25 C
Medan
Wednesday, July 3, 2024

Tarif Baru Pajak Film Lebih Murah

JAKARTA- Hari ini (Jumat 17/6), pemerintah bakal mengumumkan penghitungan tarif baru bea masuk dan pajak impor film. Skema tarifnya akan disederhanakan, dari semula menggunakan sistem advolarum (berdasarkan persentase), menjadi tarif spesifik (dengan nilai rupiah tertentu).

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementrian Keuangan Bambang P.S Brodjonegoro mengungkapkan, ketentuan tersebut akan dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) baru. “Besok (hari ini) akan diumumkan,” kata Bambang di Kantor Kementrian Keuangan, Jakarta, kemarin (16/6).

Selama ini, importir film dikenakan tarif bea masuk 10 persen, pajak pertambahan nilai 10 persen, dan pajak penghasilan 2,5 persen. Importir mendasarkan hitungan bea masuk dan pajak itu dari cetakan film yang dihargai USD 0,43 per meter. Satu film, rata-rata memiliki panjang rol film 3.000 meter. Lantas, pada awal Januari lalu, pemerintah membikin surat edaran yang mewajibkan importir film mendasarkan perhitungan nilai pabean pada royalti yang disetor ke produsen.

Surat Edaran ini lantas diprotes importir film karena membuat tagihan bea masuk dan pajak mereka membengkak. Tiga importir malah dinyatakan menunggak Rp 30 miliar. Nah, melalui skema tarif baru yang akan diumumkan, penghitungan tarif bukan lagi dihitung berdasarkan persentase. Namun, akan disederhanakan ke dalam nilai rupiah yang definitif (tarif spesifik) untuk tiap menit film yang diputar.”(Tarif baru) mengubah dari persentase ke spesifik. Jadi, (menjadi) sekian rupiah per menit,” kata Bambang.

Penetapan tarif ini diperkirakan akan lebih sederhana dan menjadi jalan tengah dari polemik antara pemerintah dan importir. Dibandingkan tarif lama dengan hitungan versi importir (persentase dari cetakan film per meter), akan lebih mahal. Namun, dibandingkan dengan tarif lama versi pemerintah (persentase dari royalti), akan lebih murah.
Sejak sejak 12 Maret lalu, Ditjen Bea dan Cukai Kemenkeu telah mencabut izin impor tiga importir. Mereka menunggak bea masuk senilai Rp 30 miliar atas 1.759 judul film impor. Setiap judul film yang tertunggak bea masuknya, dikenakan denda yang besarannya bervariasi antara 100 persen (dua kali lipat) hingga 1000 persen (sepuluh kali lipat).

Tiga penunggak bea masuk film impor berada dalam Grup 21, yang juga memiliki jaringan bioskop terbesar di tanah air. Satu importir yang sudah melunasi kewajiban adalah PT Amero Mitra Film. Namun, Amero selama ini bukan merupakan importir dari film-film kelas satu (enam studio utama) produksi Motion Picture Association (MPA) Amerika Serikat. Dua importir lain yang masih menunggak dan mengajukan banding di pengadilan pajak adalah PT Camila Internusa Film dan PT Satrya Perkasa Esthetika Film.(sof/iro/jpnn)

JAKARTA- Hari ini (Jumat 17/6), pemerintah bakal mengumumkan penghitungan tarif baru bea masuk dan pajak impor film. Skema tarifnya akan disederhanakan, dari semula menggunakan sistem advolarum (berdasarkan persentase), menjadi tarif spesifik (dengan nilai rupiah tertentu).

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementrian Keuangan Bambang P.S Brodjonegoro mengungkapkan, ketentuan tersebut akan dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) baru. “Besok (hari ini) akan diumumkan,” kata Bambang di Kantor Kementrian Keuangan, Jakarta, kemarin (16/6).

Selama ini, importir film dikenakan tarif bea masuk 10 persen, pajak pertambahan nilai 10 persen, dan pajak penghasilan 2,5 persen. Importir mendasarkan hitungan bea masuk dan pajak itu dari cetakan film yang dihargai USD 0,43 per meter. Satu film, rata-rata memiliki panjang rol film 3.000 meter. Lantas, pada awal Januari lalu, pemerintah membikin surat edaran yang mewajibkan importir film mendasarkan perhitungan nilai pabean pada royalti yang disetor ke produsen.

Surat Edaran ini lantas diprotes importir film karena membuat tagihan bea masuk dan pajak mereka membengkak. Tiga importir malah dinyatakan menunggak Rp 30 miliar. Nah, melalui skema tarif baru yang akan diumumkan, penghitungan tarif bukan lagi dihitung berdasarkan persentase. Namun, akan disederhanakan ke dalam nilai rupiah yang definitif (tarif spesifik) untuk tiap menit film yang diputar.”(Tarif baru) mengubah dari persentase ke spesifik. Jadi, (menjadi) sekian rupiah per menit,” kata Bambang.

Penetapan tarif ini diperkirakan akan lebih sederhana dan menjadi jalan tengah dari polemik antara pemerintah dan importir. Dibandingkan tarif lama dengan hitungan versi importir (persentase dari cetakan film per meter), akan lebih mahal. Namun, dibandingkan dengan tarif lama versi pemerintah (persentase dari royalti), akan lebih murah.
Sejak sejak 12 Maret lalu, Ditjen Bea dan Cukai Kemenkeu telah mencabut izin impor tiga importir. Mereka menunggak bea masuk senilai Rp 30 miliar atas 1.759 judul film impor. Setiap judul film yang tertunggak bea masuknya, dikenakan denda yang besarannya bervariasi antara 100 persen (dua kali lipat) hingga 1000 persen (sepuluh kali lipat).

Tiga penunggak bea masuk film impor berada dalam Grup 21, yang juga memiliki jaringan bioskop terbesar di tanah air. Satu importir yang sudah melunasi kewajiban adalah PT Amero Mitra Film. Namun, Amero selama ini bukan merupakan importir dari film-film kelas satu (enam studio utama) produksi Motion Picture Association (MPA) Amerika Serikat. Dua importir lain yang masih menunggak dan mengajukan banding di pengadilan pajak adalah PT Camila Internusa Film dan PT Satrya Perkasa Esthetika Film.(sof/iro/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/