26 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Tingkat Absensi DPR Perlu Dibeber di Dapil

JAKARTA- Peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW) Abdullah Dahlan punya solusi untuk membuat para anggota dewan yang kerap bolos jera. Salah satunya adalah dengan mengumumkan hasil kehadiran tersebut di masing-masing daerah pemilihan (dapil) anggota DPR.

BOLOS: Suasana rapat paripurna DPR  membahas pengambilan keputusan RUU tentang Daerah Otonom Baru  gedung DPR/MPR, Jakarta, belum lama ini. Sebanyak 224 dari 500 anggota DPR tak menghadiri paripurna terakhir masa sidang III tahun 2003 itu.//MUSTAFA RAMLI/JAWA POS
BOLOS: Suasana rapat paripurna DPR yang membahas pengambilan keputusan RUU tentang Daerah Otonom Baru di gedung DPR/MPR, Jakarta, belum lama ini. Sebanyak 224 dari 500 anggota DPR tak menghadiri paripurna terakhir masa sidang III tahun 2003 itu.//MUSTAFA RAMLI/JAWA POS

Menurut Abdullah, hal itu dimaksudkan agar publik pemilih tahu siapa sebenarnya anggota DPR yang telah mereka pilih. “Ada baiknya juga daftar anggota DPR bolos ini dipublikasikan di masing-masing dapil mereka,” ujar Abdullah, kemarin.

Setidaknya dengan diumumkannya tingkat absensi di dapil masing-masing, maka para anggota dewan akan lebih aktif agar pada Pemilu Legislatif tahun depan bisa terpilih lagi. Sebab, para anggota DPR yang kini mencalonkan lagi tentu ingin dikenal memiliki catatan yang baik di depan konstituennya.

“Ya, karena dengan diinformasikan di dapil sanksinya oleh calon pemilih. Anggota DPR sangat khawatir kalau info kinerja mereka diketahui di daerah pemilihannya dan bisa jadi mereka kan tidak dipilih lagi kalau kinerjanya seperti itu,” tegasnya.

Sementara, peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Ronald Rofiandri, menilai banyaknya anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang sering tidak hadir menjalankan tugas di gedung parlemen, disebabkan tidak seriusnya fraksi dan partai politik dalam melakukan evaluasi kinerja anggotanya.

Selain itu partai politik lewat fraksi-fraksi yang ada, menurutnya juga tidak serius dalam melakukan kewajiban menyampaikan hasil kerja anggotanya di parlemen kepada publik. Padahal menurutnya, hal tersebut menjadi kewajiban anggota DPR sebagaimana diatur dalam Pasal 80 ayat (2) dan Pasal 18 ayat (6), Undang-Undang MD3 yang mengatur Tata Tertib DPR.

“Penyebab lain, bisa dilihat masih ditemukannya rapat-rapat DPR terutama yang berlangsung di berbagai alat kelengkapan, dilakukan secara tertutup dan manajemennya juga tidak terkelola secara baik oleh pihak Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR,” katanya di Jakarta, kemarin.

Kondisi ini menurut Ronald, sebenarnya sudah lama terjadi. Dan sudah berkali-kali mendapat sorotan dari masyarakat. Namun anehnya DPR terlihat belum juga menemukan jalan keluar dan memformulasikannya dengan baik. Padahal menurut Ronald, kondisi ini dapat diatasi jika mekanisme pengambilan keputusan mengharuskan anggota DPR konsisten hadir serta keputusan yang diberikan berpengaruh signifikan dan mengikat.

“Tapi sayangnya kita tidak mengenal voting days. Proses pengambilan keputusan terhadap (misalkan suatu materi RUU) didasarkan pada pandangan atau sikap fraksi. Dengan demikian, anggota DPR merasa keberadaan mereka dalam rapat tidak penting dan relevan,” ujarnya. (gir/chi/jpnn)

JAKARTA- Peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW) Abdullah Dahlan punya solusi untuk membuat para anggota dewan yang kerap bolos jera. Salah satunya adalah dengan mengumumkan hasil kehadiran tersebut di masing-masing daerah pemilihan (dapil) anggota DPR.

BOLOS: Suasana rapat paripurna DPR  membahas pengambilan keputusan RUU tentang Daerah Otonom Baru  gedung DPR/MPR, Jakarta, belum lama ini. Sebanyak 224 dari 500 anggota DPR tak menghadiri paripurna terakhir masa sidang III tahun 2003 itu.//MUSTAFA RAMLI/JAWA POS
BOLOS: Suasana rapat paripurna DPR yang membahas pengambilan keputusan RUU tentang Daerah Otonom Baru di gedung DPR/MPR, Jakarta, belum lama ini. Sebanyak 224 dari 500 anggota DPR tak menghadiri paripurna terakhir masa sidang III tahun 2003 itu.//MUSTAFA RAMLI/JAWA POS

Menurut Abdullah, hal itu dimaksudkan agar publik pemilih tahu siapa sebenarnya anggota DPR yang telah mereka pilih. “Ada baiknya juga daftar anggota DPR bolos ini dipublikasikan di masing-masing dapil mereka,” ujar Abdullah, kemarin.

Setidaknya dengan diumumkannya tingkat absensi di dapil masing-masing, maka para anggota dewan akan lebih aktif agar pada Pemilu Legislatif tahun depan bisa terpilih lagi. Sebab, para anggota DPR yang kini mencalonkan lagi tentu ingin dikenal memiliki catatan yang baik di depan konstituennya.

“Ya, karena dengan diinformasikan di dapil sanksinya oleh calon pemilih. Anggota DPR sangat khawatir kalau info kinerja mereka diketahui di daerah pemilihannya dan bisa jadi mereka kan tidak dipilih lagi kalau kinerjanya seperti itu,” tegasnya.

Sementara, peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Ronald Rofiandri, menilai banyaknya anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang sering tidak hadir menjalankan tugas di gedung parlemen, disebabkan tidak seriusnya fraksi dan partai politik dalam melakukan evaluasi kinerja anggotanya.

Selain itu partai politik lewat fraksi-fraksi yang ada, menurutnya juga tidak serius dalam melakukan kewajiban menyampaikan hasil kerja anggotanya di parlemen kepada publik. Padahal menurutnya, hal tersebut menjadi kewajiban anggota DPR sebagaimana diatur dalam Pasal 80 ayat (2) dan Pasal 18 ayat (6), Undang-Undang MD3 yang mengatur Tata Tertib DPR.

“Penyebab lain, bisa dilihat masih ditemukannya rapat-rapat DPR terutama yang berlangsung di berbagai alat kelengkapan, dilakukan secara tertutup dan manajemennya juga tidak terkelola secara baik oleh pihak Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR,” katanya di Jakarta, kemarin.

Kondisi ini menurut Ronald, sebenarnya sudah lama terjadi. Dan sudah berkali-kali mendapat sorotan dari masyarakat. Namun anehnya DPR terlihat belum juga menemukan jalan keluar dan memformulasikannya dengan baik. Padahal menurut Ronald, kondisi ini dapat diatasi jika mekanisme pengambilan keputusan mengharuskan anggota DPR konsisten hadir serta keputusan yang diberikan berpengaruh signifikan dan mengikat.

“Tapi sayangnya kita tidak mengenal voting days. Proses pengambilan keputusan terhadap (misalkan suatu materi RUU) didasarkan pada pandangan atau sikap fraksi. Dengan demikian, anggota DPR merasa keberadaan mereka dalam rapat tidak penting dan relevan,” ujarnya. (gir/chi/jpnn)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/