26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Ini Prinsip yang Dipakai Kemenlu Tangani Imigran Rohingya

Pengungsi imigran Bangladesh dan Myanmar yang terdampar di perairan Seunuddon, Aceh Utara, ditempatkan di GOR Lhoksukon, Senin (11/5). Foto: Rakyat Aceh/Armiadi
Pengungsi imigran Bangladesh dan Myanmar yang terdampar di perairan Seunuddon, Aceh Utara, ditempatkan di GOR Lhoksukon, Senin (11/5). Foto: Rakyat Aceh/Armiadi

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Juru Bicara Kemenlu Arrmanatha Nasir mengungkapkan, pemerintah Indonesia tetap memakai prinsip non-refoulement dalam menangani pencari suaka dari suku Rohingya asal Myanmar.

Prinsip tersebut menyatakan bahwa negara tak akan mengembalikan korban penindasan ke negara asal atau mengusir ke negara lain yang bisa membuat kebebasan atau hidupnya terenggut.

”Kita memang bukan anggota Convention of Refugees 1951 oleh UNHCR (Komisi Tinggi Penanganan Pengungsi PBB). Tapi, kita tetap melakukan penanganan untuk para migran pengungsi,” jelasnya, kemarin.

Persoalan kaum pencari suaka itu memang cukup pelik. Pakar hubungan luar negeri Teuku Rezasyah menilai sikap Indonesia soal Rohingya memang mempertaruhkan nama baik negara.

Selama ini Indonesia dinilai sebagai pemimpin di wilayah Asia Tenggara yang menjunjung hak asasi manusia. ”Tapi, jumlah yang diterima ternyata teramat besar. Bayangkan, ada sekitar 8 ribu orang yang diperkirakan melakukan eksodus. Dapat biaya dari mana?” katanya.

Karena itu, Reza –sapaan Teuku Rezasyah– menyarankan pemerintah segera mengadakan senior officer meeting untuk membahas penanganan hal tersebut. Rapat itu juga harus mengundang International Organization of Migration (IOM) dan UNHCR agar bisa disepakati secara internasional.

”Harus diadakan secepat mungkin. Kalau mau realistis, tak mungkin Indonesia menghadapi masalah ini sendirian. Baik secara biaya maupun risiko keamanan sosial,” tuturnya. (bil/dai/c9/kim)

Pengungsi imigran Bangladesh dan Myanmar yang terdampar di perairan Seunuddon, Aceh Utara, ditempatkan di GOR Lhoksukon, Senin (11/5). Foto: Rakyat Aceh/Armiadi
Pengungsi imigran Bangladesh dan Myanmar yang terdampar di perairan Seunuddon, Aceh Utara, ditempatkan di GOR Lhoksukon, Senin (11/5). Foto: Rakyat Aceh/Armiadi

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Juru Bicara Kemenlu Arrmanatha Nasir mengungkapkan, pemerintah Indonesia tetap memakai prinsip non-refoulement dalam menangani pencari suaka dari suku Rohingya asal Myanmar.

Prinsip tersebut menyatakan bahwa negara tak akan mengembalikan korban penindasan ke negara asal atau mengusir ke negara lain yang bisa membuat kebebasan atau hidupnya terenggut.

”Kita memang bukan anggota Convention of Refugees 1951 oleh UNHCR (Komisi Tinggi Penanganan Pengungsi PBB). Tapi, kita tetap melakukan penanganan untuk para migran pengungsi,” jelasnya, kemarin.

Persoalan kaum pencari suaka itu memang cukup pelik. Pakar hubungan luar negeri Teuku Rezasyah menilai sikap Indonesia soal Rohingya memang mempertaruhkan nama baik negara.

Selama ini Indonesia dinilai sebagai pemimpin di wilayah Asia Tenggara yang menjunjung hak asasi manusia. ”Tapi, jumlah yang diterima ternyata teramat besar. Bayangkan, ada sekitar 8 ribu orang yang diperkirakan melakukan eksodus. Dapat biaya dari mana?” katanya.

Karena itu, Reza –sapaan Teuku Rezasyah– menyarankan pemerintah segera mengadakan senior officer meeting untuk membahas penanganan hal tersebut. Rapat itu juga harus mengundang International Organization of Migration (IOM) dan UNHCR agar bisa disepakati secara internasional.

”Harus diadakan secepat mungkin. Kalau mau realistis, tak mungkin Indonesia menghadapi masalah ini sendirian. Baik secara biaya maupun risiko keamanan sosial,” tuturnya. (bil/dai/c9/kim)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/