26.7 C
Medan
Wednesday, May 22, 2024

Kuat dan Ricky Dituntut Delapan Tahun Penjara, Jaksa Sebut Putri dan Yosua Selingkuh

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Terdakwa perkara pembunuhan berencana Brigadir Polisi Yosua Hutabarat, Kuat Ma’ruf dan Ricky Rizal menjalani sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), kemarin (16/1). Oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) anak buah Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi itu dituntut dengan hukuman delapan tahun penjara. JPU menyatakan, mereka terlibat dalam peristiwa penembakan yang menyebabkan Yosua kehilangan nyawa.

Di ruang sidang utama PN Jaksel, JPU yang dipimpin Rudy Irmawan, membacakan tuntutan tersebut di hadapan majelis hakim Mereka meminta majelis hakim memvonis Kuat bersalah lantaran turut serta merampas nyawa Yosua. “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Kuat Ma’ruf dengan pidana penjara selama delapan tahun dikurangi masa penangkapan dan menjalani masa penahanan,” ungkap jaksa.

Di hari yang sama, JPU juga meminta majelis hakim menyatakan Ricky bersalah karena terlibat dalam pembunuhan berencana di rumah dinas kepala Divisi Propam Polri, Komplek Polri Duren Tiga. “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Ricky Rizal Wibowo dengan pidana penjara selama delapan tahun dikurangi masa penangkapan dan menjalani masa tahanan sementara,” beber jaksa. JPU menilai Kuat dan Ricky telah melanggar aturan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Terdakwa kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yousa Hutabarat atau Brigadir J, Ricky Rizal bersiap mengikuti sidang lanjutan dengan agenda pembacaan tuntutan di Pengadian Negeri Jakarta Selatan, Senin (16/1/2023). Jaksa Penuntut Umum menuntut Ricky Rizal dengan hukuman delapan tahun penjara.   FOTO:MIFTAHUL HAYAT/JAWA POS

Yakni pasal 340 KUHP juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Menurut JPU, Kuat dan Ricky telah terbukti secara sah dan meyakinkan memenuhi rumusan perbuatan pidana sebagaimana tertuang dalam dakwaan. Para jaksa yakin mereka turut serta merampas nyawa orang lain yang direncanakan terlebih dahulu. Baik Kuat maupun Ricky sama-sama mendapat tiga poin yang meringankan dan tiga poin yang memberatkan.

Di antara poin yang memberatkan, Kuat dinilai berbelit-belit selama persidangan. Selain itu, dia tidak mengakui dan tidak menyesali perbuatannya. Sementara Ricky yang kala penembakan terjadi masih berdinas sebagai polisi dianggap tidak patut turut serta dalam peristiwa pelanggaran tindak pidana. “Perbuatan terdakwa (Ricky) tidak sepantasnya dilakukan dalam kedudukannya sebagai aparat penegak hukum,” ungkap jaksa.

Sepanjang persidangan kemarin, Kuat dan Ricky mendengarkan para jaksa membacakan tuntutan secara bergantian. Dalam sidang berikutnya, mereka berdua diberi kesempatan untuk membacakan pledoi atau nota pembelaan. Majelis hakim PN Jaksel memberi waktu selama satu pekan kepada Kuat dan Ricky untuk menyiapkan pledoi masing-masing. Selasa pekan depan (24/1) mereka dijadwalkan membacakan nota pembelaan tersebut.

Dalam tuntutan untuk Kuat yang dibacakan oleh JPU, terdapat penjelasan berkenaan dengan hubungan spesial antara Putri dan Yosua. Secara jelas jaksa menyebut Putri dan Yosua selingkuh. “Dapat disimpulkan tidak terjadi pelecehan pada 7 Juli 2022 di Magelang, melainkan perselingkuhan antara saksi Putri Candrawathi dan korban Yosua Hutabarat,” kata jaksa. Kesimpulan itu diperoleh berdasar keterangan para saksi dalam persidangan.

Jaksa menyebutkan bahwa dugaan kekerasan seksual bertentangan dengan keterangan ahli poligraf yang menyatakan Putri terindikasi berbohong menjawab pertanyaan “apakah anda selingkuh dengan Yosua di Magelang?”. Selain itu, jaksa membeber inisiatif Putri berbicara empat mata dengan Yosua pasca dugaan kekerasan seksual terjadi. Tidak sampai di situ, perkataan Kuat yang menyebut ada duri dalam rumah tangga Putri dan Sambo juga melandasi kesimpulan tersebut.

Sementara, pakar psikologi forensik menyebut, JPU melakukan hal yang unik. Yakni menyanggah keterangan ahli (Apsifor) yang didatangkannya sendiri. “Kita tunggu putusan hakim. Apakah hakim akan menilai telah terjadi perselingkuhan (simpulan JPU) ataukah pemerkosaan (Apsifor),” kata pakar psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel.

Namun, masih adakah kemungkinan ketiga dalam relasi antara Putri dan almarhum Yosua? Mengingat Yosua sudah memiliki calon istri. Menurut dia, jika kembali diterapkan teori relasi kuasa, seberapa jauh kemungkinan bahwa apa yang JPU sebut sebagai perselingkuhan itu sesungguhnya adalah pemaksaan seksual terhadap Yosua. “Inilah yang sejak awal saya katakan, sekiranya narasi tentang kekerasan seksual harus, sekali lagi harus ada dalam kasus ini, siapa yang berkuasa atas siapa? Memahami posisi Yosua sebagai ajudan berpangkat rendah, bukankah Yosua jauh lebih potensial menjadi korban dalam kekerasan seksual tersebut?” papar Reza.

Dia mengingatkan, kekerasan seksual misalnya berupa pemerkosaan dan eksploitasi seksual bukan merupakan delik aduan. Alhasil, polisi sepatutnya langsung melakukan investigasi terhadap kemungkinan Yosua sudah menjadi korban kekerasan seksual.

Reza juga menyebut, sebagai orang yang mengaku baru saja diperkosa, sejenak kemudian PC justru sanggup berpikir tentang mitigasi. Yakni mengambil langkah agar kerusakan tidak semakin parah. Langkah mitigasi yang PC ambil adalah meminta Y mengundurkan diri dan mencoba menenangkan KM. “Begitu salah satu hal yang terungkap di persidangan 11 Januari. Ini Dahsyat!” ucap Reza.

“Rasional sekaligus tangguh sekali PC ini. Namun di situ letak kejanggalannya,” tambah dia.

Menurut dia, ahli Apsifor yang memeriksa PC menyebut adanya freeze alias tonic immobility saat menjelaskan respons yang berlangsung saat PC mengalami pemerkosaan. Dari sisi fisiologis, freeze bermakna sebagai lumpuhnya prefrontal cortex yakni bagian otak yang berperan dalam proses berpikir. Ketika bagian otak itu lumpuh, korban pemerkosaan tidak mampu berpikir. “Jangankan menggerakkan tubuh untuk melawan atau pun melarikan diri, berpikir pun otak tak sanggup,” ujar Reza.

Dia menjelaskan, misalkan PC adalah korban pemerkosaan yang mampu pulih segera. Ibarat komputer, setelah lumpuh, network di otak PC terutama di bagian prefrontal cortex, bisa melakukan reset dengan kecepatan sangat tinggi. “Pertanyaannya, berapa lama waktu yang dibutuhkan korban sejak berlangsungnya serangan seksual hingga benar-benar berakhirnya tonic immobility? Jawabannya, mengacu riset terhadap 298 korban pemerkosaan, adalah 2 hingga 37 hari. Berarti rata-rata korban butuh waktu 19,1 hari sejak diperkosa sampai freeze-nya berhenti tuntas,” terang Reza.

Nah, PC sendiri butuh berapa lama sampai bisa memulihkan kemampuan berpikirnya? Tampaknya, lanjut Reza, hanya dalam hitungan menit, PC sudah mampu memikirkan langkah mitigasi pasca pemerkosaan. “Apakah ini realistis? Jadi, benarkah PC mengalami freeze alias tonic immobility saat dan pasca diperkosa? Lebih mendasar lagi, benarkah PC diperkosa?” tutur Reza. (syn/jpg/jpc)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Terdakwa perkara pembunuhan berencana Brigadir Polisi Yosua Hutabarat, Kuat Ma’ruf dan Ricky Rizal menjalani sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), kemarin (16/1). Oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) anak buah Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi itu dituntut dengan hukuman delapan tahun penjara. JPU menyatakan, mereka terlibat dalam peristiwa penembakan yang menyebabkan Yosua kehilangan nyawa.

Di ruang sidang utama PN Jaksel, JPU yang dipimpin Rudy Irmawan, membacakan tuntutan tersebut di hadapan majelis hakim Mereka meminta majelis hakim memvonis Kuat bersalah lantaran turut serta merampas nyawa Yosua. “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Kuat Ma’ruf dengan pidana penjara selama delapan tahun dikurangi masa penangkapan dan menjalani masa penahanan,” ungkap jaksa.

Di hari yang sama, JPU juga meminta majelis hakim menyatakan Ricky bersalah karena terlibat dalam pembunuhan berencana di rumah dinas kepala Divisi Propam Polri, Komplek Polri Duren Tiga. “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Ricky Rizal Wibowo dengan pidana penjara selama delapan tahun dikurangi masa penangkapan dan menjalani masa tahanan sementara,” beber jaksa. JPU menilai Kuat dan Ricky telah melanggar aturan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Terdakwa kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yousa Hutabarat atau Brigadir J, Ricky Rizal bersiap mengikuti sidang lanjutan dengan agenda pembacaan tuntutan di Pengadian Negeri Jakarta Selatan, Senin (16/1/2023). Jaksa Penuntut Umum menuntut Ricky Rizal dengan hukuman delapan tahun penjara.   FOTO:MIFTAHUL HAYAT/JAWA POS

Yakni pasal 340 KUHP juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Menurut JPU, Kuat dan Ricky telah terbukti secara sah dan meyakinkan memenuhi rumusan perbuatan pidana sebagaimana tertuang dalam dakwaan. Para jaksa yakin mereka turut serta merampas nyawa orang lain yang direncanakan terlebih dahulu. Baik Kuat maupun Ricky sama-sama mendapat tiga poin yang meringankan dan tiga poin yang memberatkan.

Di antara poin yang memberatkan, Kuat dinilai berbelit-belit selama persidangan. Selain itu, dia tidak mengakui dan tidak menyesali perbuatannya. Sementara Ricky yang kala penembakan terjadi masih berdinas sebagai polisi dianggap tidak patut turut serta dalam peristiwa pelanggaran tindak pidana. “Perbuatan terdakwa (Ricky) tidak sepantasnya dilakukan dalam kedudukannya sebagai aparat penegak hukum,” ungkap jaksa.

Sepanjang persidangan kemarin, Kuat dan Ricky mendengarkan para jaksa membacakan tuntutan secara bergantian. Dalam sidang berikutnya, mereka berdua diberi kesempatan untuk membacakan pledoi atau nota pembelaan. Majelis hakim PN Jaksel memberi waktu selama satu pekan kepada Kuat dan Ricky untuk menyiapkan pledoi masing-masing. Selasa pekan depan (24/1) mereka dijadwalkan membacakan nota pembelaan tersebut.

Dalam tuntutan untuk Kuat yang dibacakan oleh JPU, terdapat penjelasan berkenaan dengan hubungan spesial antara Putri dan Yosua. Secara jelas jaksa menyebut Putri dan Yosua selingkuh. “Dapat disimpulkan tidak terjadi pelecehan pada 7 Juli 2022 di Magelang, melainkan perselingkuhan antara saksi Putri Candrawathi dan korban Yosua Hutabarat,” kata jaksa. Kesimpulan itu diperoleh berdasar keterangan para saksi dalam persidangan.

Jaksa menyebutkan bahwa dugaan kekerasan seksual bertentangan dengan keterangan ahli poligraf yang menyatakan Putri terindikasi berbohong menjawab pertanyaan “apakah anda selingkuh dengan Yosua di Magelang?”. Selain itu, jaksa membeber inisiatif Putri berbicara empat mata dengan Yosua pasca dugaan kekerasan seksual terjadi. Tidak sampai di situ, perkataan Kuat yang menyebut ada duri dalam rumah tangga Putri dan Sambo juga melandasi kesimpulan tersebut.

Sementara, pakar psikologi forensik menyebut, JPU melakukan hal yang unik. Yakni menyanggah keterangan ahli (Apsifor) yang didatangkannya sendiri. “Kita tunggu putusan hakim. Apakah hakim akan menilai telah terjadi perselingkuhan (simpulan JPU) ataukah pemerkosaan (Apsifor),” kata pakar psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel.

Namun, masih adakah kemungkinan ketiga dalam relasi antara Putri dan almarhum Yosua? Mengingat Yosua sudah memiliki calon istri. Menurut dia, jika kembali diterapkan teori relasi kuasa, seberapa jauh kemungkinan bahwa apa yang JPU sebut sebagai perselingkuhan itu sesungguhnya adalah pemaksaan seksual terhadap Yosua. “Inilah yang sejak awal saya katakan, sekiranya narasi tentang kekerasan seksual harus, sekali lagi harus ada dalam kasus ini, siapa yang berkuasa atas siapa? Memahami posisi Yosua sebagai ajudan berpangkat rendah, bukankah Yosua jauh lebih potensial menjadi korban dalam kekerasan seksual tersebut?” papar Reza.

Dia mengingatkan, kekerasan seksual misalnya berupa pemerkosaan dan eksploitasi seksual bukan merupakan delik aduan. Alhasil, polisi sepatutnya langsung melakukan investigasi terhadap kemungkinan Yosua sudah menjadi korban kekerasan seksual.

Reza juga menyebut, sebagai orang yang mengaku baru saja diperkosa, sejenak kemudian PC justru sanggup berpikir tentang mitigasi. Yakni mengambil langkah agar kerusakan tidak semakin parah. Langkah mitigasi yang PC ambil adalah meminta Y mengundurkan diri dan mencoba menenangkan KM. “Begitu salah satu hal yang terungkap di persidangan 11 Januari. Ini Dahsyat!” ucap Reza.

“Rasional sekaligus tangguh sekali PC ini. Namun di situ letak kejanggalannya,” tambah dia.

Menurut dia, ahli Apsifor yang memeriksa PC menyebut adanya freeze alias tonic immobility saat menjelaskan respons yang berlangsung saat PC mengalami pemerkosaan. Dari sisi fisiologis, freeze bermakna sebagai lumpuhnya prefrontal cortex yakni bagian otak yang berperan dalam proses berpikir. Ketika bagian otak itu lumpuh, korban pemerkosaan tidak mampu berpikir. “Jangankan menggerakkan tubuh untuk melawan atau pun melarikan diri, berpikir pun otak tak sanggup,” ujar Reza.

Dia menjelaskan, misalkan PC adalah korban pemerkosaan yang mampu pulih segera. Ibarat komputer, setelah lumpuh, network di otak PC terutama di bagian prefrontal cortex, bisa melakukan reset dengan kecepatan sangat tinggi. “Pertanyaannya, berapa lama waktu yang dibutuhkan korban sejak berlangsungnya serangan seksual hingga benar-benar berakhirnya tonic immobility? Jawabannya, mengacu riset terhadap 298 korban pemerkosaan, adalah 2 hingga 37 hari. Berarti rata-rata korban butuh waktu 19,1 hari sejak diperkosa sampai freeze-nya berhenti tuntas,” terang Reza.

Nah, PC sendiri butuh berapa lama sampai bisa memulihkan kemampuan berpikirnya? Tampaknya, lanjut Reza, hanya dalam hitungan menit, PC sudah mampu memikirkan langkah mitigasi pasca pemerkosaan. “Apakah ini realistis? Jadi, benarkah PC mengalami freeze alias tonic immobility saat dan pasca diperkosa? Lebih mendasar lagi, benarkah PC diperkosa?” tutur Reza. (syn/jpg/jpc)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/