SLEMAN, SUMUTPOS.CO – Nama Bripda Muhammad Taufiq Hidayat mendadak tenar. Bukan karena prestasi, melainkan kegigihan anggota Satuan Sabhara Polda Daerah Istimewa Jogjakarta (DIJ) itu bergelut dengan keterbatasan ekonomi. Perjuangannya untuk menjadi seorang polisi juga patut diacungi jempol. Meskipun harus tinggal di bekas kandang sapi. Dan jalan kaki menempuh jarak lebih dari 7 kilometer ke Mapolda DIJ.
Konon, kabar tersebut sampai ke telinga Gubernur DIK Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Bahkan, Ahok berencana memberikan sepeda motor bagi Taufiq sebagai ungkapan rasa empati.
Pemkab Sleman tidak mau ketinggalan. Bupati Sleman Sri Purnomo menawarkan sebuah rumah susun sederhana sewa (rusunawa) yang berlokasi di Dusun Jongke. Tak jauh dari tempat tinggal Taufiq bersama bapak dan dua adiknya di Jongke Tengah RT 04 RW 23, Sendangadi, Mlati. Hari ini, Sri Purnomo berencana menengok keberadaan keluarga miskin itu. “Nanti diupayakan bisa free menempati rusunawa,” ujarnya kemarin (16/1).
Sri Purnomo mengaku sangat prihatin dengan kondisi keluarga Taufiq. Hanya saja, kabar tentang alumnus SMKN 1 Seyegan 2013 itu belum lama sampai ke kantor Pemkab Sleman. “Saya tahu justru dari kabar media massa,” ungkap Sri Purnomo.
Bupati menegaskan, jika Triyanto, ayah Taufiq, tercatat sebagai warga miskin, pasti dijamin oleh pemerintah. Maksudnya, mereka punya hak memperoleh jaminan kesehatan atau social (Jamkesos atau Jamkesda). Tak terkecuali bagi Taufiq saat menempuh pendidikan SMK. Pemkab Sleman menyediakan dana biaya pendidikan bagi siswa SMA/SMK dari keluarga miskin sebesar Rp 2,8 juta per tahun. “Yang jelas, itu pasti kami tindaklanjuti,” tandasnya.
Terpisah, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan (PUP) Nurbandi menyatakan, untuk menjadi penghuni rusunawa, keluarga Taufiq tetap harus menjalani verifikasi sesuai yang disyaratkan pemerintah. Meskipun mereka mendapat jaminan dari bupati. Sebab, Rusunawa hanya diperbolehkan bagi pasangan suami isteri yang pendapatan per bulannya kurang dari Rp 3 juta. “Itu masih memungkinkan. Nanti bisa mendaftar ikut atas nama orang tuanya,” jelas Nurbandi.
Seperti diberitakan, Bripda Taufiq tak pernah merasa minder saat mendaftar sebagai calon bintara polisi. Hingga menjalani pendidikan di Sekolah Polisi Negara di Selopamioro pada akhir tahun 2014. “Saya hanya ingin menjadi contoh yang baik bagi adik-adik,” ujarnya.
Keberadaan kehidupan Taufiq terungkap saat hari pertama apel di mapolda. Taufiq yang seharusnya hadir pukul 06.30 baru sampai di mapolda pukul 08.00. Dia pun mendapat sanksi.
Taufiq lantas mengaku kepada seniornya bahwa keterlambatannya disebabkan dia harus jalan kaki dari rumah. Berangkat usai Subuh pun, Taufiq tak bisa tepat waktu karena jauhnya jarak. Meskipun di sepanjang perjalanan sesekali Taufiq harus berlari.(jpnn/yog/din)