25 C
Medan
Saturday, July 6, 2024

Din: Rhoma Berhak Maju Capres

Hanya Disukai Fans Dangdut, Elektabilitas Masih Rendah

JAKARTA – Niat Raja Dangdut Rhoma Irama maju menjadi bakal capres terus menuai pro-kontra. Ada yang merespons positif, tetapi tidak sedikit yang memberikan cibiran.

Bagi Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, keputusan Rhoma maju pada Pilpres 2014 merupakan hak warga negara, dalam hal ini berhak memilih dan dipilih dalam proses demokrasi.

“Itu hak semua orang, termasuk Rhoma. Selain popularitas Rhoma, dilihat juga elektabilitas. Apalagi, konstitusi kita pencalonan itu ada di parpol maupun gabungan parpol,” kata Din Syamsuddin di sela-sela persiapan pelaksanaan Milad Ke-100 Muhammadiyah di Jakarta kemarin (15/11).
Terlepas dari semua itu, kata Din, dia mengenal Rhoma sejak dulu. Bahkan, dia mengaku bahwa komunikasinya dengan Rhoma selama ini cukup baik. “Dari dulu Rhoma itu kawan baik saya,” ujar Din.

Sementara itu, CEO Saiful Mujani Research & Consulting Grace Natalie mengakui pesona Rhoma memang tinggi. Namun, masanya Rhoma sudah lewat. Dia sangat dikagumi pada era 80-an hingga 2000. Untuk anak-anak muda sekarang tidak banyak yang mengenalnya. “Padahal, pada pemilu nanti, yang banyak adalah pemilih pemula,” kata Grace Kamis (15/11).

Mantan presenter televisi berita itu ragu popularitas Rhoma dapat menembus 50 persen. Masalahnya itu tadi, masa Rhoma sudah terlewat dan dia juga terkenal dan dikagumi hanya di segmen penyuka dangdut. Untuk menjadi capres, tambahnya, wajib memiliki modal polularitas di atas 50 persen. Jika masih di bawah, sangat berat. “Kalau tidak dikenal, bagaimana dipilih. Dikenal saja belum tentu dipilih,” ujar Grace.

Pada bagian lain, peneliti senior Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Toto Izul Fatah tidak menafikan popularitas Rhoma yang punya begitu banyak fans. Tapi, untuk jadi capres, popularitas saja tidak cukup. Calon harus punya elektabilitas alias keterpilihan dan akseptabilitas alias tingkat penerimaan masyarakat. “Tanpa survei pun, popularitas Bang Haji sudah sangat tinggi. Tapi, untuk elektabilitas dan akseptabilitas belum terlihat,” kata Toto kepada  Rakyat Merdeka Online (Jawa Pos Group) kemarin.

Selama ini, kata Toto, nama Rhoma belum pernah muncul dalam survei. Padahal, hanya dengan survei bisa dilihat seberapa besar potensi seseorang bisa terpilih. Dalam survei ke depan, kata dia, LSI mempertimbangkan akan memasukkan nama Rhoma. “Namun saya tidak yakin elektabilitasnya akan tinggi,” ujarnya.

Hal itu karena Rhoma lahir dari komunitas yang segmented. Rhoma populer karena dangdut. Dia juga sangat kental dengan nuansa agama. “Rhoma terlalu kenal hijaunya, padahal belum ada pemimpin republik ini yang nuansa hijaunya begitu tinggi,” tandasnya. (dem/jpnn/c2/agm)

Hanya Disukai Fans Dangdut, Elektabilitas Masih Rendah

JAKARTA – Niat Raja Dangdut Rhoma Irama maju menjadi bakal capres terus menuai pro-kontra. Ada yang merespons positif, tetapi tidak sedikit yang memberikan cibiran.

Bagi Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, keputusan Rhoma maju pada Pilpres 2014 merupakan hak warga negara, dalam hal ini berhak memilih dan dipilih dalam proses demokrasi.

“Itu hak semua orang, termasuk Rhoma. Selain popularitas Rhoma, dilihat juga elektabilitas. Apalagi, konstitusi kita pencalonan itu ada di parpol maupun gabungan parpol,” kata Din Syamsuddin di sela-sela persiapan pelaksanaan Milad Ke-100 Muhammadiyah di Jakarta kemarin (15/11).
Terlepas dari semua itu, kata Din, dia mengenal Rhoma sejak dulu. Bahkan, dia mengaku bahwa komunikasinya dengan Rhoma selama ini cukup baik. “Dari dulu Rhoma itu kawan baik saya,” ujar Din.

Sementara itu, CEO Saiful Mujani Research & Consulting Grace Natalie mengakui pesona Rhoma memang tinggi. Namun, masanya Rhoma sudah lewat. Dia sangat dikagumi pada era 80-an hingga 2000. Untuk anak-anak muda sekarang tidak banyak yang mengenalnya. “Padahal, pada pemilu nanti, yang banyak adalah pemilih pemula,” kata Grace Kamis (15/11).

Mantan presenter televisi berita itu ragu popularitas Rhoma dapat menembus 50 persen. Masalahnya itu tadi, masa Rhoma sudah terlewat dan dia juga terkenal dan dikagumi hanya di segmen penyuka dangdut. Untuk menjadi capres, tambahnya, wajib memiliki modal polularitas di atas 50 persen. Jika masih di bawah, sangat berat. “Kalau tidak dikenal, bagaimana dipilih. Dikenal saja belum tentu dipilih,” ujar Grace.

Pada bagian lain, peneliti senior Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Toto Izul Fatah tidak menafikan popularitas Rhoma yang punya begitu banyak fans. Tapi, untuk jadi capres, popularitas saja tidak cukup. Calon harus punya elektabilitas alias keterpilihan dan akseptabilitas alias tingkat penerimaan masyarakat. “Tanpa survei pun, popularitas Bang Haji sudah sangat tinggi. Tapi, untuk elektabilitas dan akseptabilitas belum terlihat,” kata Toto kepada  Rakyat Merdeka Online (Jawa Pos Group) kemarin.

Selama ini, kata Toto, nama Rhoma belum pernah muncul dalam survei. Padahal, hanya dengan survei bisa dilihat seberapa besar potensi seseorang bisa terpilih. Dalam survei ke depan, kata dia, LSI mempertimbangkan akan memasukkan nama Rhoma. “Namun saya tidak yakin elektabilitasnya akan tinggi,” ujarnya.

Hal itu karena Rhoma lahir dari komunitas yang segmented. Rhoma populer karena dangdut. Dia juga sangat kental dengan nuansa agama. “Rhoma terlalu kenal hijaunya, padahal belum ada pemimpin republik ini yang nuansa hijaunya begitu tinggi,” tandasnya. (dem/jpnn/c2/agm)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/