JAKARTA- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak menyia-nyiakan tertangkapnya tersangka kasus korupsi proyek PLTS di Kemenakertrans Neneng Sri Wahyuni. Komisi antibodi yang dipimpin Abraham Samad itu akan menggunakan keterangan Neneng dalam mendalami kasus-kasus lain yang melibatkan perusahaan Permai Grup milik suaminya, Muhammad Nazaruddin.
Memang, peran Neneng dalam perusahaan itu sangat vital. Sebagai seorang istri, dia menduduki jabatan sebagai Direktur Keuangan Permai Grup. Dalam persidangan wisma atlet, mantan Wakil Direktur Keuangan Permai Grup Yulianis mengatakan, Neneng adalah orang yang berwenang menentukan pengeluaran dan pemasukan perusahaan.
Bahkan, Yulianis mengatakan bahwa perempuan kelahiran Pekanbaru 15 Februari 1982 itu mengendalikan uang hasil seluruh proyek yang diikuti perusahaan. Hasilnya, pundi-pundi tersebut lantas disimpan di sebuah brankas X yang kuncinya hanya dipegang Neneng.
Dengan perannya di perusahaan, keterangan Neneng pun dinilai sangat penting oleh KPK. Apalagi jika KPK hendak menelusuri kemana saja aliran dana perusahaan itu masuk ke kantong-kantong pihak lain.
Menurut juru bicara KPK Johan Budi, tidak menutup kemungkinan dalam waktu dekat Neneng akan diperiksa untuk kasus-kasus lain. “Itu sangat mungkin (memeriksa Neneng). Bisa dalam pengembangan kasus wisma atlet atau bahkan kasus (dugaan korupsi pembangunan proyek sport center) Hambalang,” kata Johan.
Namun Johan mengatakan dirinya belum tahu kapan Neneng akan diperiksa lebih lanjut. Yang jelas, dalam waktu dekat ini perempuan yang kini menjadi penghuni rutan KPK itu terlebih dulu akan diperiksa terkait kasus PLTS yang kini sedang membelitnya. Kata Johan, kemungkinan pekan depan Neneng sudah mulai diperiksa sebagai tersangka.
Kasus pengadaan dan supervisi PLTS di Kemnakertrans pada 2008 tersebut sebelumnya telah menetapkan mantan Kepala Sub-bagian Tata Usaha dan Direktorat Sarana serta Prasarana Kemnakertrans Timas Ginting sebagai tersangka. Timas diduga menyalahgunakan wewenangnya menyetujui pembayaran pekerjaan supervisi PLTS kepada perusahaan rekanan.
PT Alfindo dan PT Mahkota Negara merupakan rekanan dalam proyek ini. PT Mahkota Negara adalah perusahaan milik M Nazaruddin di bawah induk perusahaan Grup Permai, sedangkan PT Alfindo diduga dipinjam benderanya oleh Nazaruddin. Lantaran kong-kalikong antara Neneng dengan pemilik proyek, negara dirugikan sekitar Rp 3,8 miliar.
Disinggung soal kasus Hambalang, Johan mengatakan hingga kini pihaknya masih melakukan pendalam penyelidikan. Tim penyelidik saat ini sudah diperkuat penyidik dan penuntut KPK. “Mereka kini sedang bekerja keras mengumpulkan bukti dan keterangan yang dirasa masih harus dilengkapi,” imbuh Johan.
Jumat (22/6) pekan depan, rencanannya tim dan seluruh pimpinan akan kembali berkumpul untuk gelar perkara menentukan nasib kasus proyek yang memakan anggaran mencapai Rp 1,2 triliun itu. “Kalau sudah ada dua alat bukti yang menyakinkan adanya tindak pidana korupsi, maka kasus tersebut akan naik ke penyidikan,” imbuhnya.
Jika benar-benar ke penyidikan, maka saat itu pula KPK akan mengumumkan siapa tersangka pertama kasus Hambalang. Namun jika pimpinan memutuskan alat buktinya kurang, maka Hambalang masih harus diselidiki tanpa ada orang berstatus tersangka.
Nah, bisa jadi keterangan Neneng digunakan dalam penyelidikan maupun jika nanti sudah dinaikkan ke penyidikan. (kuh/jpnn)