25 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Dalil Kecurangan dalam Situng, KPU Nilai Gugatan 02 Cacat Logika

situng kpu

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi menilai salah satu dalil gugatan Tim Hukum BPN Prabowo-Sandi ke MK tidak logis. Dalil yang dimaksud adalah soal kecurangan dalam Situng.

“Pemohon mendalilkan bahwa KPU melakukan kecurangan dengan merekayasa Situng. Namun dalam petitum, mereka meminta MK membatalkan perolehan suara hasil rekapitulasi secara manual. Ini namanya nggak nyambung,” katanya.

Pramono menilai kubu paslon 02 mencoba membangun asumsi bahwa hasil perolehan suara di Situng (Sistem Informasi Penghitungan) sengaja diatur untuk mencapai target angka tertentu yang sesuai dengan rekapitulasi manual. Asumsi itu dinilai tidak tepat.

“Ini adalah asumsi yang tidak tepat. Pemohon mencoba menyusun teori adjustment” atau penyesuaian,” tambahnya.

Mantan ketua Bawaslu Banten tersebut menjelaskan, meski berawal dari Form C1 yang sama, alur penghitungan Situng dan rekap manual jelas berbeda. Dalam Situng, petugas memindai Form C1 kemudian langsung mengunggahnya ke sistem informasi tersebut tanpa perlu menunggu rekapitulasi di tingkat atasnya.

Sementara rekap manual dilakukan secara berjenjang mulai dari kecamatan, KPU kabupaten-kota, KPU provinsi hingga KPU Pusat.

“Nah, angka yang digunakan untuk menetapkan perolehan suara setiap peserta pemilu adalah angka yang direkap secara berjenjang itu,” tambahnya.

Oleh karena itu, apabila mengikuti logika asumsi Tim Hukum Prabowo-Sandiaga; maka seharusnya yang menjadi tuntutan koreksi adalah angka perolehan di Situng yang bukan digunakan KPU sebagai dasar penetapan paslon terpilih Pilpres 2019.

Menurut Pramono, pemohon gugatan tidak pernah membahas dugaan kecurangan dalam proses rekapitulasi berjenjang. Tim Hukum Prabowo-Sandiaga juga tidak memberikan bukti rinci dugaan pelanggaran rekapitulasi berjenjang tersebut, seperti nama TPS, kecamatan, kabupaten atau kota tertentu.

“Sama sekali tidak ada. Jadi, tuntutan agar hasil rekap manual dibatalkan karena Situng katanya direkayasa, itu didasarkan pada logika yang tidak nyambung,” ujarnya.

Dalil Tim 02 Sulit Diterima

Terpisah, pakar hukum tata negara, Juanda, mengatakan, dalil mendiskualifikasikan cawapres Ma’ruf Amin dalam permohonan tim hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno sulit diterima hakim Konstitusi. Pasalnya, hal itu dinilai bukan ranah Mahkamah Konstitusi, masalah diskualifikasi seharusnya menjadi ranah penyelenggara pemilu, khusus Komisi Pemilihan Umum ( KPU).

Seperti diketahui, tim kuasa hukum Prabowo-Sandi dalam salah satu gugatannya meminta Mahkamah Konstitusi mendiskualifikasi pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin. Alasannya, Ma’ruf memiliki posisi di dua bank syariah yang dianggap melanggar syarat pencalonan.

“Saya kira sangat sulit untuk diterima. Pertama bukan ranahnya MK untuk mendiskualifikasi,” kata Juanda dalam diskusi bertajuk Mahkamah Keadilan untuk Rakyat di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (15/6/2019).

Juanda menjelaskan, jika saat pendaftaran di KPU Ma’ruf Amin tidak memenuhi syarat seharusnya sudah ditolak. Tetapi, jika kemudian tidak memenuhi syarat dan diterima, berarti ada kesalahan dari KPU. “Nah ketika itu dia (kuasa hukum BPN) tahu seharusnya dia menggugat KPU ke PTUN. Artinya keputusan penetapan dari KPU untuk Pak Ma’ruf ini ada kesalahan atau ada yang merugikan pasangan 02. Maka, ranah alamatnya bukan ke MK, tapi ke PTUN,” terangnya.

Guru Besar Tata Negara Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) ini juga mempertanyakan alasan hukum jika ingin mendiskualifikasi Jokowi-Ma’ruf Amin. Pasalnya keduanya lolos persyaratan. Menurutnya, jika alasan tim 02 adalah dugaan Jokowi-Ma’ruf melakukan tindakan pidana, hal itu masih memungkinan. Tetapi, dalam gugatan tidak yang mengatakan salah satu dari pasangan calon melakukan tindakan melanggar hukum. Contohnya tindakan hukum yang bisa mendiskualifikasi paslon adalah jika melakukan tindak pidana korupsi.

“Jadi untuk mendiskualifikasi alasan hukumnya apa, saya tidak melihat,” ujarnya. (MHS/rmco)

situng kpu

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi menilai salah satu dalil gugatan Tim Hukum BPN Prabowo-Sandi ke MK tidak logis. Dalil yang dimaksud adalah soal kecurangan dalam Situng.

“Pemohon mendalilkan bahwa KPU melakukan kecurangan dengan merekayasa Situng. Namun dalam petitum, mereka meminta MK membatalkan perolehan suara hasil rekapitulasi secara manual. Ini namanya nggak nyambung,” katanya.

Pramono menilai kubu paslon 02 mencoba membangun asumsi bahwa hasil perolehan suara di Situng (Sistem Informasi Penghitungan) sengaja diatur untuk mencapai target angka tertentu yang sesuai dengan rekapitulasi manual. Asumsi itu dinilai tidak tepat.

“Ini adalah asumsi yang tidak tepat. Pemohon mencoba menyusun teori adjustment” atau penyesuaian,” tambahnya.

Mantan ketua Bawaslu Banten tersebut menjelaskan, meski berawal dari Form C1 yang sama, alur penghitungan Situng dan rekap manual jelas berbeda. Dalam Situng, petugas memindai Form C1 kemudian langsung mengunggahnya ke sistem informasi tersebut tanpa perlu menunggu rekapitulasi di tingkat atasnya.

Sementara rekap manual dilakukan secara berjenjang mulai dari kecamatan, KPU kabupaten-kota, KPU provinsi hingga KPU Pusat.

“Nah, angka yang digunakan untuk menetapkan perolehan suara setiap peserta pemilu adalah angka yang direkap secara berjenjang itu,” tambahnya.

Oleh karena itu, apabila mengikuti logika asumsi Tim Hukum Prabowo-Sandiaga; maka seharusnya yang menjadi tuntutan koreksi adalah angka perolehan di Situng yang bukan digunakan KPU sebagai dasar penetapan paslon terpilih Pilpres 2019.

Menurut Pramono, pemohon gugatan tidak pernah membahas dugaan kecurangan dalam proses rekapitulasi berjenjang. Tim Hukum Prabowo-Sandiaga juga tidak memberikan bukti rinci dugaan pelanggaran rekapitulasi berjenjang tersebut, seperti nama TPS, kecamatan, kabupaten atau kota tertentu.

“Sama sekali tidak ada. Jadi, tuntutan agar hasil rekap manual dibatalkan karena Situng katanya direkayasa, itu didasarkan pada logika yang tidak nyambung,” ujarnya.

Dalil Tim 02 Sulit Diterima

Terpisah, pakar hukum tata negara, Juanda, mengatakan, dalil mendiskualifikasikan cawapres Ma’ruf Amin dalam permohonan tim hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno sulit diterima hakim Konstitusi. Pasalnya, hal itu dinilai bukan ranah Mahkamah Konstitusi, masalah diskualifikasi seharusnya menjadi ranah penyelenggara pemilu, khusus Komisi Pemilihan Umum ( KPU).

Seperti diketahui, tim kuasa hukum Prabowo-Sandi dalam salah satu gugatannya meminta Mahkamah Konstitusi mendiskualifikasi pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin. Alasannya, Ma’ruf memiliki posisi di dua bank syariah yang dianggap melanggar syarat pencalonan.

“Saya kira sangat sulit untuk diterima. Pertama bukan ranahnya MK untuk mendiskualifikasi,” kata Juanda dalam diskusi bertajuk Mahkamah Keadilan untuk Rakyat di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (15/6/2019).

Juanda menjelaskan, jika saat pendaftaran di KPU Ma’ruf Amin tidak memenuhi syarat seharusnya sudah ditolak. Tetapi, jika kemudian tidak memenuhi syarat dan diterima, berarti ada kesalahan dari KPU. “Nah ketika itu dia (kuasa hukum BPN) tahu seharusnya dia menggugat KPU ke PTUN. Artinya keputusan penetapan dari KPU untuk Pak Ma’ruf ini ada kesalahan atau ada yang merugikan pasangan 02. Maka, ranah alamatnya bukan ke MK, tapi ke PTUN,” terangnya.

Guru Besar Tata Negara Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) ini juga mempertanyakan alasan hukum jika ingin mendiskualifikasi Jokowi-Ma’ruf Amin. Pasalnya keduanya lolos persyaratan. Menurutnya, jika alasan tim 02 adalah dugaan Jokowi-Ma’ruf melakukan tindakan pidana, hal itu masih memungkinan. Tetapi, dalam gugatan tidak yang mengatakan salah satu dari pasangan calon melakukan tindakan melanggar hukum. Contohnya tindakan hukum yang bisa mendiskualifikasi paslon adalah jika melakukan tindak pidana korupsi.

“Jadi untuk mendiskualifikasi alasan hukumnya apa, saya tidak melihat,” ujarnya. (MHS/rmco)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/