untuk memberikan penjelasan,” cetusnya.

Priyono menegaskan, MK secara tiba-tiba tanpa dikonfrontir, langsung memberikan sanksi tegas, dan BP Migas harus langsung menerima untuk dibubarkan. “Ya kami langsung divonis, tanpa pernah saya (Kepala Bp Migas saat itu) diminta hadir, untuk dikonfrontir atau memberi pejelasan kepada MK. Zaman transparan seperti ini kok masih ada seperti itu,” keluhnya.

Secara terpisah, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Laode Ida menyoroti kebijakan Presiden SBY pasca pembubaran BP Migas. Sebelumnya SBY menyatakan semua kontrak kerjasama (KKS) yang sudah ditanda tangani tetap berjalan sebagaimana mestinya. Menurut Laode, kebijakan ini perlu dicermati secara hati-hati, karna berpotensi melanggar substansi judicial review UU Migas dan sekaligus melanggar pasal 33 UUD 1945.

“Seharusnya seluruh KKS ditinjau kembali untuk menyesuaikannya dengan original intent atau hakekat maksud dari judicial review itu,” kata Laode yang aktif mengikuti proses persidangan di MK, itu.

Dia mengingatkan judicial review itu diajukan karena para pihak penggugat prihatin dengan adanya eksploitasi sumber daya alam (SDA) nasional, khususnya migas yang dilakukan berdasarkan KKS. Praktek ekploitasi tersebut hanya menguntungkan sekelompok pengusaha, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Adanya KKS yang eksploitatif itu menjadi inti gugatan ke MK.

“Artinya, Presiden SBY seharusnya terlebih dahulu berkonsultasi dengan pihak pemohon judicial review sehingga tidak kembali mengulang pelanggaran konstitusi,” tegas Laode.

Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin selaku pengaju judicial review juga merasa tidak puas dengan langkah Presiden SBY menerbitkan Perpres Nomor 95 Tahun 2012. Peraturan tentang pengalihan pelaksana tugas dan fungsi kegiatan usaha hulu minyak dan gas itu dianggap bertentangan dengan keputusan MK.

Bukan tanpa alasan Din menyebut hal itu. Menurutnya pembentukan unit kerja pelaksana kegiatan usaha hulu migas di Kementerian ESDM tetap tidak mewakili pemerintah dalam mengurus migas. Adanya unit itu membuat kontrak kerja sama antara asing tidak dengan pemerintah.

“Tidak G to B (Goverment to Bussiness) atau B to G (Bussiness to Goverment). Masih B to B (Bussiness to Bussiness) lantas dibawa ke Kementerian ESDM,” ujarnya di kantor PP Muhammadiyah, Jakarta Pusat kemarin.

Termasuk langkah presiden yang menarik eks BP Migas di bawah kordinasi Kementerian ESDM. Itulah kenapa, dia khawatir kalau lembaga yang kabarnya hanya bersifat sementara itu bakal permanen. Kalau sampai jadi permanen, menurut Din sama saja dengan mendirikan BP Migas lagi.
Direktur ReforMiner Institute Pri Agung Rahmanto mengatakan, sebaiknya pengambilalihan fungsi BP Migas oleh Kementerian ESDM dilakukan sementara. Karena jika permanen, maka tidak ada bedanya dengan BP Migas sebelumnya. “Jika fungsi BP Migas diambil alih Kementerian ESDM, maka itu sebaiknya hanya untuk sementara, di masa transisi saja,” katanya

Pri menambahkan, sistem di mana BP Migas dibubarkan sekarang ini menggunakan pola Government to Business dan itu akan tetap rawan dari sudut pandang konstitusi. Kedepan, lewat undang-undang migas yang baru, pemerintah perlu membentuk sebuah perusahaan hulu migas negara yang khusus menjalankan kegiatan usaha hulu migas. “Cikal bakalnya sekarang sebenarnya sudah ada, yaitu Pertamina Hulu Energi,” tutupnya. (wir/pri/dim/jpnn)

Pernyataan Sikap Atas Pembubaran BPMigas

  1. Karena sudah dibubarkan, pemerintah harus membayarkan seluruh hak pegawai BPMigas tanpa ada negosiasi. Jika ini tidak dilakukan, pemerintah dalam hal ini Menteri ESDM melakukan tindakan inkonstitusional karena melanggar Undang-undang Tenaga Kerja.
  2. Pegawai BPMigas adalah aset yang sangat berharga karena menjaga industri migas berjalan dengan baik. Pemerintah sebaiknya melakukan usaha ekstra agar pegawai BPMigas juga tetap mau  bekerja lagi dalam kondisi yang sangat baik.  Ini perlu dilakukan karena sepertiga kekuatan ekonomi Indonesia ditopang oleh migas.
  3. Jika BPMigas adalah inskonstitusional karena tidak sesuai dengan UUD 1945, pemerintah harus konsekuens bahwa produk hukum, kontrak yang terkait dengan BPMigas adalah inskonstitusional. Jika ada menteri yang mengatakan segala perjanjian atau kontrak tetap berlaku, dengan siapakah para pihak melakukan perjanjian, jika salah satu pihak adalah inskonstitusional. Dengan demikian, pertanyaannya adalah apakah itu berarti hanya lembaganya saja yang inkonstitusional dan bukan masalah perjanjian yang dilakukan, peraturan turunan yang dilakukan?
  4. Jika segala perjanjian ataupun kontrak tetap berlaku meski salah satu pihak inkostitusional, yang terjadi sebenarnya bukankah itu pembenaran atas apa yang diminta tetapi tindakan semena-mena atas lembaga negara yang namanya BPMigas.
  5. Yang lebih jauh adalah, jika BPMigas adalah inkonstitusional, maka pembuat UU pun inkonstitusional karena telah melanggar UUD 1945.
  6. UUD 1945 dibuat pada 18 Agustus 1945 dan bukan pada 1 November 2012 misalnya. Sehingga jika, BPMigas dibubarkan karena inskonstitusional pada 13 November 2012 maka segala peraturan turunan dan juga kontrak yang dibuat adalah batal demi hukum. Ini adalah konsekuensi logis dari sebuah keputusan hukum yang diambil.
  7.  Yang terjadi terkait dengan pembubaran BPMigas adalah soal bangsa & negara dan juga soal konflik yang panjang soal industri migas. Ini bukan soal nasionalisme. Jika soal nasionalisme memang harus dikedepankan kita harus benar-benar melakukan nasionalisme di semua bidang – misalnya soal industri air minum kemasan. Apakah dengan minum air kemasan yang hanya berharga Rp 3000 kita juga nasionalisme , yang sebenarnya kita tahu itu adalah dimiliki oleh perusahaan asing?
  8. Bukankah dalam UUD 1945 secara jelas dikatakan AIR adalah dimiliki oleh negara.

Terimakasih
AM  Putut Prabantoro
Mantan Penasehat Ahli Kepala BPMigas Bidang Komunikasi

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/