JAKARTA – Transparency International Indonesia (TII) bekerja sama dengan Komisi Informasi Pusat mengembangkan instrumen yang dapat mengukur tinggkat transparansi pendanaan partai politik melalui sebuah survei. Ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2008 junto Undang-Undang Nomor 2 tahun 2011 tentang Partai Politik dan Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Pelaksanaan survei dilakukan sejak Juni 2012 hingga April 2013.
Dari pelaksanaan survei ke sembilan partai politik di parlemen terdapat tiga partai besar yang tidak maupun kurang bersikap kooperatif terkait transparansi dana yaitu Partai Golkar, Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
“Riset ini untuk mengukur sejauh mana transparansi pendanaan parpol di tingkat DPP, bukan di daerah. Namun ada yang tidak bersedia disurvei. Partai Demokrat dan PKS melakukan proses komunikasi dengan TII meski kurang kooperatif terkait transparansi keuangan partainya. Sedangkan Partai Golkar sama sekali tidak membuka komunikasi,” ujar Peneliti TII Putut Aryo Saputro dalam jumpa persnya di Jakarta Selatan, Selasa (16/4).
Dalam survei transparansi ini TII meneliti buku laporan keuangan partai politik lima tahun terakhir, buku laporan keuangan kampanye legislatif 2009 dan 2004, identitas penyumbang dan bentuk sumbangan untuk parpol dan laporan realisasi anggaran di partai.
Selain itu, TII juga meneliti Anggaran Dasar parpol yang mencantumkan laporan keuangan dan jumlah dana yang diperoleh dari APBN. Dari kategori-kategori itu, hanya lima partai yang bersedia melakukan audiensi untuk survei di antaranya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Gerindra, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Hanura. Sementara PPP hanya membuka diri untuk beraudiensi tanpa memberikan data yang butuhkan untuk survei.
“Survei ini dilaksanakan dengan pemahaman bahwa partai politik bersifat transparan, akuntabel dan kredibel. Partai yang dikelola secara tidak transparan akan melahirkan calon pemimpin yang korup. Kita bisa mengatakan parpol yang tidak kooperatif, tidak memiliki tingkat transparansi yang bisa diukur,” tuturnya.
TII berharap ke depan parpol-parpol yang tidak kooperatif dan tertutup dalam masalah pendanaannya bisa lebih terbuka. Menurutnya sistem pendanaan politik yang transparan dan akuntabel akan lebih mudah mendapat kepercayaan dari masyarakat. Selain itu dengan keuangan partai yang dapat dikontrol, demokrasi seharusnya menjadi proses politik yang murah. (flo/jpnn)